Juz 30

Surat At-Takasur |102:5|

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ

kallaa lau ta'lamuuna 'ilmal-yaqiin

Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti,

No! If you only knew with knowledge of certainty...

Tafsir
Jalalain

(Janganlah begitu) sesungguhnya (jika kalian mengetahui dengan pengetahuan yang yakin) tentang akibat perbuatan kalian itu, niscaya kalian tidak akan lalai taat kepada Allah.

Alazhar

"Sekali-kali tidak!" (pangkal ayat 5). Diulangkan lagi bahwa percumalah usahamu memegahkan harta benda yang tidak berarti itu:

"Kalau kiranya kamu ketahuilah dengan pengetahuan yang yakin." (ujung ayat 5). Artinya kalau kiranya kamu pelajarilah rahasia hidup ini

dengan seksama, sampai menjadi ilmu yang yakin dan kamu dengar petunjuk yang dibawakan oleh Rasul SAW:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takasur | 102 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takasur |102:6|

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ

latarowunnal-jaḥiim

niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahim,

You will surely see the Hellfire.

Tafsir
Jalalain

(Niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim) Jawab Qasamnya tidak disebutkan, yaitu niscaya kalian tidak akan sibuk dengan bermegah-megahan yang melalaikan kalian dari taat kepada Allah.

Lafal Latarawunna pada asalnya adalah Latarawunanna, kemudian Lam Fi'il dan 'Ain Fi'ilnya dibuang, kemudian harakatnya diberikan kepada Wau, sehingga jadilah Latarawunna.

Alazhar

"Sesungguhnya akan kamu lihatlah neraka itu." (ayat 6). Artinya bila tatkala hidup ini kamu pelajari ajaran Muhammad dengan seksama,

dengan iman dan percaya, niscaya akan kamu lihatlah neraka itu sebagai ganjaran bagi orang yang ingkar.

Meskipun belum engkau lihat dengan mata kepalamu, pasti dapatlah dilihat dan diyakini oleh fikiranmu yang sihat dan jernih.

Seorang di antara Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Umar pernah mengatakan bahwa dia telah melihat syurga dan neraka!

Dan dia merasakan telah masuk ke dalamnya. Lalu orang menanyakan kepadanya apakah yang dimaksudkan berkata demikian, padahal keduanya itu belum disaksikan di dunia sekarang.

Lalu beliau menjawab, bahwa karena Rasulullah SAW telah mengatakan bahwa beliau telah melihatnya, dia pun menjadi yakin akan syurga dan neraka itu. Sebab perkataan Rasul itu adalah BENAR!

Mata Rasulullah SAW benar-benar melihat dan aku benar-benar percaya kepadanya. Sebab itu kalau beliau telah melihat, berarti aku pun telah melihat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takasur | 102 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takasur |102:7|

ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ

ṡumma latarowunnahaa 'ainal-yaqiin

kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri,

Then you will surely see it with the eye of certainty.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya) kalimat ayat ini mengukuhkan makna ayat sebelumnya (dengan pengetahuan yang yakin) lafal 'Ainal Yaqiin adalah Mashdar; demikian itu karena lafal Ra-aa dan lafal 'Aayana mempunyai arti yang sama.

Alazhar

"Kemudian itu." (pangkal ayat 7). Sesudah kamu yakin dari pengetahuan, dari ilmu yang kamu terima dari Rasul yang mustahil berbohong:

"Sesungguhnya akan kamu lihatlah dianya dengan penglihatan yang yakin." (ujung ayat 7). Sesudah diyakini berkat ilmu yang ada, berkat hudan (petunjuk) dan taufiq dari Allah,

kelak pasti datang masanya keyakinan itu akan naik lagi kepada tingkat yang lebih tinggi. Yaitu keyakinan karena mu’aayanah:

Keyakinan karena dapat dilihat mata, dapat dialami sendiri dalam kehidupan yang kekal, dalam kehidupan yang khulud. Itulah Hari Akhirat. "Kemudian itu." (pangkal ayat 8).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takasur | 102 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takasur |102:8|

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

ṡumma latus`alunna yauma`iżin 'anin-na'iim

kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).

Then you will surely be asked that Day about pleasure.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian kalian pasti akan ditanyai) lafal Latus-alunna dibuang daripadanya Nun alamat Rafa' karena berturut-turutnya huruf Nun, dibuang pula daripadanya Wawu dhamir jamak,

tetapi bukan karena 'Illat atau sebab bertemunya kedua huruf yang disukunkan; bentuk asal daripada Latus-alunna adalah Latus-aluunanna (pada hari itu) yakni di hari kalian melihat neraka Jahim (tentang kenikmatan)

yang kalian peroleh semasa di dunia, yaitu berupa kesehatan, waktu luang, keamanan, makanan, minuman dan nikmat-nikmat lainnya. Artinya dipergunakan untuk apakah kenikmatan itu

Alazhar

" Kemudian itu." (pangkal ayat 8). Setelah selesai kamu fahamkan itu semuanya, maka ketahuilah pula bahwa: "Sesungguhnya kamu akan ditanyai di hari itu kelak dari hal nikmat." (ujung ayat 8).

Ayat ini adalah penutup, tetapi sebagai kunci bagi peringatan pada pembukaan ayat. Di ayat pertama dikatakan bahwa kamu telah terlalai oleh kesukaanmu bermegah-megah dengan harta,

dengan pangkat dan kedudukan, dengan anak dan keturunan. Bermegah-megahan dengan kehidupan yang mewah,

dengan rumahtangga yang laksana istasna, kendaraan yang baru dan modern, emas perak dan sawah ladang. Semua memang adalah nikmat dari Tuhan.

Tetapi ketahuilah oleh kamu bahwa akan bertubi-tubi pertanyaan datang tentang sikapmu terhadap segala nikmat itu:

"Apa yang kamu perbuat dengan dia?", "Dari mana dapat olehmu segala nikmat itu?", "Apakah dari yang halal atau dari yang haram?"

. "Adakah kamu memperkaya diri dengan menghisap keringat, darah dan air mata sesamamu manusia?" Dan lain-lain.

Ibnu Abbas mengatakan: "Bahkan nikmat karena kesihatan badan, kesihatan pendengaran dan penglihatan, pun akan ditanyakan.

Allah tanyai langkah laku hamba-Nya dengan serba nikmat itu, meskipun Allah tahu apa pun yang mereka perbuat dengan dia."

Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan: "Seluruh nikmatlah yang dimaksud Tuhan akan dipertanggungjawabkan, akan ditanyai, tidak berbeda apa jua pun nikmat itu."

Mujahid mengatakan: "Segala kepuasan duniawi adalah nikmat, semuanya akan ditanyakan."

Qatadah mengatakan: "Allah akan menanyakan kepada hamba-Nya bagaimana dia memakai nikmat-Nya itu dan bagaimana dia membayarkan haknya."

Sebab itu hati-hatilah kita mensyukuri segala nikmat Allah dan janganlah lupa kepada yang menganugerahkan nikmat, karena dipesona oleh nikmat itu sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takasur | 102 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Asr |103:1|

وَالْعَصْرِ

wal-'ashr

Demi masa.

By time,

Tafsir
Jalalain

(Demi masa) atau zaman atau waktu yang dimulai dari tergelincirnya matahari hingga terbenamnya; maksudnya adalah waktu sholat Asar.

Alazhar

"Demi masa!" (ayat 1). Atau demi waktu 'Ashar, waktu petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang daripada badan kita sendiri,

sehingga masuklah waktu sembahyang 'Ashar. Maka terdapatlah pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.

Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di dalam Tafsir Juzu’ Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah sore,

mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan ceritera-ceritera lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari.


Lalu ada yang mengutuki waktu 'Ashar (petang hari), mengatakan waktu 'Ashar waktu yang celaka,

atau naas, banyak bahaya terjadi di waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan "Demi 'Ashar", perhatikanlah waktu 'Ashar.

Bukan waktu 'Ashar yang salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah.

Mempergunakannya untuk bercakap-cakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya bermegah-megahan harta, memuji diri,

menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah saling sengketa

. Lalu kamu salahkan waktu 'Ashar, padahal kamulah yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah,

dengan tidak menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu 'Ashar itu akan membawa manfaat pula bagimu.

Inilah satu tafsir. Tafsir yang lain: "Demi Masa!" Masa seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita,

zaman demi zaman, masa demi masa, dalam bahasa Arab 'Ashr juga sebutannya. Sebagai semasa Indonesia dijajah.

Belanda dapat disebut "’Ashru Isti’maril holandiy" (Masa penjajahan Belanda), "’Ashru Isti’maril Yabaniy", masa penjajahan Jepang.

"’Ashrust Tsaurati Indonesia Al-Kubra", masa Revolusi Besar Indonesia, "’Ashrul Istiqlal", masa kemerdekaan dan sebagainya.

Berputarlah bumi ini dan berbagailah masa yang dilaluinya; suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua.Ada masa hidup, kemudian mati dan tinggallah kenang-kenangan ke masa lalu

. Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah melalui masa.

Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan

yang telah lalu tidaklah dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai manusia yang tinggal, silih berganti,

ada yang datang dan ada yang pergi. Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Asr | 103 : 1 |

Tafsir ayat 1-3

Al-Asr artinya zaman atau masa yang padanya Bani Adam bergerak melakukan perbuatan baik dan buruk. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam bahwa makna yang dimaksud adalah waktu asar.

Tetapi pendapat yang terkenal adalah yang pertama. Allah Swt. bersumpah dengan menyebutkan bahwa manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, yakni rugi dan binasa.


{إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}


kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Al-'Asr:3) Maka dikecualikan dari jenis manusia yang terhindar dari kerugian, yaitu orang-orang yang beriman hatinya dan anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh.


{وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ}


dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran. (Al-'Asr: 3) Yakni menunaikan dan meninggalkan semua yang diharamkan.


{وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ}


dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (A1-'Asr: 3) Yaitu tabah menghadapi musibah dan malapetaka serta gangguan yang menyakitkan dari orang-orang yang ia perintah melakukan kebajikan dan ia larang melakukan kemungkaran.

Surat Al-Asr |103:2|

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

innal-insaana lafii khusr

Sungguh, manusia berada dalam kerugian,

Indeed, mankind is in loss,

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya manusia itu) yang dimaksud adalah jenis manusia (benar-benar berada dalam kerugian) di dalam perniagaannya.

Alazhar

"Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian." (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia hanya rugi selalu.

Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan sama-sekali. Hanya rugi jua yang didapati:

Sehari mulai lahir ke dunia, di hari dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun,

dari muda ke tua, hanya kerugian jua yang dihadapi. Di waktu kecil senanglah badan dalam pangkuan ibu,

itu pun rugi karena belum merasai arti hidup.Setelah mulai dewasa bolehlah berdiri sendiri, beristeri atau bersuami.

Namun kerugian pun telah ada. Sebab hidup mulai bergantung kepada tenaga dan kegiatan sendiri, tidak lagi ditanggung orang lain.

Sampai kepada kepuasan bersetubuh suami isteri yang berlaku dalam beberapa menit ialah untuk menghasil anak yang akan dididik dan diasuh,

menjadi tanggungjawab sampai ke sekolahnya dan perguruannya untuk bertahun-tahun.

Di waktu badan masih muda dan gagah perkasa harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut barulah kita insaf bahwa tidaklah semua yang kita angankan di waktu muda telah tercapai.

Banyak pengalaman di masa muda telah menjadi kekayaan jiwa setelah tua. Kita berkata dalam hati supaya begini dikerjakan,

jangan ditempuh jalan itu, begini mengurusnya, begitu melakukannya. Pengalaman itu mahal sekali.

Tetapi kita tidak ada tenaga lagi buat mengerjakannya sendiri. Setinggi-tingginya hanyalah menceriterakan pengalaman itu kepada yang muda.

Sesudah itu kita bertambah nyanyuk, bertambah sepi; bahkan kadang-kadang bertambah menjadi beban berat buat anak-cucu. Sesudah itu kita pun mati!

Itu kalau umur panjang. Kalau usia pendek kerugian itu akan lebih besar lagi. Belum ada apa-apa kita sudah pergi. Kerugianlah seluruh masa hidup itu. Kerugian!

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Asr | 103 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Asr |103:3|

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

illallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati wa tawaashou bil-ḥaqqi wa tawaashou bish-shobr

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Except for those who have believed and done righteous deeds and advised each other to truth and advised each other to patience.

Tafsir
Jalalain

(Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh) mereka tidak termasuk orang-orang yang merugi di dalam perniagaannya (dan nasihat-menasihati) artinya

sebagian di antara mereka menasihati sebagian yang lainnya (supaya menaati kebenaran) yaitu iman (dan nasihat-menasihati dengan kesabaran) yaitu di dalam menjalankan amal ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Alazhar

"Kecuali orang yang beriman." (pangkal ayat 3). Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang yang beriman.

Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa.

Manusia datang ke dunia ini sementara waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena ada kepercayaan;

ada tempat berlindung. Iman menyebabkan manusia insaf dari mana datangnya. Iman menimbulkan keinsafan guna

apa dia hidup di dunia ini, yaitu untuk berbakti kepada Maha Pencipta dan kepada sesama manusia. Iman menimbulkan keyakinan

bahwasanya sesudah hidup yang sekarang ini ada lagi hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang baqa.

Di sana kelak segala sesuatu yang kita lakukan selama masa hidup di dunia ini akan diberi nailainya oleh Allah. "Dan beramal shalih,"

bekerja yang baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun kenyataan pula,

dan manusia yang di keliling kita pun suatu kenyataan pula. Yang baik terpuji di sini,

yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalamjiwa itu dan telah menjadi keyakinan,

dengan sendinya menimbulkan perbuatan baik. Dalam kandungan perut ibu tubuh kita bergerak. Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak.

Maka hidup itu sendiri pun adalah gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama dengan mati.

Mengapa kita akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur? Tabiat tubuh kita sendiri pun adalah bergerak dan bekerja.

Kerja hanyalah satu dari dua, kerja baik atau kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita menghadapi dua kenyataan.

Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu kenang-kenangan orang yang tinggal.Dan kenyataan kedua ialah bahwa kita kembali ke hadhirat Tuhan.

Kalau kita beramal shalih di masa hidup, namun setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa

. Kadang-kadang kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita sendiri.

Dan sebagai Mu'min kita percaya bahwa di sisi Allah amalan yang kita tinggalkan itulah kekayaan

yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhirat Ilahi. Sebab itu tidaklah akan rugi masa hidup kita.

"Dan berpesan-pesanan dengan Kebenaran." Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat.

Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama manusia,

beri-memberi ingat apa yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama.

Ingat-memperingatkan pula mana yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.

Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak akan pernah merasa rugi. Karena setiap pribadi merasakan bahwa dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama.

Bertemulah pepatah yang terkenal: "Duduk seorang bersempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang."

Dan rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya seorang.

"Dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran." (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang nilai-nilai Kebenaran.

Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja. Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kikil.Percobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan.

Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup.

Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan.Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang juga.

Di dalam Al-Qur'an banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya,(Surat Fushshilat 41:35). Orang yang lemah akan rugilah.

Maka daripada pengecualian yang empat ini: (1) Iman, (2) Amal shalih, (3) Ingat-mengingat tentang Kebenaran,

(4) Ingat-mengingat tentang Kesabaran, kerugian yang mengancam masa hidup itu pastilah dapat dielakkan.Kalau tidak ada syarat yang empat ini rugilah seluruh masa hidup.

Ibnul Qayyim di dalam kitabnya "Miftahu Daris-Sa'adah" menerengkan: "Kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia,

hasillah tujuannya menuju kesempurnaan hidup. Pertama: Mengetahui Kebenaran. Kedua: Mengamalkan Kebenaran itu

. Ketiga: Mengajarkan kepada orang yang belum pandai memakaikannya. Keempat:

Sabar di dalam menyesuaikan diri dengan Kebenaran dan mengamalkan dan mengajarkannya. Jelaslah susunan yang empat itu di dalam Surat ini.

Dalam Surat ini Tuhan menerangkan martabat yang empat itu. Dan Tuhan bersumpah, demi masa,

bahwasanya tiap-tiap orang rugilah hidupnya kecuali orang yang beriman. Yaitu orang yang mengetahui kebenaran lalu mengakuinya. Itulah martabat pertama.

Beramal yang shalih, yaitu setelah Kebenaran itu diketahui lalu diamalkan; itulah martabat yang kedua.

Berpesan-pesanan dengan Kebenaran itu, tunjuk menunjuki jalan ke sana. Itulah martabat ketiga.

Berpesan-pesanan, nasihat-menasihati, supaya sabar menegakkan kebenaran dan teguh hati jangan bergoncang.

Itulah martabat keempat. Dengan demikian tercapailah kesempurnaan.Sebab kesempurnaan itu ialah sempurna pada diri sendiri dan menyempurnakan pula bagi orang lain.

Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Buat memenuhi kekuatan ilmiah ialah Iman.

Buat peneguh kekuatan amaliah ialah berbuat amal yang shalih. Dan menyempurnakan orang lain ialahdengan mengajarkannya kepada mereka dan mengajaknya bersabar dalam berilmu dan beramal.

Lantaran itu meskipun Surat ini pendek sekali namun isinya mengumpulkan kebajikan dengan segala cabang rantingnya.

Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan kitabnya mencukupi dari segala macam kitab,

pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan kebenaran." Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim.

Ar-Razi menulis pula dalam tafsirnya: "Dalam Surat ini terkandung peringatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugilah adanya,

kecuali barangsiapa yang berpegang dengan keempatnya ini. Yaitu: Iman, Amal Shalih,

Pesan-memesan kepada Kebenaran dan Pesan-memesan kepada Kesabaran. Itu menunjukkan bahwa keselamatan hidup bergantung kepada keempatnya,

jangan ada yang tinggal. Dan dapat juga diambil kesimpulan dari Surat ini bahwa mencari selamat bukanlah untuk diri sendiri saja

, melainkan disuruh juga menyampaikan, atau sampai-menyampaikan dengan orang lain. Menyeru kepada Agama,

Nasihat atas Kebenaran, Amar ma'ruf nahyi munkar, dan supaya mencintai atas saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.

Dua kali diulang tentang pesan-memesan, wasiat mewasiati, karena pada yang pertama menyerunya kepada jalan Allah dan pada yang kedua supaya berteguh hati menjalankannya.

Atau pada yang pertama menyuruh dengan ma'ruf dan pada yang kedua mencegah dari yang munkar.

Di dalam Surat Luqman, 21:17 dengan terang-terang ditulis wasiat Luqman kepada anaknya agar dia suka menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar dan bersabar atas apa pun jua yang menimpa diri.

Menurut keterangan Ibnu Katsir pula di dalam tafsirnya: "Suatu keterangan daripada Ath-Thabrani yang ia terima dari jalan Hamaad bin Salmah, dari Tsabit bin ‘Ubaidillah bin Hashn:

"Kalau dua orang sahabat Rasulullah SAW bertemu, belumlah mereka berpisah melainkan salah seorang

di antara mereka membaca Surat Al-‘Ashr ini terlebih dahulu, barulah mereka mengucapkan salam tanda berpisah."

Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan Hadis pertemuan dan perpisahan dua sahabat ini berkata: "Ada orang yang menyangka

bahwa ini hanya semata-mata tabarruk (mengambil berkat) saja. Sangka itu salah.Maksud membaca ketika akan berpisah ialah memperingatkan isi ayat-ayat, khusus berkenaan

dengan pesan-memesan Kebenaran dan pesan-memesan atas Kesabaran itu, sehingga menimbulkan kesan yang baik."

Imam Asy-Syafi'i berkata: "Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan Surat ini, sudah cukuplah itu baginya."

Syaikh Muhammad Abduh menafsirkan Surat ini dengan tersendiri, dan Sayid Rasyid Ridha pernah mencetak tafsir gurunya ini dengan sebuah buku tersendiri pula,

dan menjadi salah satu pelajaran kami di Sumatera Thawalib, Padang Panjang pada tahun 1922.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Asr | 103 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:1|

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

wailul likulli humazatil lumazah

Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,

Woe to every scorner and mocker

Tafsir
Jalalain

(Kecelakaanlah) lafal Al-Wail ini adalah kalimat kutukan, atau nama sebuah lembah di neraka Jahanam (bagi setiap pengumpat lagi pencela) artinya yang banyak mengumpat dan banyak mencela.

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka mengumpat Nabi saw. dan orang-orang mukmin, seperti Umaiyah bin Khalaf, Walid bin Mughirah dan lain-lainnya.

Alazhar

"Wailun!" "Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat." (pangkal ayat 1). Pengumpat ialah suka memburuk-burukkan orang lain; dan merasa bahwa dia saja yang benar.

Kerapkali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan orang itu, padahal kalau berhadapan dia bermulut manis: "Pencela." (ujung ayat 1).

Tiap-tiap pekerjaan orang, betapa pun baiknya, namun bagi dia ada saja cacatnya, ada saja celanya. Dan dia lupa memperhatikan cacat dan cela yang ada pada dirinya sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 1 |

Tafsir ayat 1-9

Al-hammaz dan al-lammaz, bedanya: Kalau yang pertama melalui ucapan, sedangkan yang kedua melalui perbuatan. Makna yang dimaksud ialah tukang mencela orang lain dan menjatuhkan mereka. Penjelasan mengenai maknanya telah disebutkan di dalam tafsir firman-Nya:


هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ


yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur hasutan. (Al-Qalam:11) Ibnu Abbas mengatakan bahwa humazah lumazah artinya tukang menjatuhkan orang lain lagi pencela. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa al-humazah

mengejek di hadapan, sedangkan lumazah mengejek dari belakang.Qatadah mengatakan bahwa humazah lumazah mencela orang lain dengan lisan dan matanya, dan suka mengumpat serta menjatuhkan orang lain.Mujahid mengatakan

bahwa humazah dengan tangan dan mata, sedangkan lumazah dengan lisan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa makna yang dimaksud ialah memakan daging orang lain,

yakni mengumpat. Kemudian sebagian dari ulama mengatakan bawah orang yang dimaksud ialah Al-Akhnas ibnu Syuraiq, dan pendapat yang lain mengatakan selain dia. Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ini umum. Firman Allah Swt.:


{الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ}


yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. (Al-Humazah: 2)Yakni menghimpun sebagiannya dengan sebagian yang lain dan menghitung-hitung jumlahnya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَجَمَعَ فَأَوْعى


Serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arrij: 18) Demikianlah menurut As-Saddi-dan Ibnu Jarir. Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: menghimpun harta

dan menghitung-hitungnya. (Al-Humazah: 2) Yaitu di siang hari terlena dengan harta bendanya dan merasa asyik dengannya; dan apabila malam hari tiba, maka ia tidur bagaikan bangkai yang telah membusuk.Firman Allah Swt.:


{يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ}


dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (Al-Humazah: 3) Manusia itu mengira bahwa dengan mengumpulkan harta, maka hidupnya di dunia ini akan kekal, maka disanggah oleh firman selanjutnya:


{كَلا}


Sekali-kali tidak! (Al-Humazah: 4) Yakni perkara yang sebenarnya tidaklah seperti yang mereka kira dan mereka dugakan. Kemudian disebutkan oleh firman selanjutnya keadaan yang sebenarnya, yaitu:


{لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ}


Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Hutamah. (Al-Humazah: 4) Sesungguhnya orang yang menghimpun harta dan yang menghitung-hitungnya itu akan dicampakkan ke dalam Hutamah.

Dan Hutamah adalah nama lain dari neraka, dinamakan demikian karena ia meremukredamkan orang yang dimasukkan ke dalamnya. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ}


Dan tahukah kamu apa Hutamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. (Al-Humazah: 5-7) Sabit Al-Bannani mengatakan bahwa api neraka Hutamah membakar mereka sampai ke hatinya,

sedangkan mereka dalam keadaan tetap hidup. Dan bilamana azab mencapai puncaknya, maka mereka hanya dapat menjerit dan menangis merasakan sakitnya yang tiada terperikan. Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa

api neraka Hutamah membakar semua anggota tubuh penghuninya; dan apabila api itu sampai ke hatinya dan mencapai batas tenggorokannya, maka kembalilah api itu ke tubuhnya.Firman Allah Swt.:


{إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ}


Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Al-Humazah: 8) Yakni bila mereka semua telah berada di dalamnya, maka pintunya ditutup rapat, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-Balad.

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Siraj, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Harzad, telah menceritakan kepada kami

Syuja' ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Al-Humazah: 8)

Artinya, ditutup rapat. Hadis ini telah diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdullah ibnu Asad, dari Ismail ibnu Khalid, dari Abu Saleh dan dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah tidak sampai kepada Nabi Saw. Firman Allah Swt.:


{فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ}


(sedangkan mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (Al-Humazah: 9) Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa tiang-tiang itu dari besi. As-Saddi mengatakan dari api. Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (sedangkan mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (Al-Humazah: 9) Yakni pintu-pintu yang diberi palang. Qatadah mengatakan di dalam qiraat Abdullah ibnu Mas'ud,

bahwa sesungguhnya mereka di dalamnya dikunci semua pintunya dengan palang-palang yang panjang.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka dimasukkan ke dalam pasungan, sedangkan di leher

mereka ada belenggunya, lalu ditutup rapatlah semua pintunya. Qatadah mengatakan bahwa kami berbincang-bincang bahwa mereka diazab di dalam neraka. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh

Ibnu Jarir.Abu Saleh telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (sedangkan mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (Al-Humazah: 9) Yaitu belenggu-belenggu yang berat.

Surat Al-Humazah |104:2|

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

allażii jama'a maalaw wa 'addadah

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,

Who collects wealth and [continuously] counts it.

Tafsir
Jalalain

(Yang mengumpulkan) dapat dibaca Jama'a dan Jamma'a (harta dan menghitung-hitungnya) dan menjadikannya sebagai bekal untuk menghadapi bencana dan malapetaka.

Alazhar

"Yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya." (ayat 2). Yang menyebabkan dia mencela dan menghina orang lain,

memburuk-burukkan siapa saja ialah karena kerjanya sendiri hanya mengumpulkan harta kekayaan buat dirinya.

Supaya orang jangan mendekat, dipagarinya dirinya dengan memburukkan dan menghina orang. Karena buat dia tidak ada kemuliaan,

tidak ada kehormatan dan tidak akan ada harga kita dalam kalangan manusia kalau saku tidak berisi.

Tiap-tiap membumbung menggelembung isi puranya, tiap-tiap naik melangit pula suaranya.

Dia benci kepada kebaikan dan kepada orang yang berbuat baik. Dia benci kepada pembangunan untuk maslahat umum. Asal ada orang datang mendekati dia,

dsangkanya akan meminta hartanya saja. Kadang-kadang orang dikata-katainya. Tidak atau jarang sekali dia berfikir bahwa perbuatannya mengumpat dan mencela dan memburukkan orang lain adalah satu kesalahan besar

dalam masyarakat manusia beriman, yang akan menyebabkan kesusahan bagi dirinya sendiri di belakang hari. Sebab,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:3|

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ

yaḥsabu anna maalahuuu akhladah

dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.

He thinks that his wealth will make him immortal.

Tafsir
Jalalain

(Dia menduga) karena kebodohannya (bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya) dapat menjadikannya hidup kekal dan tidak mati.

Alazhar

"Dia menyangka bahwa hartanya itulah yang akan memeliharanya."(ayat 3) Tidak atau jarang sekali dia berfikir

bahwa perbuatannya mengumpat dan mencela dan memburukkan orang lain adalah satu kesalahan besar dalam masyarakat manusia beriman,

yang akan menyebabkan kesusahan bagi dirinya sendiri di belakang hari. Sebab: "Dia menyangka bahwa hartanya itulah yang akan memeliharanya."(ayat 3).

Dengan harta bendanya itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan penyakit, dari bahaya terpencil dan dari kemurkaan Tuhan.

Karena jiwanya telah terpukau oleh harta bendanya itu menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan mati,

sihat ini akan sakit, kuat ini akan lemnh. Menjadi bakhillah dia, kikir dan mengunci erat peti harta itu dengan sikap kebencian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:4|

كَلَّا ۖ لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ

kallaa layumbażanna fil-ḥuthomah

Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (Neraka) Hutamah.

No! He will surely be thrown into the Crusher.

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali tidak!) kalimat ini mengandung makna sanggahan. (Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan) menjadi Jawab Qasam dari lafal yang tidak disebutkan;

artinya sesungguhnya dia benar-benar akan dicampakkan (ke dalam Huthamah) dan segala sesuatu yang dimasukkan ke dalamnya pasti hancur berkeping-keping.

Alazhar

"Sekali-kali tidak!" (pangkal ayat 4). Artinya bahwa pekerjaannya mengumpulkan harta benda itu,

yang disangkanya akan dapat memelihara dirinya dari sakit, dari tua, dari mati ataupun dari azab siksa neraka,

tidaklah benar; bahkan "Sesungguhnya dia akan dihumbankan ke Huthamah," (ujung ayat 4).

Sebab dia bukanlah seorang yang patut dihargai. Dia mengumpulkan dan menghitung-hitung harta,

namun dia mencela dan menghina dan memburuk-burukkan orang lain, mengumpat dan menggunjing.

Orang itu tidak ada faedah hidupnya. Nerakalah akan tempatnya. Huthamah nama neraka itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:5|

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ

wa maaa adrooka mal-ḥuthomah

Dan tahukah kamu apakah (Neraka) Hutamah itu?

And what can make you know what is the Crusher?

Tafsir
Jalalain

(Dan tahukah kamu) atau apakah kamu mengetahui (apa Huthamah itu)

Alazhar

"Dan sudahkah engkau tahu?" – ya Utusan Tuhan – "Apakah Huthamah itu?" (ayat 5)

. ersifat pertanyaan dari Tuhan kepada Nabi-Nya untuk menarik perhatian beliau tentang ngerinya Huthamah itu!

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:6|

نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ

naarullohil-muuqodah

(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,

It is the fire of Allah, [eternally] fueled,

Tafsir
Jalalain

(Yaitu api -yang disediakan- Allah yang dinyalakan) yang dinyalakan dengan besarnya.

Alazhar

"(Ialah) Api neraka yang dinyalakan." (ayat 6). Karena selalu dinyalakan, berarti tidak pernah dibiarkan lindap apinya,

bernyala terus, karena ada malaikat yang dikhususkan kerjanya menjaga selalu kenyalaan itu, lantaran itu maka berkobarlah dia terus.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:7|

الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ

allatii taththoli'u 'alal-af`idah

yang (membakar) sampai ke hati.

Which mounts directed at the hearts.

Tafsir
Jalalain

(Yang naik) maksudnya panasnya naik membakar (sampai ke hati) lalu membakarnya; rasa sakit yang diakibatkan api neraka jauh lebih memedihkan daripada api lainnya, karena api neraka sangat lembut dan dapat memasuki pori-pori, lalu membakar hati.

Alazhar

"Yang menjulang ke atas segala hati itu." (ayat 7).Maka hanguslah selalu, terpangganglah selalu hati mereka itu.

Yaitu hati yang sejak dari masa hidup di dunia penuh dengan kebusukan,merugikan orang lain untuk keuntungan diri sendiri, menginjak-injak orang lain untuk kemuliaan diri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:8|

إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ

innahaa 'alaihim mu`shodah

Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,

Indeed, Hellfire will be closed down upon them

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya api itu atas mereka) di dalam ayat ini Dhamir dijamakkan karena memandang dari segi makna (ditutup rapat-rapat) dapat dibaca Mu`shadah dan Muushadah; artinya mereka dibakar dengan api itu dalam keadaan ditutup rapat.

Alazhar

"Sesungguhnya neraka itu, atas mereka dikunci erat." (ayat 8). Artinya, setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi, dikunci mati di dalamnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Humazah |104:9|

فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

fii 'amadim mumaddadah

(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

In extended columns.

Tafsir
Jalalain

(Pada tiang-tiang) dapat dibaca 'Amadin dan 'Umudin (yang panjang) lafal ini menjadi sifat dari lafal sebelumnya; dengan demikian maka api itu berada dalam tiang-tiang tersebut.

Alazhar

"Dengan palang-palang yang panjang melintang." (ayat 9).Kalau difikirkan secara mendalam,

ancaman sekejam ini adalah wajar dan setimpal terhadap manusia-manusia yang bersifat seperti digambarkan dia dalam ayat itu: pengumpat pencela,

mengumpul harta dan menghitung-hitung, dengan mata yang jeli melihat ke kiri dan ke kanan, kalau-kalau ada orang yang mendekat akan meminta. Sikapnya penuh rasa benci.

Dan bila harta-benda itu telah masuk ke dalam simpanannya, jangan diharap akan keluar,

kecuali untuk membeli kain kafannya. Setelah harta itu masuk jauh, jangan seorang jua pun yang tahu.

Maka hukuman yang akan diterimanya kelak, yaitu dimasukkan ke dalam neraka yang bernama Huthamah,

yang apinya bernyala terus, dan nyala api itu akan membakar jantung hatinya selalu, hati yang penuh purbasangka. Semua itu adalah ancaman yang sepadan.

Dan kemudian pintu neraka Huthamah itu ditutup rapat-rapat, setelah mereka berada di dalamnya, dikunci pula mati-mati, bahkan diberi palang yang panjang melintang sehingga tidak dapat dihungkit lagi,

seimbang pulalah dengan sikap mereka tatkala di dunia dahulu, mengunci rapat pura pundi-pundi atau peti uangnya, yang tidak boleh didekati oleh siapa saja.

Kadang-kadang orang yang seperti ini tidak keberatan mengurbankan agamanya, tanah-airnya,

atau perikesopanannya kaumnya asal dia mendapat uang yang akan dikumpulkan itu.Kadang-kadang anak kandungnya atau saudara kandungnya kalau masih akan dapat memberi keuntungan harta baginya,

tidaklah dia keberatan mengurbankan. Hati itu sudah sangat membatu, sehingga tidak ada perasaan halus lagi. Jika disalai,

disangai, atau disula dengan api laksana mengelabu, tidak jugalah lebih dari patut.Kita berdoa moga-moga janganlah kita ditimpa

penyakit seperti: membatu hati dalam dunia karena harta dan disangai, dinyalai api di neraka Huthamah karena telah membatu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Humazah | 104 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fil |105:1|

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ

a lam taro kaifa fa'ala robbuka bi`ash-ḥaabil-fiil

Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?

Have you not considered, [O Muhammad], how your Lord dealt with the companions of the elephant?

Tafsir
Jalalain

(Apakah kamu tidak memperhatikan) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna takjub; artinya sepatutnya kamu merasa takjub (bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah)

orang yang mempunyai gajah itu bernama Mahmud yang disertai oleh teman-temannya, yaitu raja negeri Yaman yang bernama Abrahah berikut tentaranya.

Dia telah membangun sebuah gereja di Shan'a dengan tujuan supaya orang-orang berpaling dari menziarahi Mekah dan tidak menziarahinya lagi.

Pada suatu hari ada seseorang lelaki dari Kinanah telah membuat kejadian di gereja tersebut, ia melumuri bagian gereja yang dijadikan kiblat dengan kotoran unta dengan maksud menghinanya.

Abrahah bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah. Lalu ia datang ke Mekah bersama tentaranya, beserta gajah-gajah milik Mahmud tadi.

Ketika mereka mulai bergerak hendak menghancurkan Ka’bah, Allah mengirimkan kepada mereka apa yang dikisahkan-Nya melalui firman selanjutnya yaitu:

Alazhar

"Tidakkah engkau perhatikan?" (pangkal ayat 1). Atau tidaklah engkau mendengar berita: "Bagaimana Tuhan engkau berbuat terhadap orang-orang yang mempunyai gajah?" (ujung ayat 1).

Pertanyaan Allah seperti ini adalah untuk memperkuat berita penting itu, yang ditujukan mulanya kepada Nabi SAW namun maksudnya ialah untuk ummat yang percaya seumumnya.

Kisah orang-orang yang mempunyai gajah ini adalah tersebut dengan selengkapnya di dalam kitab Sirah Ibnu Hisham, pencatat riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang terkenal.

Ketika itu Tanah Arab bahagian Selatan adalah di bawah kekuasaan Kerajaan Habsyi. Najasyi (Negus) menanam wakilnya di Arabia Selatan itu bernama Abrahah.

Sebagaimana kita ketahui, Kerajaan Habsyi adalah pemeluk Agama Kristen. Untuk menunjukkan jasanya kepada Rajanya,

Abrahah sebagai Wakil Raja atau Gubernur telah mendirikan sebuah gereja di Shan'aa diberinya nama Qullais.

Dibuatnya gereja itu sangat indahnya sehingga jaranglah akan tandingnya di dunia di masa itu.Setelah selesai dikirimnyalah berita kepada Najasyi: "Telah aku dirikan sebuah gereja,

ya Tuanku! Dan aku percaya belumlah ada raja-raja sebelum Tuanku mendirikan gereja semegah ini.

Namun hatiku belumlah puas orang Arab yang selama ini berhaji ke Makkah, aku palingkan hajinya ke gereja Tuanku itu."

Berita isi surat yang pongah ini sampai ke telinga bangsa Arab, sehingga mereka gelisah. Maka bangkitlah marah seorang pemuka Arab karena tempat mereka berhaji akan dialihkan dengan kekerasan.

Menurut Ibnu Hisyam orang itu ialah dari kabilah Bani Faqim in ‘Adiy. Maka pergilah dia sembunyi-sembunyi ke gereja itu,

dia masuk ke dalam, dan di tengah-tengah gereja megah itu diberakinya. Setelah itu dia pun segera pulang ke negerinya.

Berita ini disampaikan orang kepada Abrahah. Lalu dia bertanya: "Siapakah yang membuat pekerjaan kotor ini?"

Ada orang menjawab: "Yang berbuat kotor ini adalah orang yang membela rumah yang mereka hormati itu,

tempat mereka tiap tahun naik haji, di Makkah. Setelah dia mendengar maksud Paduka Tuan hendak memalingkan haji orang Arab

dari rumah yang mereka sucikan kepada gereja ini orang itu marah lalu dia masuk ke dalam gereja ini dan diberakinya,

untuk membuktikan bahwa gereja ini tidaklah layak buat pengganti rumah mereka yang di Makkah itu."

Sangatlah murka Abrahah melihat perbuatan itu, dan bersumpahlah dia; akan segera berangkat ke Makkah, untuk meruntuhkan rumah itu!

Dikirimnya seorang utusan kepada Bani Kinanah, mengajak mereka mempelopori naik haji ke gereja yang didirikannya itu.

Tetapi sesampai utusan itu ke negeri Bani Kinanah dia pun mati dibunuh orang.Itu pun menambah murka dan sakit hati Abrahah.Maka disuruhnyalah tentara Habsyinya bersiap.

Setelah siap mereka pun berangkat menuju Makkah. Dia sendiri mengendarai seekor gajah, diberinya nama Mahmud.

Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka'bah sangatlah mereka terkejut

dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka'bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka.

Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini.

Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah.

Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: "Janganlah saya Tuan bunuh.

Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup." Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.

Abrahah pun meneruskan perjalanannya. Sesampai di negeri orang Khats'am tampil pula pemimpin Arab bernama Nufail bin Habib Al-Khats'amiy memimpin dua kabilah Khats'am,

yaitu Syahran dan Nahis dan beberapa kabilah lain yang mengikutinya. Mereka pun berperang pula melawan Abrahah,

tetapi Nufail pun kalah dan tertawan pula. Ketika dia akan dibunuh dia pun berdatang sembah: "Tak usah saya tuan bunuh,

bebaskanlah saya supaya saya menjadi petunjuk jalan tuan di negeri-negeri Arab ini."Dua kabilah ini, Syahran dan Nahis adalah turut perintah Tuan. Permintaannya itu pun dikabulkan oleh Abrahah

dan tetaplah dia berjalan di samping Abrahah menjadi penunjuk jalan, sehingga sampailah tentara itu di Thaif.

Sampai di Thaif pemuka Tsaqif yang bernama Mas'ud bin Mu'attib bersama beberapa orang pemuka lain

datang menyongsong kedatangan Abrahah, lalu mereka menyatakan ketundukan.Dia berkata: "Wahai Raja! Kami adalah hambasahaya Tuan, kami tunduk takluk ikut perintah,

tidak ada kami bermaksud melawan Tuan. Di negeri ini memang ada pula sebuah rumah yang kami puja dan muliakan (yang dimaksudnya ialah berhala yang bernama Al-Laata).

Namun kami percaya bukanlah berhala kami ini yang Tuan maksud akan diruntuhkan. Yang Tuan maksud tentulah Ka'bah yang di Makkah.

Kami bersedia memberikan penunjuk jalan buat Tuan akan menuju negeri Makkah itu.

" Lalu mereka berikan seorang penunjuk jalan bernama Abu Raghaal! Lantaran itu Abrahah pun melanjutkan perjalanan dengan Abu Raghaal sebagai penunjuk jalan

, sampai mereka dapat istirahat di satu tempat bernama Mughammis, suatu tempat sudah dekat ke Makkah dalam perjalanan dari Thaif.

Sesampai mereka berhenti di Mughammis itu tiba-tiba matilah Abu Raghaal si penunjuk jalan itu.

Kubur Abu Raghaal itu ditandai oleh orang Arab, maka setiap yang lalu lintas di dekat situ melempari kubur itu.

Setelah Abrahah berhenti dengan tentaranya di Mughammis itu diutusnyalah seorang utusan dari bangsa Habsyi ke negeri Makkah.

Nama utusan itu Aswad bin Maqfud. Dia pergi dengan naik kuda. Setelah dia sampai di wilayah Makkah dirampasinyalah harta-benda penduduk Tihamah dari Quraisy dan Arab yang lain.

Termasuk 200 ekor unta kepunyaai Abdul Muthalib bin Hasyim, yang ketika itu menjadi orang yang dituakan dan disegani dalam kalangan Quraisy.

Melihat perbuatan dan perampasan yang dilakukan oleh patroli Abrahah yang bernama Aswad bin Maqfud itu naik darahlah orang Quraisy,

orang Kinanah dan Kabilah Huzail yang semuanya hidup dikeliling Makkah yang berpusat kepada Ka'bah,

sehingga mereka pun telah menyatakan bersiap hendak berperang melawan Abrahah.

Tetapi setelah mereka musyawaratkan dengan seksama, mereka pun mendapat kesimpulan bahwa tidaklah seimbang

kekuatan mereka hendak melawan dengan besarnya angkatan perang musuh. Sebab itu perang tidaklah dijadikan.

Lalu Abrahah mengirim lagi perutusannya di bawah pimpinan Hunathah Al-Himyariy ke Makkah, hendak mencari hubungan dengan pemuka-pemuka Makkah dan ketua-ketuanya.

Lalu utusan itu menyampaikan pesan Abrahah: "Kami datang ke mari bukanlah untuk memerangi kalian.

Kedatangan kami hanyalah semata-mata hendak menghancurkan rumah ini. Kalau kalian tidak mencoba melawan kami,

selamatlah nyawa dan darah kalian." Dan Abrahah berpesan pula: "Kalian memang penduduk Makkah tidak hendak melawan kami,

suruhlah salah seorang ketua Makkah datang menghadapnya ke Mughammis!" Hunathah itu pun datanglah ke Makkah menyampaikan titah raja yang tegas itu.

Setelah orang yang ditemuinya menyatakan bahwa pemimpin dan ketua mereka ialah Abdul Muthalib bin Hasyim.

Lalu datanglah dia menuju Abdul Muthalib dan menyampaikan titah raja yang tegas itu. Mendengar pesan raja itu berkatalah Abdul Muthalib:

"Demi Allah tidaklah kami bermaksud hendak berperang dengan dia. Kekuatan kami tidak cukup untuk memeranginya.

Rumah ini adalah Rumah Allah, Bait Allah Al-Haram, dan Rumah Khalil Allah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan rumah-Nya dari diruntuhkan,

itulah urusan Allah sendiri. Kalau dibiarkannya rumah-Nya diruntuh orang, apalah akan daya kami. Kami tak kuat mempertahankannya."

Berkata Hunathah: "Kalau begitu tuan sendiri harus datang menghadap baginda. Saya diperintahkan mengiringkan Tuan."

"Baiklah", kata Abdul Muthalib. Maka beliau pun pergilah bersama Hunathah menghadap Raja.

Beliau diiringkan oleh beberapa orang puteranya sehingga sampailah mereka ke tempat perhentian laskar itu.

Lalu dinyatakannya keadaan Dzu Nafar yang tertawan itu, sebab dia adalah sahabat lamanya,

sehingga dia pun diizinkan menemuinya dan masuk ke dalam tempat tahanannya.

Dia bertanya kepada Dzu Nafar: "Hai Dzu Nafar! Adakah pendapat yang dapat engkau berikan kepadaku tentang kemusykilan yang aku hadapi ini?"

Dzu Nafar menjawab: "Tidak ada pendapat yang dapat diberikan oleh seorang yang dalam tawanan raja,

yang menunggu akan dibunuh saja, entah pagi entah petang. Tak ada nasihat yang dapat saya berikan.Cuma ada satu! Yaitu pawang gajah selalu menjaga gajah raja itu, Unais namanya.

Dia adalah sahabatku. Saya akan mengirim berita kepadanya tentang halmu dan saya akan memesan bahwa engkau sahabatku supaya dia pun mengerti bahwa engkau ini orang penting.

Moga-moga dengan perantaraannya engkau dapat menghadap raja. Supaya engkau dapat menumpahkan perasaanmu di hadapannya,

dan supaya Unais pun dapat memujikan engkau di hadapan baginda. Moga-moga dia sanggup."

"Baiklah", kata Abdul Muthalib.Lalu Dzu Nafar mengirim orang kepada Unais pengawal gajah raja.

Kepada Unais itu Dzu Nafar memesankan siapa Adbul Muthalib. Bahwa dia adalah ketua orang Quraisy,

yang empunya sumur Zamzam yang terkenal itu, yang memberi makan orang yang terlantar di tanah rendah dan memberi makan binatang buas di puncak-puncak bukit

. Untanya 200 ekor dirampas hamba-hamba raja, dia mohon izin menghadap baginda, dan engkau usahakanlah supaya pertemuan itu berhasil.

"Saya sanggupi", kata Unais. Maka Unais pun datanglah menghadap raja mempersembahkan darihal Abdul Muthali itu: "Daulat Tuanku, beliau adalah Ketua Quraisy."

Dia telah berdiri di hadapan pintu Tuanku, ingin menghadap. Dialah yang menguasai Zamzam di Makkah.

Dialah yang memberi makanan manusia di tanah rendah dan memberi makanan binatang buas di puncak gunung-gunung.

Beri izinlah dia masuk, Tuanku. Biarlah dia menyampaikan apa yang terasa di hatinya."

"Suruhlah dia masuk", titah Raja.Abdul Muthalib adalah seorang yang rupawan, berwajah menarik dan berwibawa, besar dan jombang.

Baru saja dia masuk, ada sesuatu yang memaksa Abrahah berdiri menghormatinya dan menjemputnya ke pintuk khemah.

Abrahah merasa tidaklah layak orang ini akan duduk di bawah dari kursinya.

Sebab itu baginda sendirilah yang turun dari kursi dan sama duduk di atas hamparan itu berdekat dengan Abdul Muthalib.

Kemudian itu bertitahlah baginda kepada penterjemah: "Suruh katakanlah apa hajatnya!"

Abdul Muthalib menjawab dengan perantaraan penterjemah: "Maksud kedatanganku ialah memohonkan kepada raja agar unta kepunyaanku,

200 ekor banyaknya, yang dirampas oleh hambasahaya baginda, dipulangkan kepadaku."

Raja menjawab dengan perantaraan penterjemah: "Katakan kepadanya: Mulai dia masuk aku terpesona melihat sikap dan rupanya,

yang menunjukkan dia seorang besar dalam kaumnya. Tetapi setelah kini dia mengemukakan soal untanya 200 ekor yang dirampas oleh orang-orangku,

dan dia tidak membicarakan sama-sekali, tidak ada reaksinya sama-sekali tentang rumah agamanya

dan rumah agama nenek-moyangnya yang aku datang sengaja hendak meruntuhkannya, menjadi sangat kecil dia dalam pandanganku."

Abdul Muthalib menjawab: "Saya datang ke mari mengurus unta itu, karena yang empunya unta itu ialah aku sendiri.

Adapun soal rumah itu, memang sengaja tidak saya bicarakan. Sebab rumah itu ada pula yang empunya, yaitu Allah. Itu adalah urusan Allah."

Dengan sombong Abrahah menjawab: "Allah itu sendiri tidak akan dapat menghambat maksudku!"

Abdul Muthalib menjawab: "Itu terserah Tuan, aku datang ke mari hanya mengurus untaku."

Unta yang 200 ekor itu pun disuruh dikembalikan oleh Abrahah. Abdul Muthalib pun segeralah kembali ke Makkah, memberitahukan kepada penduduk Makkah pertemuannya dengan Abrahah.

Lalu dia memberi nasihat supaya seluruh penduduk Makkah segera meninggalkan Makkah,

mengelakkan diri ke puncak-puncak bukit keliling Makkah atau ke lurah-lurah,agar jangan sampai terinjak terlindis oleh tentara yang akan datang mengamuk.

Setelah itu, dengan diiringkan oleh beberapa pemuka Quraisy, Abdul Muthalib pergi ke pintu Ka'bah

dipegangnya teguh-teguh gelang pada pintunya lalu mereka berdoa bersama-sama menyeru Allah, memohon pertolongan,

dan agar Allah memberikan pembalasannya kepada Abrahah dan tentaranya. Sambil memegang gelang pintu Ka'bah itu dia bermohon:

Ya Tuhanku! Tidak ada yang aku harap selain Engkau! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Engkau!

Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.

Setelah selesai bermunajat kepada Tuhan dengan memegang gelang pintu Ka'bah itu,

Abdul Muthalib bersama orang-orang yang mengiringkannya pun mengundurkan diri, lalu pergi ke lereng-lereng bukit,

dan di sanalah mereka berkumpul menunggu apakah yang akan diperbuat Abrahah terhadap negeri Makkah bilamana dia masuk kelak.

Setelah pagi besoknya bersiaplah Abrahah hendak memasuki Makkah dan dipersiapkanlah gajahnya. Gajah itu diberinya nama Mahmud. Dan Abrahah pun telah bersiap-siap hendak pergi meruntuhkan Ka'bah,

dan kalau sudah selesai pekerjaannya itu kelak dia bermaksud hendak segera pulang ke Yaman.Setelah dihadapkannya gajahnya itu menuju Makkah, mendekatlah orang tawanan yang dijadikan penunjuk jalan itu,

dari Kabilah Khats'am yang bernama Nufail bin Habib itu. Dia dekati gajah tersebut, lalu dipegangnya telinga gajah itu dengan lemah-lembutnya dan dia berbisik:

"Kalau engkau hendak dihalau berjalan hendaklah engkau tengkurup saja, hai Mahmud! Lebih cerdik bila engkau pulang saja ke tempat engkau semula di negeri Yaman.

Sebab engkau sekarang hendak dikerahkan ke Baladillah Al-Haram (Tanah Allah yang suci lagi bertuah)."

Selesai bisikannya itu dilepaskannyalah telinga gajah itu. Dan sejak mendengar bisikan itu gajah tersebut terus tengkurup,

tidak mau berdiri. Nufail bin Habib pun pergilah berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu, menuju sebuah bukit.

Maka datanglah masa akan berangkat. Gajah disuruh berdiri tidak mau berdiri.

Dipukul kepalanya dengan tongkat penghalau gajah yang agak runcing ujungnya, supaya dia segera berdiri.

Namun dia tetap duduk tak mau bergerak. Diambil pula tongkat lain, ditonjolkan ke dalam mulutnya supaya dia berdiri,

namun dia tidak juga mau berdiri. Lalu ditarik kendalinya dihadapkan ke negeri Yaman; dia pun segera berdiri,

bahkan mulai berjalan kencang. Lalu dihadapkan pula ke Syam. Dengan gembira dia pun berjalan cepat menuju Syam.

Lalu dihadapkan pula ke Timur, dia pun berjalan kencang. Kemudian dihadapkan dia ke Makkah, dia pun duduk kembali, tidak mau bergerak.

Padahal Abrahah sudah siap, tentaranya pun sudah siap.Dalam keadaan yang demikian itu,

demikian uraian Ibnu Hisyam dalam Siirahnya nampaklah di udara beribu-ribu ekor burung terbang menuju mereka.

Datangnya dari jurusan laut. Burung itu membawa tiga butir batu; sebutir di mulutnya dan dua butir digenggamnya dengan kedua belah kakinya.

Dengan serentak burung-burung itu menjatuhkan batu yang di bawanya itu ke atas diri tentara-tentara yang banyak itu.

Mana yang kena terpekik kesakitan karena saking panasnya. Berpekikan dan berlarianlah mereka,

tumpang siur tidak tentu arah, karena takut akan ditimpa batu kecil-kecil itu yang sangat panas membakar itu. Lebih banyak kena daripada yang tidak kena.

Semua menjadi kacau-balau dan ketakutan. Mana yang kena terkaparlah jatuh, dan yang tidak sampai kena hendak segera lari kembali ke Yaman. Mereka cari Nufail bin Habib

untuk menunjuki jalan menuju Yaman, namun dia tidak mau lagi, malahan dia bersyair:

"Kemana akan lari, Allahlah yang mengejar, Asyram (Abrahah) yang kalah, bukan dia yang menang."

Kucar-kacirlah mereka pulang. Satu demi satu mana yang kena lontaran batu itu jatuh.

Dan yang agak tegap badannya masih melanjutkan pelarian menuju negerinya, namun di tengah jalan mereka berjatuhan juga.

Adapun Abrahah sendiri yang tidak terlepas dari lontaran batu itu masih sempat naik gajahnya menuju Yaman,

namun di tengah jalan penyakitnya bertambah membahayakan. Terkelupas kulitnya, gugur dagingnya,

sehingga sesampainya di negeri Yaman boleh dikatakan sudah seperti anak ayam menciap-ciap. Lalu mati dalam kehancuran.

Maka terkenallah tahun itu dengan nama "Tahun Gajah". Menurut keterangan Nabi SAW sendiri dalam sebuah Hadis yang shahih,

beliau dilahirkan adalah dalam tahun gajah itu. Demikianlah disebutkan oleh Al-Mawardi di dalam tafsirnya.

Dan tersebut pula di dalam kitab I'lamun Nubuwwah, Nabi SAW dilahirkan 12 Rabiul Awwal, 50 hari saja sesudah kejadian bersejarah kehancuran tentara bergajah itu.

Setelah Nabi kita SAW berusia 40 tahun dan diangkat Allah menjadi Rasul SAW masih didapati dua orang peminta-minta di Makkah,

keduanya buta matanya. Orang itu adalah sisa dari pengasuh-pengasuh gajah yang menyerang Makkah itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fil | 105 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

Ini mempakan nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum Quraisy, karena Allah telah menyelamatkan mereka dari serangan tentara bergajah, yang sejak semula telah bertekad akan merobohkan Ka'bah

dan meratakannya dengan tanah hingga tiada bekas-bekasnya lagi. Maka Allah memusnahkan mereka dan menjadikan mereka kalah serta usaha mereka menjadi sia-sia, begitu pula tiada hasilnya dari kerja mereka; Allah mengusir

mereka dengan cara yang buruk dan akibat yang mengecewakan.Mereka adalah kaum Nasrani, dan agama mereka saat itu lebih mirip keadaannya dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, yaitu menyembah berhala

Peristiwa ini terjadi sebagai irhas dan pendahuluan bagi akan diutus-Nya Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya di tahun itu Nabi Muhammad —menurut pendapat yang terkenal— dilahirkan. Dan seakan-akan takdir Allah Swt

telah menetapkan bahwa hai golongan orang-orang Quraisy, Kami menolong kalian bukanlah karena kalian lebih baik daripada orang-orang Habsyah itu, tetapi karena memelihara Baitul 'Atiq yang akan Kami muliakan,

Kami agungkan, dan Kami hormati dengan diutusnya seorang nabi yang ummi, yaitu Muhammad Saw. penutup para nabi.Berikut ini adalah kisah tentara bergajah secara ringkas, padat, tetapi mendekati kebenaran.

Dalam kisah orang-orang yang dimasukkan di dalam parit berapi telah disebutkan bahwa Zu Nuwas, raja terakhir orang-orang Himyar yang musyrik; dialah orang yang membunuh kaum Nasrani dengan memasukkan

mereka ke dalam parit yang berapi, jumlah mereka yang dibunuh olehnya kurang lebih ada dua puluh ribu orang. Tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali Daus yang dijuluki dengan panggilan Zu Sa'labain.Daus melarikan

diri dan meminta pertolongan kepada Kaisar raja di negeri Syam, yang juga seagama dengannya, yaitu pemeluk agama Nasrani. Maka Kaisar berkirim surat perintah kepada Raja Najasyi di negeri Habsyah, mengingat letak

geografis Habsyah lebih dekat ke negeri Yaman.Maka Raja Najasyi mengirimkan dua orang panglima perangnya— yaitu Aryat dan Abrahah ibnus Sabah Abu Yaksum— dengan membawa pasukan yang sangat banyak

jumlahnya. Maka mereka memasuki negeri Yaman dan mereka merajalela di kota-kotanya, lalu merebut kerajaan negeri Yaman dari tangan orang-orang Himyar, sedangkan Zu Nuwas sendiri tewas karena tenggelam di laut.

Dan Habsyah menjadikan negeri Yaman sebagai negeri yang berdiri sendiri di bawah pimpinan kedua panglima tersebut, yaitu Aryat dan Abrahah. Lalu keduanya berselisih pendapat mengenai siapa di antara keduanya yang

berhak menjadi raja di negeri Yaman; keduanya berupaya menjatuhkan yang lainnya. Pada akhirnya salah satu pihak berkata kepada pihak lawannya, "Kita tidak perlu mengorbankan prajurit yang tidak berdosa di antara kita,

lebih baik kita perang tanding saja antara aku dan kamu. Maka barang siapa yang dapat mengalahkan lawannya dan berhasil membunuhnya, dialah yang berhak menjadi raja di negeri ini." Pihak lainnya menyetujui usul ini, akhirnya

keduanya bertanding dalam suatu ajang perang yang di belakang masing-masing pihak ada parit.Di suatu kesempatan Aryat berhasil menebaskan pedangnya dan mengenai hidung dan mulut Abrahah, dan hampir saja membelah wajahnya.

Maka Atudah maula (bekas budak) Abrahah membela majikannya dan menyerang Aryat serta berhasil membunuhnya. Maka Abrahah diusung dari arena itu dalam keadaan terluka, lalu lukanya diobati hingga akhirnya

ia sembuh; setelah itu ia sendirilah yang memimpin tentara Habsyah di negeri Yaman. Raja Najasyi (Negus) berkirim surat kepadanya, yang isinya mencela perbuatannya itu dan mengancamnya serta bersumpah bahwa dirinya

benar-benar akan menginjak-injak negeri Yaman dan membelah ubun-ubunnya. Maka Abrahah membalas suratnya dengan nada memohon belas kasihan dan berdiplomasi, seraya mengirimkan hadiah-hadiah, cindera mata,

dan kantong yang berisikan tanah negeri Yaman serta potongan rambut ubun-ubunnya. Semuanya itu ia kirimkan bersama kurirnya untuk disampaikan kepada Raja Najasyi. Di dalam suratnya Abrahah mengatakan, "Hendaklah

Anda (raja) menginjak-injak tanah ini untuk menunaikan sumpah Anda, dan inilah potongan rambut ubun-ubunku kuserahkan kepadamu." Ketika hal tersebut sampai di pangkuan Raja Najasyi, ternyata ia terpikat dengan

cara yang dilakukan Abrahah, dan akhirnya ia puas dan mendukung apa yang dilakukan oleh Abrahah. Dan dalam suratnya itu Abrahah menjanjikan kepada Najasyi bahwa dirinya akan membangun sebuah gereja di tanah

Yaman atas nama Raja Najasyi, yang belum pernah ada suatu gereja pun dibangun sebesar itu.Maka Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a, bangunannya tinggi sekali lagi dipenuhi dengan

berbagai ukiran dan pahatan; orang-orang Arab menamainya Al-Qulais. Disebut demikian karena bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah (peci) orang yang memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya,

mengingat puncaknya tinggi sekali.Kemudian Abrahah menginstruksikan kepada Asyram agar memalingkan para peziarah dari kalangan orang-orang Arab untuk mengunjunginya sebagaimana Ka'bah di Mekah dikunjungi mereka.

Dan Abrahah memerintahkan kepada Asyram supaya menyerukan pengumuman ini di seluruh kerajaannya. Maka orang-orang Arab keturunan 'Adnan dan Qahtan tidak suka dengan hal tersebut, dan orang-orang Quraisy sangat

marah karenanya, hingga sebagian dari mereka ada yang bertekad membuat kerusuhan di dalamnya. Dia masuk dengan diam-diam ke dalamnya di malam hari, lalu menimbulkan peristiwa yang menggemparkan di dalamnya

setelah itu ia lari pulang ke Hijaz.Ketika para pelayan gereja melihat peristiwa tersebut, mereka melaporkan kepada rajanya (yaitu Abrahah) dan mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya yang melakukan peristiwa tersebut

tiada lain adalah kaki tangan orang-orang Quraisy, karena mereka marah dan tidak suka dengan adanya gereja ini yang dianggap menyaingi kepunyaan mereka. Maka Abrahah bersumpah bahwa dirinya benar-benar akan

menuju ke Ka'bah di Mekah dan benar-benar akan menghancurkannya batu demi batu hingga rata dengan tanah.Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa ada seorang pemuda dari kalangan Quraisy memasuki gereja besar di Yaman itu

lalu ia membakarnya, sedangkan di hari itu cuaca sangat panas, maka dengan mudahnya gereja itu terbakar hingga ambruk. Karena peristiwa itulah Abrahah bersiap-siap menghimpun bala tentaranya dalam jumlah yang sangat besar

Lalu ia berangkat dengan pasukannya itu dengan maksud agar tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi niatnya. Selain dari itu ia membawa seekor gajah yang besarnya tak terperikan, diberi nama Mahmud; gajah tersebut

sengaja dikirim oleh Raja Najasyi kepadanya untuk tujuan tersebut. Bahkan menurut pendapat lain, selain gajah Mahmud itu ada delapan gajah lainnya; dan menurut pendapat yang lainnya lagi dua belas ekor gajah; hanya Allah-lah

Yang Maha Mengetahui.Gajah tersebut akan dijadikan sebagai sarana untuk merobohkan Ka'bah, misalnya mengikat semua sisi Ka'bah dengan rantai, lalu mengikatkannya pada leher gajah, maka gajah akan menariknya dan

tembok Ka'bah akan runtuh sekaligus dalam waktu yang singkat.Ketika orang-orang Arab mendengar keberangkatan Abrahah dengan pasukannya yang bergajah itu, maka mereka merasakan adanya bahaya yang amat

besar akan menimpa diri mereka. Dan mereka merasakan bahwa sudah merupakan keharusan bagi mereka membela Bait mereka dan mengusir orang-orang yang bermaksud jahat terhadapnya.Maka bangkitlah seorang

lelaki dari kalangan penduduk Yaman yang terhormat dan terbilang sebagai pemimpin mereka untuk mengadakan perlawanan terhadap Abrahah. Orang tersebut bernama Zu Nafar, maka ia menyerukan kepada kaumnya

dan orang-orang Arab lainnya untuk memerangi Abrahah dan berjihad melawannya demi membela Baitullah, karena Abrahah bermaksud akan merobohkannya dan meratakannya dengan tanah.Seruannya itu

mendapat sambutan yang hangat dari mereka, lalu mereka berperang melawan Abrahah dipimpin oleh Zu Nafar, tetapi pada akhirnya Zu Nafar kalah. Ini tiada lain karena kehendak Allah Swt. yang bertujuan akan memuliakan

Baitullah dan mengagungkannya. Zu Nafar ditawan, tetapi Abrahah memaafkannya dan membawanya pergi bersama ke Mekah.Dan ketika perjalanan Abrahah sampai di tanah orang-orang Khas'am,

ia dihalangi oleh Nufail ibnu Habib Al-Khas'ami bersama kaumnya, yang memeranginya selama dua bulan. Tetapi pada akhirnya Abrahah berhasil mengalahkan mereka dan menawan Nufail ibnu Habib; pada mulanya

Abrahah bermaksud membunuhnya, kemudian ia memaafkannya dan membawanya serta ke Mekah sebagai penunjuk jalannya di negeri Hijaz.Ketika perjalanan Abrahah sampai di dekat Taif, maka para penduduk Taif datang

menyambutnya dan bersikap diplomatis dengannya karena takut dengan rumah peribadatan mereka yang mereka beri nama Al-Lata, karenanya Abrahah menghormati mereka. Dan mereka mengirimkan Abu Rigal untuk pergi

bersamanya sebagai penunjuk jalan.Ketika perjalanan Abrahah sampai di Al-Magmas —yaitu di suatu tempat yang terletak tidak jauh dari Mekkah— ia turun beristirahat, sedangkan bala tentaranya merampas semua ternak penduduk

Mekah dan sekitarnya atas perintah Abrahah sendiri. Dan di antara ternak unta yang dirampas terdapat dua ratus ekor unta milik Abdul Muttalib. Dan tersebutlah orang yang diserahi oleh Abrahah untuk memimpin perampasan

ternak itu adalah komandan pasukan terdepannya yang dikenal dengan nama Al-Aswad ibnu Maqsud, lalu ia dikecam oleh sebagian bangsa Arab melalui bait-bait syairnya, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq.Abrahah

mengirimkan Hannatah Al-Himyari ke Mekah dan memerintahkan kepadanya supaya kembali membawa orang Quraisy yang paling terhormat. Dan Abrahah menyampaikan kepadanya bahwa dia datang bukan untuk memerangi kamu

terkecuali jika kamu menghalang-halanginya dari Baitullah. Maka datanglah Hannatah ke Mekah, lalu ditunjukkan kepadanya rumah Abdul Muttalib ibnu Hasyim, lalu ia menyampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abrahah.

Maka Abdul Muttalib mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kami tidak berniat untuk memeranginya, juga kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah yang disucikan dan merupakan bait (rumah) kekasih-Nya,

yaitu Ibrahim. Maka jika Dia mempertahankannya, sudah wajar karena ia adalah rumah-Nya yang disucikan. Dan jika Dia membiarkan antara bait-Nya. dan Abrahah, maka tiada kemampuan bagi kami untuk

mempertahankannya."Hannatah berkata kepada Abdul Muttalib, "Kalau begitu, marilah engkau pergi bersamaku untuk menemuinya." Maka Abdul Muttalib berangkat bersama Hannatah. Dan ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib

ia terkejut melihat penampilan Abdul Muttalib yang tinggi lagi berwibawa dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan permadani.Abrahah berkata

kepada juru terjemahnya untuk mengatakan kepada Abdul Muttalib mengenai keperluannya hingga datang menghadap kepadanya. Abdul Muttalib berkata kepada juru terjemah Abrahah, "Sesungguhnya aku datang untuk

keperluanku sendiri, yaitu sudilah kiranya sang raja (Abrahah) menyerahkan kepadanya dua ratus ekor unta miliknya yang telah dirampasnya."Abrahah terkejut dan mengatakan kepada juru terjemahnya bahwa katakanlah kepadanya

"Sesungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum dengan penampilan dan wibawamu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku, kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai

dua ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak

berbicara kepadaku mengenainya?"Abdul Muttalib menjawab, "Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan sesungguhnya bait itu mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan membelanya." Abrahah berkata, "Dia tidak akan dapat

mencegahku dari merobohkannya." Abdul Muttalib berkata, "'Kalau begitu, terserah Anda."Menurut suatu pendapat, sesungguhnya bersama Abdul Muttalib terdapat segolongan orang-orang terhormat dari kalangan orang-orang Arab

Mereka menawarkan kepada Abrahah sepertiga dari harta Tihamah dengan syarat Abrahah mengurungkan niatnya dari menghancurkan Ka'bah. Tetapi Abrahah menolak tawaran mereka dan mengembalikan kepada Abdul Muttalib

dua ratus ekor untanya.Abdul Muttalib kembali ke Mekah dan menemui orang-orang Quraisy, lalu memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Mekah dan berlindung di atas puncak-puncak bukitnya karena takut akan serangan bala

tentara Abrahah. Setelah itu Abdul Muttalib pergi ke Ka'bah dan memegang pegangan pintu Ka'bah, sedangkan di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa kepada Allah dan memohoh

pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala tentaranya.Abdul Muttalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu Ka'bah:


لاهُمَّ إنَّ المرء يمـ ... نَعُ رَحْلَه فامْنع حِلالَك ... لَا يغلبنَّ صَلِيبُهم ... ومحَالُهم غَدْوًا مِحَالك ...


Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu. Janganlah sekali-kali Engkau biarkan salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini.

Setelah itu Abdul Muttalib melepaskan pegangan pintu Ka'bah, lalu ia bersama orang-orang Quraisy lainnya keluar menuju ke daerah perbukitan, berlindungdi puncak-puncaknya. Demikianlah menurut Ibnu Ishaq.Muqatil ibnu Sulaiman

menyebutkan bahwa mereka meninggalkan di dekat Baitullah seratus ekor unta budnah yang telah dikalungi (untuk dikurbankan), dengan tujuan mudah-mudahan sebagian tentara Abrahah ada yang berani mengganggunya dan

menyembelih sebagiannya tanpa hak, maka akibatnya Allah akan menghukum mereka.Dan pada pagi harinya Abrahah bersiap-siap untuk memasuki kota Mekah, lalu menyiapkan gajahnya yang diberi nama Mahmud

dan ia menyiapkan pula bala tentaranya. Setelah semuanya siap, maka mereka mengarahkan gajahnya menuju ke arah Mekah, tetapi sebelum itu Nufail ibnu Habib datang dan berdiri di dekat gajah, lalu berkata,

"Hai Mahmud, duduklah kamu dan kembalilah dengan penuh kesadaran menuju ke tempat asal kedatanganmu, karena sesungguhnya engkau berada di negeri Allah yang disucikan," setelah itu melepaskan telinga gajah Mahmud

yang dipeganginya saat ia membisikinya.Maka gajah itu duduk, dan Nufail lari dengan kencangnya menuju ke daerah perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya berdiri, akan tetapi gajah itu

membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka memukul kepalanya dengan palu agar bangkit, dan mereka masukkan tongkat mereka ke bagian lubang telinganya, menariknya dengan tujuan agar mau berdiri, tetapi gajah

itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam,

dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Mekah, gajah itu diam dan duduk.Dan Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar

burung dari arah laut yang bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga buah batu. Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua kakinya; batu itu sebesar kacang humsh

dan kacang 'adas. Tiada seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi tidak seluruhnya terkena batu itu.Akhirnya mereka melarikan diri dan lari tunggang langgang ke arah

semula mereka datang seraya mencari Nufail ibnu Habib untuk menunjukkan kepada mereka jalan pulangnya. Sedangkan Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang Quraisy dan orang-orang

Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh Allah Swt. kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata:


أينَ المَفَرُّ? والإلهُ الطَّالب والأشرمُ المغلوبُ غَيْرُ الْغَالِبْ


Ke manakah tempat untuk berlari dari kejaran Tuhan yang mengejar; Asyram kalah dan tidak menang. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nufail ibnu Habib dalam kesempatan itu mengumandangkan bait-bait syair yang berbunyi,


أَلَا حُييت عَنا يَا رُدَينا ... نَعمْنا كُم مَعَ الأصبَاح عَينَا ... رُدَينةُ لَوْ رَأَيْتِ -وَلَا تَرَيْه ... لَدَى جَنْب الْمُحَصَّبِ -مَا رَأينَا ... إِذًا لَعَذَرتني وَحَمَدت أمْري ... وَلَم تَأْسَيْ عَلَى مَا فَاتَ بَيْنَا ... حَمِدتُ اللَّهَ إِذْ أبصَرتُ طَيْرًا ... وَخفْتُ حَجارة تُلقَى عَلَينا ... فَكُلّ الْقَوْمِ يَسألُ عَن نُفَيل ... كَأنَّ عليَ للحُبْشَان دَينَا! ...


"Mengapa engkau tidak menghormati kami dan agama kami, maka kami akan menghormati kedatanganmu dengan penghormatan yang luar biasa. Demi suatu agama yang seandainya engkau melihat sebagaimana yang kami lihat

di dekat Al-Muhassib, tetapi ternyata engkau tidak melihatnya. Jika engkau melihatnya, tentulah engkau memaafkanku dan memuji tindakanku, dan engkau tidak akan mengalami kekecewaan dari apa yang

telah terlewatkan di antara kita. Aku memuji kepada Allah ketika melihat kedatangan burung-burung, dan aku menjadi takut akan tertimpa oleh batu-batu yang dijatuhkannya.

Maka semua kaum (tentara Habsyah) mencari-cari Nufail, seakan-akan aku mempunyai utang kepada tentara Habsyah itu." Al-Waqidi meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa mereka bersiap-siap untuk memasuki Mekah

dan gajahnya telah mereka persiapkan pula, tetapi manakala mereka mengarahkannya ke salah satu tujuan dari tujuan yang lain, maka gajah itu mau bergerak. Dan jika mereka arahkan gajahnya menuju ke kota suci Mekah

tiba-tiba ia duduk dan mengeluarkan suaranya (menolak). Lalu Abrahah memaksa pawang gajah dan membentaknya, bahkan memukulinya supaya ia memaksa gajah agar mau masuk ke kota Mekah; mereka memakan

waktu yang cukup lama untuk itu.Sedangkan Abdul Muttalib dan segolongan orang dari para pemuka penduduk Mekah —antara lain Mut'im ibnu Adiy, Amr ibnu Aid ibnu Imran ibnu Makhzum, dan Mas'ud ibnu Amr As-Saqafi

berada di Gua Hira menyaksikan apa yang dilakukan oleh tentara Habsyah itu, dan apa yang dialami mereka dengan gajahnya yang membangkang itu; kisahnya sangat ajaib dan aneh. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian

tiba-tiba Allah mengirimkan kepada tentara habsyah yang bergajah itu burung Ababil, gelombang demi gelombang yang warna bulunya kuning, lebih kecil daripada merpati, sedangkan kakinya berwarna merah; tiap-tiap burung

membawa tiga buah batu kerikil. Lalu iringan burung-burung itu tiba dan berputar di atas mereka, kemudian menimpakan batu-batu itu kepada mereka hingga mereka binasa.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa tentara

Habsyah datang dengan membawa dua ekor gajah; adapun gajah Mahmud hanya mendekam dan tidak mau bangkit, sedangkan gajah lainnya memberanikan dirinya dan akhirnya ia terkena batu itu.Wahb ibnu Munabbih

mengatakan bahwa mereka membawa banyak gajah, sedangkan gajah Mahmud adalah kendaraan raja mereka, Mahmud mendekam dengan tujuan agar gajah lainnya mengikuti jejaknya. Dan ternyata di antara kumpulan gajah yang

mereka bawa ada seekor gajah yang memberanikan dirinya melangkah, maka ia tertimpa batu dan binasa hingga gajah lainnya kabur melarikan diri.Ata ibnu Yasar dan lain-lainnya mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak

semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah

termasuk dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati di tanah orang-orang Khas'am.Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka melarikan diri, sedangkan anggota tubuh mereka rontok satu demi satu,

dan di setiap jalan mereka mati bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga sampailah mereka bersamanya di San'a

sedangkan keadaan Abrahah seperti anak burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum mati kecuali setelah dadanya terbelah dan jantungnya keluar; demikianlah menurut sahibul hikayat.Muqatil ibnu Sulaiman

menceritakan bahwa orang-orang Quraisy memperoleh harta yang banyak dari jarahan harta benda pasukan Abrahah itu, sehingga disebutkan bahwa pada hari itu Abdul Muttalib mendapat emas yang jumlahnya dapat memenuhi suatu galian sumur

Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'kub ibnu Utbah yang menceritakan kepadanya bahwa penyakit cacar dan lepra di tanah Arab mula-mula terjadi pada tahun itu. Dan bahwa pahitnya buah harmal, hanzal,

dan 'usr dirasakan sejak tahun itu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah melalui jalur yang jayyid.Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah Swt. berkehendak mengutus Nabi Muhammad Saw., maka termasuk di antara

karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kaum Quraisy ialah terusirnya tentara Habsyah dari mereka, demi menjaga tetapnya kekuasaan dan masa keemasan mereka (Quraisy). Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}


Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada

mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunyang dimakan ulat. (Al-Fil: 1-5) Dan juga firman-Nya:


لِإِيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ


Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada

mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 1-4) Yakni agar tiada sesuatu pun yang mengubah keadaan mereka dari kebiasaannya, yang hal tersebut tiada lain karena Allah berkehendak

baik terhadap mereka, sekiranya mereka mensyukurinya.Ibnu Hisyam mengatakan bahwa ababil artinya berbondong-bondong, dalam bahasa Arab kata ini tidak ada bentuk tunggalnya. Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa

adapun makna sijjil, menurut apa yang telah dikatakan oleh Yunus An-Nahwi dan Abu Ubaidah, makna yang dimaksud menurut orang Arab ialah yang sangat keras.Ibnu Hisyam mengatakan bahwa sebagian ulama tafsir mengatakan

bahwa keduanya merupakan kata yang berasal dari bahasa Persia, lalu oleh orang Arab dijadikan menjadi satu. Sesungguhnya yang dimaksud tiada lain sama dengan batu dan tanah liat. Ulama tafsir itu mengatakan bahwa

batu-batu tersebut berasal dari kedua jenis itu, yakni batu dan tanah Hat.Ibnu Hasyim mengatakah bahwa al-'asfu artinya daun tanaman yang belum diketam, bentuk tunggalnya adalah 'asfah; demikianlah menurut apa yang

dikemukakan oleh Ibnu Hasyim.Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Amir, dari Zurr, dari Abdullah dan Abu Salamah ibnu Abdur Rahman sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3)

Maksudnya, yang bergelombang-gelombang. Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian darinya mengiringi sebagian yang lainnya. Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan ababil ialah yang banyak jumlahnya. Mujahid mengatakan bahwa ababil artinya yang berpencar, berturut-turut, lagi berbondong-bondong. Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan ababil ialah berpencar-pencar, ada yang datang dari arah ini dan arah itu, yakni mendatangi mereka dari segala penjuru. Al-Kisa-i mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebagian ulama Nahwu mengatakan bahwa

bentuk tunggal ababil ialah ibil.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul A'la, telah menceritakan kepadaku Daud, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal yang mengatakan sehubungan dengan

makna firman Allah Swt.: dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Yaitu berkelompok-kelompok seperti ternak unta yang dilepas bebas. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib

telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Maksudnya

burung-burung yang mempunyai belalai seperti gajah dan cakar-cakar yang seperti kaki anjing.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim

telah menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Burung-burung itu berwarna hijau keluar dari laut, kepalanya seperti kepala serigala.

Telah menceritakan pula kepada kami ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang

berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Yakni burung yang muncul dari laut yang paruh dan kedua cakarnya semuanya berwarna hitam; semua sanad riwayat di atas berpredikat sahih.Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa burung

itu berwarna hijau, sedangkan paruhnya berwarna kuning. Burung-burung itu silih berganti menyerang mereka. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ata, bahwa burung ababil itu bentuknya serupa dengan burung garuda

yang dikenal di daerah Magrib. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari mereka.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami

Ubaidillah ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa ketika Allah berkehendak akan membinasakan tentara

bergajah, maka Dia mengirimkan kepada mereka pasukan burung yang dikeluarkan dari laut yang gesitnya sama dengan burung walet. Tiap ekor burung membawa tiga buah batu yang terbagi pada paruhnya satu buah

dan pada masing-masing kedua kakinya satu buah.Burung-burung itu datang berbaris bersaf-saf di atas mereka, lalu mengeluarkan suaranya dan menjatuhkan batu-batu yang ada pada paruh dan kedua kakinya. Maka tiada sebuah

batu pun yang menimpa kepala seseorang dari mereka melainkan tembus sampai ke duburnya, dan tidak sekali-kali batu itu mengenai sesuatu dari tubuh seseorang dari mereka melainkan tembus ke bagian lainnya.

Allah mengirimkan pula angin yang kencang sehingga menambah kencang jatuhnya batu-batuan itu hingga semuanya binasa.As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,

bahwa batu-batuan dari sijjil makna yang dimaksud ialah tanah liat yang telah berubah menjadi batu. Hal ini disebutkan keterangannya di atas dan tidak perlu diulangi lagi.Firman Allah Swt.:


{فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}


Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil: 5) Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pakan hewan ternak yang dikenal oleh bahasa pasaran dengan istilah habur.

Menurut riwayat lain dari'Sa'id, disebutkan daun tanaman gandum. Diriwayatkan pula darinya al-’asfu artinya pakan ternak yang telah digerogoti oleh ulat dedaunannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-’asfu artinya kulit ari biji gandum.Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-’asfu artinya daun tanaman dan daun sayuran bilamana telah dimakan oleh ternak, maka kelihatan hanya tangkainya saja

Makna yang dimaksud ialah bahwa Allah Swt. membinasakan mereka dan menghancurkan mereka serta menjadikan mereka 'senjata makan tuan' dengan penuh kedongkolan. Tiada suatu kebaikan pun yang mereka peroleh

dan sebagian besar dari mereka binasa, serta tiada yang pulang melainkan dalam keadaan terluka parah, sebagaimanayang dialami oleh raja mereka (yaitu Abrahah). Sesungguhnya dadanya terbelah dan jantungnya kelihatan

ketika ia sampai di san'a, lalu ia sempat menceritakan kepada penduduk San'a apa yang telah menimpa diri mereka, setelah itu ia mati. Kemudian tampuk pemerintahan negeri Yaman dipegang oleh anak Abrahah yang bernama

Yaksum, setelah itu saudaranya yang bernama Masruq ibnu Abrahah.Kemudian Saif ibnu Zi Yazin Al-Himyari berangkat menemui Kisra (Raja Persia) dan meminta bantuan kepadanya untuk menghadapi tentara Habsyah.

Maka Kisra mengabulkan permintaannya dan menyerahkan kepadanya sebagian dari tentaranya yang berperang bersama Saif ibnu Zi Yazin. Maka Allah mengembalikan kepada mereka kerajaan yang dahulu dimiliki

oleh nenek moyang mereka berikut semua kekuasaannya. Kemudian berdatanganlah kepadanya delegasi-delegasi dari orang-orang Arab, mengucapkan selamat atas kemenangannya.Muhammad ibnu

Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Bukair, dari Amrah binti Abdur Rahman ibnu As'ad ibnu Zurarah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa sesungguhnya ia sempat melihat bekas pawang gajah

dan pemegang kendalinya di Mekah dalam keadaan telah tuna netra lagi cacat, tak dapat berjalan, dan meminta-minta (menjadi pengemis). Al-Waqidi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Aisyah. Dan Al-Waqidi telah

meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang telah mengatakan bahwa kedua bekas pawang gajah itu dalam keadaan cacat parah, meminta-minta kepada orang di Asaf dan Na'ilah, tempat orang-orang musyrik menyembelih

sembelihan mereka.Menurut hemat saya, nama pemegang kendali gajah Abrahah bernama Anis. Al-Hafiz Abu Na'im di dalam kitabnya yang berjudul Dala'ilun Nubuwwah telah meriwayatkan melalui jalur Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah

dari Aqil ibnu Khalid, dari Usman ibnul Mugirah, kisah tentang tentara bergajah ini; tetapi tidak disebutkan bahwa Abrahah datang dari Yaman, melainkan dia hanya mengutus pasukannya yang dipimpin oleh seorang lelaki

bernama Syamir ibnu Maqshud, jumlah pasukannya kurang lebih dua puluh ribu orang personil. Disebutkan pula bahwa burung ababil datang menyerang mereka di malam hari, dan pada pagi harinya mereka semuanya tewas.

Konteks kisah ini aneh sekali, sekalipun Abu Na'im telah menguatkannya di atas riwayat yang lain.Menurut riwayat yang benar, Abrahah Al-Asyram Al-Habsyi datang ke Mekah sebagaimana yang ditunjukkan oleh konteks

riwayat yang lainnya dan juga yang disebutkan dalam syair orang-orang dahulu. Hal yang sama telah disebutkan dalam riwayat yang bersumberkan dari Ibnu Lahi'ah, dari Al-Aswad, dari Urwah, bahwa Abrahah mengirimkan

Al-Aswad ibnu Maqsud bersama sejumlah besar pasukannya di sertai dengan gajah, tetapi tidak disebutkan bahwa Abrahah sendiri ikut dalam misi tersebut. Menurut pendapat yang benar, Abrahah pun memang ikut datang

dalam misi itu, barangkali Ibnu Maqsud berada di barisan pasukan yang terdepan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.Ibnu Ishaq meriwayatkan sebagian

dari syair-syair yang dikatakan oleh orang-orang Arab berkenaan dengan kisah tentara bergajah ini; di antara lain ia mengutip syair Abdullah ibnuz Zaba'ri yang menyebutkan,


تَنَكَّلُوا عَنْ بَطْنِ مَكَّةَ إِنَّهَا ... كانتْ قَدِيمًا لَا يُرَام حَريمها ... لَمْ تُخلَق الشِّعرَى لَيَالِيَ حُرّمتْ ... إِذْ لَا عزيزَ مِنَ الْأَنَامِ يَرُومها ... سَائِلْ أميرَ الْجَيْشِ عَنْهَا مَا رَأى? ... فلسوفَ يُنبي الْجَاهِلِينَ عَلَيْمُهَا ... ستونَ أَلْفًا لَمْ يَؤُوبُوا أرَضهم ... بَلْ لَمْ يَعِشْ بَعْدَ الِإْيَابِ سَقِيمُهَا ... كانتْ بِهَا عادٌ وجُرْهُم قَبْلَهَمُ ... واللهُ مِنْ فَوْقِ الْعِبَادِ يُقيمها


"Mereka takut terhadap lembah Mekah, karena sejak masa dahulu tiada yang berani melanggar kesuciannya, bintang syi'ra masih belum diciptakan di malam-malam ia disucikan. Karena tiada seorang pun yang mengaku dirinya perkasa,

berani mengotori kesuciannya. Bila ada orang yang bertanya tentang kisah panglima pasukan apa yang telah dialaminya dari tanah suci itu, maka akan diceritakan kepadanya oleh orang yang mengetahuinya. Enam puluh ribu

pasukan tidak pernah kembali ke tempat tinggal mereka, bahkan tidak dapat hidup lama orang yang sakit dari mereka sesudah kepulangannya.Sebelum mereka terdapat kaum 'Ad dan Jurhum di dekatnya dan kekuasaan

Allah berada di atas hamba-hamba-Nya, Dialah yang menjaga kesuciannya."Abu Qais ibnu Aslat Al-Ansari Al-Madani mengatakan dalam bait-bait syairnya yaitu,


وَمِنْ صُنْعه يَوْمَ فِيلِ الحُبُو ... شِ، إِذْ كُلُّ مَا بَعَثُوه رَزَمْ ... مَحَاجِنُهُمْ تَحْتَ أَقْرَابِهِ ... وَقَدْ شَرَموا أَنْفَهُ فَانْخَرَمْ ... وَقَدْ جَعَلُوا سَوْطَهُ مِغْوَلًا ... إِذَا يَمَّمُوه قَفَاه كُليم ... فَسوَّل أَدْبَرَ أَدْرَاجِهِ ... وَقَدْ بَاءَ بِالظُّلْمِ مَنْ كَانَ ثمَّ ... فَأَرْسَلَ مِنْ فَوْقِهِمْ حَاصِبًا ... يَلُفهُم مثْلَ لَفُ القزُم ... تَحُثُّ عَلَى الصَّبر أحبارُهم ... وَقَد ثأجُوا كَثؤاج الغَنَم ...


"Dan di antara apa yang diperbuat oleh-Nya di hari tentara bergajah Habsyah telah terbuktikan, karena setiap orang yang dikirimkan oleh mereka dikalahkan. Tameng-tameng mereka berada di bawah qirbah wadah minum mereka,

sedangkan mereka dalam keadaan terhina lagi terluka. Pada mulanya kekuatan mereka menakutkan, di saat mereka menuju kepadanya dengan penuh keangkuhan. Tetapi pada akhirnya pemimpin mereka lari tunggang

langgang kembali ke tempat asal datangnya, semua orang yang ikut dengannya di tempat itu adalah orang yang aniaya. Maka dikirimkanlah kepada mereka dari atas mereka hujan batu kerikil, yang menghancurleburkan mereka.

Meskipun para pendeta mereka memerintahkan kepada pasukannya untuk bersabar, tetapi mereka menjerit-jerit bagaikan embikan kambing yang terancam bahaya.

Abus-Silt ibnu Rabi'ah As-Saqafi mengatakan bahwa telah dinukil dari Umayah ibnu Abus-Silt ibnu Rabi'ah bait-bait syair yang berbunyi,


إِنَّ آيَاتِ رَبِّنا بَاقياتٌ ... مَا يُمَاري فيهنَّ إِلَّا الكفورُ ... خُلِقَ الليلُ والنهارُ فَكُلّ ... مستبينٌ حسابُه مَقْدُورُ ... ثمَّ يَجْلُو النَّهارَ ربٌ رحيمٌ ... بِمَهَاةٍ شُعَاعها منشورُ ... حُبِسَ الفيلُ بالمُغمَّس حَتَّى ... صَارَ يَحْبُو، كَأَنَّهُ معقورُ ... لَازِمًا حلقُه الجرانَ كَمَا قُطِّر ... مِنْ ظَهْر كَبْكَب مَحدُورُ ... حَوله مِنْ مُلُوك كِندةَ أبطالُ ... ملاويثُ فِي الحُرُوب صُقُورُ ... خَلَّفُوه ثُمَّ ابذَعرّوا جَميعًا، ... كُلَّهم عَظْمُ سَاقِهِ مَكْسُورُ ... كُلّ دِينٍ يَومَ القِيَامة عندَ الـ ... له إِلَّا دِينُ الحَنِيفَة بورُ ...


"Sesungguhnya di antara tanda-tanda kekuasaan Tuhan kami yang masih tetap ada dan tiada yang mengingkarinya selain hanya orang yang benar-benar pengingkar kebenaran,

(yaitu) adanya malam dan siang hari, semua orang memahami perhitungannya yang telah ditetapkan dengan jelas. Kemudian Tuhan Yang Maha Penyayang menjadikan siang hari terang benderang dengan sinar mentarinya

yang menyeluruh. Dialah Yang telah menahan pasukan bergajah di Magmas, hingga gajah itu merangkak seakan-akan seperti tak berdaya, ia hanya diam mendekam sekalipun punggungnya dipukuli bertubi-tubi dengan kerasnya.

Di sekitarnya terdapat raja-raja Kindah yang disegani dan menjadi para pendekar dalam medan perang, semuanya menentang niatnya. Kemudian mereka semuanya terkejut karena semua pasukan bergajah itu patah dan binasa.

Setiap agama kelak di hari kiamat di hadapan Allah akan ditolak dan sia-sia kecuali agama yang hanif (Islam)." Dalam pembahasan yang lalu pada tafsir surat Al-Fath telah disebutkan bahwa di hari perjanjian Hudaibiyah ketika

Rasulullah Saw. berada di atas lereng yang darinya dapat ditempuh jalan menuju ke tempat orang-orang Quraisy, unta beliau mendekam, lalu mereka menghardiknya, tetapi unta kendaraan beliau Saw.

tetap menolak. Maka mereka mengatakan bahwa Qaswa (nama unta milik Nabi Saw.) mogok. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


«مَا خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ- ثُمَّ قَالَ- وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَجَبْتُهُمْ إِلَيْهَا»


Qaswa tidak mogok, karena mogok bukan merupakan pembawaannya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan Yang telah menahan pasukan bergajah. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada

di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku hari ini suatu rencana yang di dalamnya terkandung penghormatan kepada hal-hal yang disucikan oleh Allah melainkan aku akan menyetujuinya. Setelah itu beliau Saw.

menghardik untanya, maka untanya bangkit dan meneruskan perjalannya. Hadis ini termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda di hari jatuhnya kota Mekah:


«إِنَّ اللَّهَ حَبْسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّهُ قَدْ عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس ألا فليبلغ الشاهد الغائب»


Sesungguhnya Allah telah menahan pasukan bergajah dari Mekah, dan menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan sesungguhnya kini telah kembali kesuciannya pada hari ini juga sebagaimanakesuciannya di waktu sebelumnya. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir.

Surat Al-Fil |105:2|

أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ

a lam yaj'al kaidahum fii tadhliil

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?

Did He not make their plan into misguidance?

Tafsir
Jalalain

(Bukankah Dia menjadikan) telah menjadikan (tipu daya mereka itu) dalam rangka menghancurkan Ka’bah (sia-sia) maksudnya hanya menjerumuskan mereka ke dalam kerugian dan kebinasaan.

Alazhar

"Bukankah telah Dia jadikan daya upaya mereka itu pada sia-sia?" (ayat 2). Usaha yang begitu sombong dan besar,

jawaban Abrahah kepada Abdul Muthalib, bahwa Allah sendiri tidak akan sanggup bertahan kalau dia datang menyerang.

Segala maksudnya hendak menghancurkan itu sia-sia belaka, dan gagal belaka.Tersebut dalam riwayat bahwa Abdul Muthalib yang tengah meninjau dari atas bukit-bukit Makkah

apa yang akan dilakukan oleh tentara bergajah itu melihat burung berduyun-duyun menuju tentara yang hendak menyerbu Makkah itu.

Kemudian hening tidak ada gerak apa-apa. Lalu diperintahnya anaknya yang paling bungsu, Abdullah (ayah Nabi kita Muhammad SAW) pergi melihat-lihat apa yang telah kejadian,

ada apa dengan burung-burung itu dan ke mana perginya. Maka dilakukannyalah perintah ayahnya dan dia pergi melihat-lihat dengan mengendarai kudanya.

Tidak beberapa lamanya dia pun kembali dengan memacu kencang kudanya dan menyingsingkan kainnya.

Setelah dekat, dengan tidak sabar orang-orang bertanya: "Ada apa, Abdullah?" Abdullah menjawab: "Hancur-lebur semua!" Lalu diceriterakannya apa yang dilihatnya,

"Bangkai bergelimpangan dan ada yang masih menarik-narik nafas akan mati dan sisanya telah lari menuju negerinya."

Maka berangkatlah Abdul Muthalib dengan pemuka-pemuka Quraisy itu menuju tempat tersebut,

tidak berapa jauh dari dalam kota Makkah. Mereka dapati apa yang telah diceriterakan Abdullah bin Abdul Muthalib itu.

Bahkan 200 ekor unta Abdul Muthalib dan harta-benda yang lain, dan harta-benda yang ditinggalkan,

kucar-kacir oleh tentara yang hancur itu. Baik kuda-kuda kendaraan, ataupun pakaian-pakaian perang yang mahal-mahal,

alat senjata peperangan, pedangnya, perisainya dan tombaknya dan emas perak banyak sekali.

Maka sepakatlah kepala-kepala Quraisy itu memberikan kelebihan pembahagian yang banyak untuk Abdul Muthalib,

sebab dia dipandang sebagai pemimpin yang bijaksana. Dengan keahliannya dapat menghadapi musuh yang begitu besar dan begitu sombong.

Sebagai kita katakan tadi, 50 hari sesudah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW pun lahirlah ke dunia.

Tetapi ayahnya dalam perjalanan ke Yatsrib, kampung dari keluarga ayahnya.

Di sana dia meninggal sebelum puteranya lahir. Berkata Ibnu Ishaq: "Setelah penyerangan orang Habsyi terhadap Makkah itu digagalkan

dan dihancurkan oleh Allah sendiri, bertambah penghargaan dan penghormatan bangsa Arab kepada Quraisy.

Sehingga mereka katakan: 'Orang Quraisy itu ialah Keluarga Allah. Allah berperang untuk mereka.’

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fil | 105 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fil |105:3|

وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ

wa arsala 'alaihim thoiron abaabiil

Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,

And He sent against them birds in flocks,

Tafsir
Jalalain

(Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong) atau yang bergelombang secara berturut-turut. Menurut suatu pendapat bahwa lafal Abaabiil ini tidak ada bentuk Mufradnya,

sama halnya dengan lafal Asaathiir. Menurut pendapat yang lain bahwa bentuk tunggalnya adalah Abuul atau Ibaal atau Ibbiil yang wazannya sama dengan 'Ajuul, Miftaah dan Sikkiin.

Alazhar

"Dan Dia telah mengirimkan ke atas mereka burung berduyun-duyun." (ayat 3). Burung-burung itu berduyun datang dari laut.

Ahli-ahli tafsir bicara macam-macam tentang keadaan burung itu. Namun apa jenis burung tidak penting kita perkajikan.

Sembarang burung pun dapat dipergunakan Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya. Sedangkan tikus bisa merusakkan sebuah negeri dengan menyuruh tikus itu memakan padi yang sedang mulai masak di sawah.

Sedangkan belalang berduyun-duyun beratus ribu dapat membuat satu negeri jadi lapar, apatah lagi burung berduyun-duyun (ababil).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fil | 105 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fil |105:4|

تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ

tarmiihim biḥijaarotim min sijjiil

yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar,

Striking them with stones of hard clay,

Tafsir
Jalalain

(Yang melempar mereka dengan batu berasal dari tanah yang terbakar) yakni tanah liat yang dibakar.

Alazhar

"Yang melempari mereka dengan batu siksaan?" (ayat 4). Batu yang mengandung azab, batu yang mengandung penyakit.

Ada tafsir mengatakan bahwa batu itu telah direndang terlebih dahulu dengan api neraka.

Syaikh Muhammad Abduh mencoba mentakwilkan bahwa batu itu membawa bibit penyakit cacar.

Menurut keterangan Ikrimah sejak waktu itulah terdapat penyakit cacar di Tanah Arab.Ibnu Abbas mengatakan juga bahwa sejak waktu itu adanya penyakit cacar di Tanah Arab.

Dapat saja kita menerima penafsiran ini jika kita ingat bahwa membawa burung atau binatang dari satu daerah ke daerah yang lain,walaupun satu ekor, hendaklah terlebih dahulu diperiksakan kepada doktor,

kalau-kalau burung itu membawa hama penyakit yang dapat menular. Demikian juga dengan tumbuh-tumbuhan. Demikian seekor burung, bagaimana kalau beribu burung?

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fil | 105 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fil |105:5|

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

fa ja'alahum ka'ashfim ma`kuul

sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

And He made them like eaten straw.

Tafsir
Jalalain

(Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan) atau bagaikan daun tanaman yang dimakan oleh ternak, kemudian diinjak-injak dan dicabik-cabiknya.

Allah telah membinasakan setiap orang dari mereka dengan batu yang padanya telah tertulis nama orang yang dikenainya.

Setiap batu bentuknya lebih besar sedikit daripada biji 'adasah dan agak kecil daripada biji kacang Humsh; batu itu dapat menembus topi baja tentara yang berjalan kaki dan gajah yang dibawanya,

kemudian batu itu jatuh ke tanah setelah menembus badan mereka. Hal tersebut terjadi pada tahun kelahiran Nabi saw.

Alazhar

"Lalu Dia jadikan mereka seperti daun kayu yang dimakan ulat." (ayat 5). Laksana daun kayu dimakan ulat,

memang adalah satu perumpamaan yang tepat buat orang yang diserang penyakit cacar (ketumbuhan),

seluruh badan akan ditumbuhi oleh bisul yang panas, malahan sampai ada yang tumbuh dalam mata.

Telapak kaki yang begitu tebal pun tidak terlepas, dan muka pun akan coreng-moreng dari bekasnya. Sebagai yang telah penulis alami (1923).

Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya: "Hikayat tentara bergajah ini adalah satu mu'jizat lagi dari Nabi kita,

walaupun beliau waktu itu belum lahir." Dan tidak ada orang yang akan dapat melupakan bahwa nenek-kandungnya mengambil peranan penting pada kejadian ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fil | 105 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Quraisy |106:1|

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ

li`iilaafi quroiisy

Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,

For the accustomed security of the Quraysh -

Tafsir
Jalalain

(Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.)

Alazhar

Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa di antara Surat Al-Fiil (Surat 105) dengan Surat Quraisy 106 ini pada hakikatnya adalah satu.

Mereka mengatakan bahwa kaum yang bergajah itu dibinasakan oleh Tuhan sampai hancur berantakan ialah karena Tuhan hendak melindungi kaum Quraisy, .

sebagai jiran Allah memelihara Ka'bah-Nya. Atau mereka pertalikan ujung Surat 105 "Mereka dijadikan seperti daun kayu yang dimakan ulat," dengan ayat 1 dari Surat 106 "Lantaran untuk melindungi kaum Quraisy." .

Tetapi menurut yang sewajarnya saja, tidaklah mungkin hanya untuk memelihara kaum Quraisy sampai Kaum Bergajah dihancurkan laksana daun kayu dimakan ulat. .

Mari kita tafsirkan saja sebagai biasa: "Lantaran untuk melindungi kaum Quraisy." (ayat 1). Yaitu: "Untuk melindungi mereka di dalam perjalanan musim dingin dan musim panas." (ayat 2).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Quraisy | 106 : 1 |

Tafsir ayat 1-4

Surat ini menurut Mushaf Induk terpisah dari surat yang sebelumnya, mereka menuliskan di antara keduanya baris pemisah, yaitu Bismillahir Rahmanir Rahim, sekalipun bila dipandang dari segi maknanya dengan surat yang

sebelumnya mempunyai kaitan yang erat. Hal ini dijelaskan oleh Muhammad ibnu Ishaq dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Dengan alasan karena makna yang dimaksud ialah Kami menahan pasukan bergajah dari

Mekah dan Kami binasakan pula para pemiliknya, demi kebiasaan orang-orang Quraisy. Yakni untuk memelihara kelestarian kebiasaan dan terhimpunnya mereka di negerinya dalam keadaan aman.Menurut pendapat yang lain

makna yang dimaksud dengan Ilaf ialah tradisi mereka dalam melakukan perjalanan di musim dingin ke negeri Yaman dan di musim panas ke negeri Syam untuk tujuan berniaga dan lain-lainnya. Kemudian mereka

kembali ke negerinya dalam keadaan aman tanpa ada gangguan di perjalanan mereka. Demikian itu karena mereka dihormati dan disegani oleh orang lain, mengingat mereka adalah penduduk kota suci Allah.

Maka siapa yang mengenal mereka, pasti menghormati mereka. Bahkan barang siapa yang dipilih oleh mereka untuk menjadi teman perjalanan mereka, maka ia ikut aman berkat keberadaan mereka.

Demikianlah keadaan mereka dalam perjalanan dan misi mereka di musim dingin dan musim panas. Adapun mengenai keadaan mereka bila menetap di kota mereka, maka disebutkan oleh firman-Nya:


أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ


Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedangkan manusia sekitarnya rampok-merampok. (Al-'Ankabut: 67)Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{لإيلافِ قُرَيْشٍ}


Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Quraisy: 1-2)Ilaf yang kedua menjadi badal dan tafsir dari yang pertama, untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ}


(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. (Quraisy: 2) Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar ialah bahwa lam dalam permulaan ayat surat ini menunjukkan makna ta'ajjub,

seakan-akan disebutkan bahwa kagumlah kamu kepada kebiasaan orang-orang Quraisy dan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada mereka dalam hal tersebut. Ibnu Jarir mengatakan bahwa menurut kesepakatan kaum muslim,

kedua surat ini merupakan surat yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya. Kemudian Allah Swt. memberi mereka petunjuk untuk bersyukur atas semua hikmat yang besar ini, melalui firman-Nya:


{فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ}


Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). (Quraisy: 3)Yakni hendaklah mereka mengesakan-Nya dalam menyembah-Nya, sebagaimana

Dia telah menjadikan bagi mereka kota yang suci lagi aman dan Ka'bah yang disucikan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


إِنَّما أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَها وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ


Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nyalah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 91) Firman Allah Swt.:


{الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ}


Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar. (Quraisy: 4)Yaitu Dia adalah Tuhan Pemilik Ka'bah ini, Dialah yang memberi mereka makan agar tidak lapar.


وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ


dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 4) Allah telah memberikan karunia keamanan dan banyak kemurahan kepada mereka, maka hendaklah mereka menyembah-Nya dengan mengesakan-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Dan janganlah mereka menyembah-Nya dengan yang lain-Nya, baik berhala maupun patung atau lain-lainnya yang mereka persekutukan dengan-Nya. Karena itulah barang siapa yang memenuhi perintah ini, maka Allah menghimpunkan baginya keamanan di dunia dan

keamanan di akhirat nanti; dan barang siapa yang durhaka kepada-Nya, maka Allah Swt. mencabut keduanya dari dia. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيها رِزْقُها رَغَداً مِنْ كُلِّ مَكانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذاقَهَا اللَّهُ لِباسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِما كانُوا يَصْنَعُونَ وَلَقَدْ جاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذابُ وَهُمْ ظالِمُونَ


Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya dengan melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari

nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka

seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (An-Nahl: 112-113)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو العَدَني، حَدَّثَنَا قَبِيصة، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "وَيْلُ أُمِّكُمْ، قُرَيْشٍ، لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr Al-Gaziy, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid

yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, hai Quraisy, karena adanya surat Quraisy ini.Ibnu Abu Hatim mengatakan,telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Al-Mu-ammal ibnul Fadl Al-Harrani,telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Abdullah ibnu Abu Ziyad, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Usamah ibnu Zaid yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


لِإِيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتاءِ وَالصَّيْفِ وَيَحْكُمُ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَكُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَكُمْ مِنْ خَوْفٍ


Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musimpanas. Celakalah kalian, hai golongan orang-orang Quraisy, sembahlah oleh kalian Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah)

yang telah memberi kalian makan dari kelaparan dan memberi kalian keamanan dari rasa takut. Demikianlah yang telah kusaksikan hadis dari Usamah ibnu Zaid. sebenarnya

dari Asma binti Yazid ibnus Sakan Ummu Salamah Al-Ansariyyah r.a. Barangkali terjadi salah penyalinan dari asal riwayatnya; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui.

Surat Quraisy |106:2|

إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ

iilaafihim riḥlatasy-syitaaa`i wash-shoiif

(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.

Their accustomed security [in] the caravan of winter and summer -

Tafsir
Jalalain

(Yaitu kebiasaan mereka) lafal ini mengukuhkan makna lafal sebelumnya (bepergian pada musim dingin) ke negeri Yaman (dan musim panas) ke negeri Syam dalam setiap tahunnya;

mereka bepergian dengan tujuan untuk berniaga yang keuntungannya mereka gunakan untuk keperluan hidup mereka di Mekah dan untuk berkhidmat kepada Baitullah yang merupakan kebanggaan mereka; mereka yang melakukan demikian adalah anak-anak An-Nadhr bin Kinanah.

Alazhar

"Untuk melindungi mereka di dalam perjalanan musim dingin dan musim panas." (ayat 2). Kaum Quraisy pada umumnya adalah kaum saudagar perantara, yang negerinya (Makkah) terletak di tengah, .

di antara Utara yaitu Syam dan Selatan, yaitu Yaman. Sejak lama sebelum Islam mereka telah menghubungkan kedua negeri itu. .

Syam di Utara adalah pintu perniagaan yang akan melanjut sampai ke Laut Tengah dan ke negeri-negeri sebelah Barat. .

Yaman yang ibu kotanya sejak dahulu biasanya di Shan'aa di Selatan membuka pula jalan ke Timur sampai ke India, bahkan lebih jauh lagi sampai ke Tiongkok. .

Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang Quraisy itu melakukan dua angkatan perjalanan atau kafilah (caravan). Di musim panas .

mereka pergi ke Syam dan musim dingin mereka pergi ke Yaman, keduanya untuk berniaga. Sejak zaman purbakala telah terentang jalan kafilah di antara: Makkah, Madinah dan Damaskus. .

Atau: Makkah, Hunain, Badar, Ma'an (Syirqil Urdun). Itu adalah jalan kafilah Utara. Jalan kafilah ke Selatan: Makkah, Thaif, 'Ashr, Yaman (Shan'aa). .

Perjalanan itu dipelihara dan diperlindungi Tuhan. Dan lagi negeri Makkah itu berdiri Bait Allah (Rumah Allah) yang bernama Ka'bah, .

sehingga setiap musim haji orang dari luar pun berduyun ke sana menurut sunnah Nabi Ibrahim. "Maka hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan Rumah ini." (ayat 3).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Quraisy | 106 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Quraisy |106:3|

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ

falya'buduu robba haażal-baiit

Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah),

Let them worship the Lord of this House,

Tafsir
Jalalain

(Maka hendaklah mereka menyembah) lafal ini menjadi ta'alluq atau tempat bergantung bagi lafal Li-iilaafi; sedangkan huruf Fa adalah huruf Zaidah (Rabb rumah ini.)

Alazhar

"Maka hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan Rumah ini." (ayat 3). Sebab banyaklah anugerah dan kurnia Tuhan kepada mereka lantaran adanya rumah itu. .

Yaitu Tuhan: "Yang telah memberi makan mereka dari kelaparan dan mengamankan mereka dari ketakutan." (ayat 4).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Quraisy | 106 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Quraisy |106:4|

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

allażiii ath'amahum min juu'iw wa aamanahum min khouuf

yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.

Who has fed them, [saving them] from hunger and made them safe, [saving them] from fear.

Tafsir
Jalalain

(Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar) agar mereka tidak kelaparan (dan mengamankan mereka dari ketakutan) artinya supaya mereka tidak merasa takut lagi.

Sesungguhnya mereka sering mengalami kelaparan, karena di Mekah tidak terdapat lahan pertanian, sebagaimana mereka pun pernah dicekam oleh rasa takut, yaitu ketika tentara bergajah datang kepada mereka dengan maksud untuk menghancurkan Ka’bah.

Alazhar

"Yang telah memberi makan mereka dari kelaparan dan mengamankan mereka dari ketakutan." (ayat 4). Karena ditambah lagi dengan berkat adanya Rumah Allah di tengah kota Makkah itu .

tidaklah putus-putusnya tiap tahun orang datang ke sana, di samping mereka sendiri mengadakan kafilah perniagaan ke Utara dan ke Selatan. .

Tidaklah pernah negeri mereka jadi daerah tertutup, sehingga selalulah makanan mereka terjamin, dan tidak ditimpa kelaparan. Disertai aman pula, .

sebab daerah Tanah Makkah itu dijadikan Daerah Terlarang sejak zaman Nabi Ibrahim, tidak boleh orang berperang di sana, tidak boleh binarang buruannya diburu, tidak boleh .

tumbuh-tumbuhannya dirusakkan. Aturan ini dihormati oleh seluruh kabilah Arab turun-temurun.Sebab itu maka tidaklah layak orang Quraisy yang telah mendapat rahmat yang begitu baiknya dari Tuhan, .

kalau mereka tidak mensyukuri Tuhan. Tidaklah layak kalau mereka menolak risalat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. .

Dan di dalam Surat ini pun telah diperingatkan, bukanlah RUMAH itu, bukanlah Ka’bah itu yang mesti disembah, melainkan Tuhan yang empunya rumah itulah yang akan disembah. .

Syukurilah Tuhan yang telah memperlindungi, membuat peraturan sehingga Tanah Makkah dapat aman dan sentosa, tidak disentuh dan diusik orang. .

Maka menjadi lemahlah tafsir yang mengatakan bahwa kaum bergajah dibinasakan karena Allah hendak memelihara orang Quraisy, .

melainkan orang Quraisy itu sendirilah di dalam Surat ini yang diberi peringatan agar mereka jangan menyembah juga kepada berhala, .

bahkan jangan menyembah kepada Ka’bah itu sendiri, tetapi sembahlah Tuhan Yang Empunya Ka’bah itu. Maka tidaklah patut mereka menjadi orang musyrikin, .

menyembah berhala, menggantungkan berhala pada rumah itu sampai 360 buah banyaknya. Melainkan seyogianya merekalah yang akan menjadi pelopor menyambut seruan dan risalat yang dibawa oleh Muhammad, .

putera mereka sendiri, untuk diikuti oleh seluruh bangsa Arab yang semenjak zaman dulu menghormati kedudukan mereka sebagai Jiran (tetangga) Rumah Allah itu. .

Di dalam Surat Al-Qashash (28) ayat 57 diperingatkan Tuhan kepada mereka bagaimana Tuhan menjadikan tanah Makkah itu jadi tempat tinggal tetap mereka, tanah suci tanah terlarang, dan segala macam makanan datang dibawa orang ke sana. Di dalam Surat Al-‘Ankabut (29) ayat 67 diperingatkan pula, tidaklah mereka perhatikan bahwa tanah itu telah Kami jadikan Tanah Haram, tanah terlarang yang aman sentosa, padahal.

manusia di luar Tanah Haram itu culik-menculik, rampas-merampas, bunuh-membunuh.Dari ayat 3 yang memberikan kesadaran bagi orang Quraisy agar mereka menyembah kepada Tuhan .

Yang Empunya Rumah ini dapatlah dimengerti bahwa Ummat Islam sekali-kali tidaklah menyembah kepada Rumah itu sendiri sebagai penyembah berhala, .

sebagaimana fitnah dan kata-kata palsu yang dikarang-karangkan oleh zending-zending Kristen untuk menuduh orang Islam menyembah berhala bernama Ka’bah. Malahan sejak zaman purbakala, .

seketika permulaan Perang Salib, kaum Kristen telah membuat fitnah mengatakan bahwa orang Islam menyembah berhala yang disimpan di dalam Ka’bah itu dua buah. .

Satu bernama Tarfagan dan satu lagi bernama Mahound. Maksud mereka ialah menimbulkan pengertian bahwa Mahound itu ialah Muhammad. .

Padahal dalam bahasa Jerman kalimat Hound pada Mahound itu ialah anjing.Beginilah cara mereka melakukan propaganda! .

Di Salt Lake City, Ibu Negeri Utah negeri kaum Kristen Mormon saya ziarah ke pekarangan gereja mereka, yang diberi nama Tabernacle. .

Di halaman itu ada patung burung. Burung itu adalah catatan kisah tatkala mereka mulai diusir dari sebelah Timur Amerika (New York) membuat negeri di sana. .

Mula-mula mereka menanam gandum untuk dimakan, dan hampir saja masa menuai, datanglah semacam belalang hendak memakan habis gandum yang hendak mereka ketam. .

Sehingga kalau jadi belalang itu hinggap, mereka akan mati kelaparan dan hasil usaha berbulan-bulan akan habis punah. .

Tiba-tiba sedang mereka menengadah ke udara melihat belalang atau kumbang-kumbang yang kejam itu, .

mereka lihat beratus ekor burung putih datang dari laut. Dalam sekejap mata burung-burung putih tersebut menyerang belalang atau kumbang itu .

dan memakannya habis sehingga kebun gandum penduduk Mormon itu terlepas dari bahaya berkat burung tersebut. .

Sebab itu maka di muka gereja itu mereka dirikanlah patung burung tersebut, untuk menambah keyakinan mereka dalam agama mereka. .

Bagi kita Ummat Islam dengan tuntunan ayat 3 Surat Quraisy ini, bukanlah burung Ababil yang melepaskan Ka’bah dari penghancuran yang disembah, .

dan bukan pula Ka’bah itu sendiri, melainkan Tuhan Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Empunya Rumah tersebut. Rumah pertama yang didirikan oleh Nabi Ibrahim Khalil Allah, .

untuk berkumpul manusia yang menegakkan kepercayaan atas Allah Yang Maha Esa, Maha Tunggal.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Quraisy | 106 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:1|

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ

a ro`aitallażii yukażżibu bid-diin

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

Have you seen the one who denies the Recompense?

Tafsir
Jalalain

(Tahukah kamu orang yang mendustakan hari pembalasan) atau adanya hari hisab dan hari pembalasan amal perbuatan. Maksudnya apakah kamu mengetahui orang itu Jika kamu belum mengetahui:

Alazhar

"Tahukah engkau," – hai Utusan Kami – "Siapakah orang yang mendustakan agama?" (ayat 1). Sebagai juga terdapat dalam ayat-ayat yang lain,

bilamana Tuhan memulainya dengan pertanyaan adalah berarti menyuruh kepada Rasul-Nya agar ini diperhatikan dengan sungguh-sungguh

. Karena kalau hal ini tidak dijelaskan berupa pertanyaan seperti ini, akan disangka orang bahwa mendustakan agama ialah semata-mata karena menyatakan tidak mau percaya kepada Agama Islam

. Dan kalau orang sudah sembahyang, sudah puasa, dia tidak lagi mendustakan agama. Maka dengan ayat ini dijelaskan bahwa mendustakan agama yang hebat sekali ialah:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 1 |

Tafsir ayat 1-7

Allah Swt. berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang mendustakan hari pembalasan?


{فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ}


Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-Ma'un: 2) Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik.


{وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ}


dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Ma'un: 3) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ وَلا تَحَاضُّونَ عَلى طَعامِ الْمِسْكِينِ


Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim, dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr: 17-18)

Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan dan kecukupannya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ}


Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 4-5) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang munafik yang

mengerjakan salatnya terang-terangan, sedangkan dalam kesendiriannya mereka tidak salat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bagi orang-orang yang salat. (Al-Ma'un: 4) Yaitu mereka yang sudah berkewajiban

mengerjakan salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali, menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah

ditetapkan baginya menurut syara'; bahkan mengerjakannya di luar waktunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abud Duha.Ata ibnu Dinar mengatakan bahwa segala puji bagi Allah yang telah mengatakan

dalam firman-Nya: yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Dan tidak disebutkan "yang lalai dalam salatnya". Adakalanya pula karena tidak menunaikannya di awal waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya

secara terus-menerus atau sebagian besar kebiasaannya.Dan adakalanya karena dalam menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Dan adakalanya saat mengerjakannya

tidak khusyuk dan tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat mencakup semuanya itu. Tetapi orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini.

Dan barang siapa yang menyandang semua sifat tersebut, berarti telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah dia seorang munafik dalam amal perbuatannya. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَ أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهُ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا»


Itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan manakala matahari telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni akan tenggelam),

maka bangkitlah ia (untuk salat) dan mematuk (salat dengan cepat) sebanyak empat kali, tanpa menyebut Allah di dalamnya melainkan hanya sedikit. Ini merupakan gambaran salat Asar di waktu yang terakhirnya,

salat Asar sebagaimana yang disebutkan dalam nas hadis lain disebut salat wusta, dan yang digambarkan oleh hadis adalah batas terakhir waktunya, yaitu waktu yang dimakruhkan. Kemudian seseorang mengerjakan salatnya

di waktu itu dan mematuk sebagaimana burung gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa tumaninah dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi Saw.

bahwa orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya sedikit (sebentar). Barangkali hal yang mendorongnya melakukan salat tiada lain pamer kepada orang lain,

dan bukan karena mengharap rida Allah. Orang yang seperti itu sama kedudukannya dengan orang yang tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah Swt. telah berfirman:


إِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas.

Mereka bermaksud riya (dengan salat) di Hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ}


orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6)


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبْدَوَيْهِ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي جَهَنَّمَ لَوَادِيًا تَسْتَعِيذُ جَهَنَّمُ مِنْ ذَلِكَ الْوَادِي فِي كُلِّ يَوْمٍ أَرْبَعَمِائَةِ مَرَّةٍ، أُعِدَّ ذَلِكَ الْوَادِيَ لِلْمُرَائِينَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ: لِحَامِلِ كِتَابِ اللَّهِ. وَلِلْمُصَّدِّقِ فِي غَيْرِ ذَاتِ اللَّهِ، وَلِلْحَاجِّ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ، وَلِلْخَارِجِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata; dari Yunus

dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam benar-benar terdapat sebuah lembah yang neraka Jahanam sendiri meminta perlindungan kepada Allah dari

(keganasan) lembah itu setiap harinya sebanyak empat ratus kali. Lembah itu disediakan bagi orang-orang yang riya (pamer)dari kalangan umat Muhammad yang hafal Kitabullah dan suka bersedekah,

tetapi bukan karena Zat Allah, dan juga bagi orang yang berhaji ke Baitullah dan orang yang keluar untuk berjihad(tetapi bukan karena Allah Swt.).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ أَبِي عُبَيْدَةَ فَذَكَّرُوا الرِّيَاءَ، فَقَالَ رَجُلٌ يُكَنَّى بِأَبِي يَزِيدَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "مَنْ سَمَّع النَّاسَ بِعَمَلِهِ، سَمَّع اللَّهُ بِهِ سامعَ خَلْقِهِ، وحَقَّره وصَغَّره"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na' im, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ketika kami sedang duduk di majelis Abu Ubaidah,

lalu mereka berbincang-bincang tentang masalah riya. Maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal dengan julukan Abu Yazid, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Arnr mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Barang siapa yang pamer kepada orang lain dengan perbuatannya, maka Allah akan memamerkannya di hadapan makhluk-Nya dan menjadikannya terhina dan direndahkan.Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Gundar dan

Yahya Al-Qattan, dari Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal. Dan termasuk hal yang berkaitan dengan makna firman-Nya:

orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6) ialah bahwa barang siapa yang melakukan suatu perbuatan karena Allah, lalu orang lain melihatnya dan membuatnya merasa takjub dengan perbuatannya,

maka sesungguhnya hal ini bukan termasuk perbuatan riya. Dalil yang membuktikan hal ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab musnadnya, bahwa:


حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كُنْتُ أَصَلِّي، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَجُلٌ، فَأَعْجَبَنِي ذَلِكَ، فَذَكَرْتُهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "كُتِبَ لَكَ أَجْرَانِ: أَجْرُ السِّرِّ، وَأَجْرُ الْعَلَانِيَةِ"


telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah inenceritakan kepada kami Makhlad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy; dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a.

yang mengatakan bahwa ketika aku sedang salat, tiba-tiba masuklah seorang lelaki menemuiku, maka aku merasa kagum dengan perbuatanku. Lalu aku.ceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw.

bersabda: Dicatatkan bagimu dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan. Abu Ali alias Harun ibnu Ma'ruf mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Ibnul Mubarak pernah mengatakan bahwa hadis ini adalah sebaik-baik hadis bagi orang-orang yang riya.

Bila ditinjau dari segi jalurnya hadis ini garib', dan Sa'id ibnu Basyir orangnya pertengahan, dan riwayatnya dari Al-A'masy jarang, tetapi selain dia ada yang meriwayat-kan hadis ini dari Al-A'masy.


قَالَ أَبُو يَعْلَى أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى بْنِ مُوسَى، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا أَبُو سِنان، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الرَّجُلُ يَعْمَلُ الْعَمَلَ يَسُرُّه، فَإِذَا اطُّلعَ عَلَيْهِ أَعْجَبَهُ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَهُ أَجْرَانِ: أَجْرُ السر وَأَجْرُ الْعَلَانِيَةِ".


Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Abu Sinan, dari Habib ibnu Abu Sabit,

dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, seorang lelaki melakukan suatu amal kebaikan yang ia sembunyikan.

Tetapi bila ada yang melihatnya, ia merasa kagum dengan amalnya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia mendapat dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan.

Imam Turmuzi telah meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna dan Ibnu Majah, dari Bandar, keduanya dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu Sinan Asy-Syaibani yang namanya Dirar ibnu Murrah.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. Al-A'masy telah meriwayatkannya dan juga yang lainnya, dari Habib, dari Abu Saleh secara mursal.


قَالَ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ شَيْبَانَ النَّحْوِيِّ عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم لما نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "اللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ لَوْ أُعْطِيَ كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ مِثْلَ جَمِيعِ الدُّنْيَا، هُوَ الَّذِي إِنْ صَلَّى لَمْ يَرْجُ خَيْرَ صِلَاتِهِ، وَإِنْ تَرَكَهَا لَمْ يَخَفْ رَبَّهُ".


Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Syaiban An-Nahwi, dari Jabir Al-Ju'fi, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki,

dari Abu Barzah Al-Aslami yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Allahu Akbar (AllahMahabesar), ini lebih baik bagi

kalian daripada sekiranya tiap-tiap orang dari kalian diberi hal yang semisal dengan dunia dan seisinya. Dia adalah orang yang jika salat tidak dapat diharapkan kebaikan dari salatnya, dan jika meninggalkannya

dia tidak takut kepada Tuhannya Di dalam sanad hadis ini terdapat Jabir Al-Ju'fi, sedangkan dia orangnya daif dan gurunya tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ أَبَانٍ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا عِكْرمِة بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "هُمُ الَّذِينَ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا".


Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tariq, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku

Abdul Malik ibnu Umair, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang orang-orang yang lalai dari salatnya. Maka beliau Saw. menjawab:

Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan salat dari waktunya.Menurut hemat saya, pengertian mengakhirkan salat dari waktunya mengandung makna meninggalkan salat secara keseluruhan, juga mengandung makna

mengerjakannya di luar waktu syar'i-nya, atau mengakhirkannya dari awal waktunya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la, dari Syaiban ibnu Farukh, dari Ikrimah ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama.

Kemudian ia meriwayatkannya dari Ar-Rabi', dari Jabir, dari Asim, dari Mus'ab, dari ayahnya secara mauquf, bahwa karena lalai dari salatnya hingga waktunya terbuang.

Hal ini lebih sahih sanadnya. Imam Baihaqi menilai daif predikat marfu'-nya dan menilai sahih predikat mauquf-nya, demikian pula yang dikatakan oleh Imam Hakim.Firman Allah Swt.:


{وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ}


dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7) Yakni mereka tidak menyembah Tuhan mereka dengan baik dan tidak pula mau berbuat baik dengan sesama makhluk-Nya, hingga tidak pula memperkenankan

dipinjam sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain dengannya, padahal barangnya masih utuh; setelah selesai, dikembalikan lagi kepada mereka. Dan orang-orang yang bersifat demikian benar-benar

lebih menolak untuk menunaikan zakat dan berbagai macam amal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan bahwa yang

dimaksud dengan al-ma'un ialah zakat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ali. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui berbagai jalurdari Ibnu Umar. Hal yang sama dikatakan oleh

Muhammad ibnul Hanafiah, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, Ata, Atiyyah Al-Aufi, Az-Zuhri, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa jika dia salat pamer dan jika

terlewatkan dari salatnya, ia tidak menyesal dan tidak mau memberi zakat hartanya; demikianlah makna yang dimaksud. Menurut riwayat yang lain, ia tidak mau memberi sedekah hartanya.Zaid ibnu Aslam mengatakan

bahwa mereka adalah orang-orang munafik; mengingat salat adalah hal yang kelihatan,'maka mereka mengerjakannya; sedangkan zakat adalah hal yang tersembunyi, maka mereka tidak menunaikannya.Al-A'masy dan

Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Yahya ibnul Kharraz, bahwa Abul Abidin pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang makna al-ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu

yang biasa dipinjam-meminjamkan di antara orang-orang, seperti kapak dan panci.Al-Mas'udi telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Abul Abidin, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna

al-ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa dipinjam-meminjamkan di antara sesama orang, seperti kapak, panci, timba, dan lain sebagainya yang serupa.Ibnu jarir mengatakan,

telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Abul Abidin dan Sa'd ibnu Iyad, dari Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu kami

para sahabat Nabi Muhammad Saw. membicarakan makna al-ma’un, bahwa yang dimaksud adalah timba, kapak, dan panci yang biasa digunakan. Telah menceritakan pula kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan

kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Iyad menceritakan hal yang sama dari sahabat-sahabat Nabi Saw.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari ibrahim, dari Al-Haris ibnu Suwaid, dari Abdullah, bahwa ia pernah ditanya tentang makna al-ma’un. Maka ia menjawab, bahwa yang dimaksud adalah sesuatu yang biasa saling dipinjamkan

di antara orang-orang, seperti kapak, timba, dan lain sebagainya yang semisal.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Ala Al-Fallas, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi,

telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa kami di masa Nabi Saw. mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-ma’un ialah timba

dan lain sebagainya yang sejenis, yakni tidak mau meminjamkannya kepada orang yang mau meminjamnya.Abu Daud dan Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal dari Qutaibah, dari Abu Uwwanah berikut sanadnya.

Menurut lafaz Imam Nasai, dari Abdullah, setiap kebajikan adalah sedekah. Dan kami di masa Rasulullah Saw. menganggap bahwa al-ma’un artinya meminjamkan timba dan panci.Ibnu Abu hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim, dari Zurr, dari Abdullah yang mengatakan bahwa al-ma’un artinya barang-barang

yang dapat dipinjam-pinjamkan, seperti panci, timbangan, dan timba.Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

Yakni peralatan rumah tangga. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i, Sai'id ibnu Jubair, Abu Malik, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah

meminjamkan peralatan rumah tangga (dapur).Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

Bahwa orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini masih belum tiba masanya.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka ada yang mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang mengatakan enggan mengerjakan ketaatan, dan ada yang mengatakan enggan memberi pinjaman

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Ibnu Aliyyah, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris ibnu Ali,

bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini ialah enggan meminjamkan kapak, panci, dan timba kepada orang lain yang memerlu-kannya.Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-ma'un ialah zakatul mal, sedangkan yang paling

rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ayakan, timba, dan jarum. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang dikemukakan oleh Ikrimah ini baik, karena sesungguhnya

pendapatnya ini mencakup semua pendapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal, yaitu tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa (manfaat). Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka'b

sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7) Bahwa makna yang dimaksud ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang makruf. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


«كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ»


Tiap-tiap kebajikan adalah sedekah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ibnu Abu Zi-b, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna

firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7) Al-ma'un menurut dialek orang-orang Quraisy artinya materi (harta). Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan sebuah hadis yang garib lagi aneh sanad

dan matannya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zar'ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hafs, Ad-Darimi,

telah menceritakan kepada kami Dalham ibnu Dahim Al-Ajali, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Rabi'ah An-Numairi, telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu Damus An-Numairi, bahwa mereka menjadi

delegasi kaumnya kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah yang akan engkau wasiatkan kepada kami?" Rasulullah Saw. menjawab, "Janganlah kamu enggan menolong dengan al-ma’un."

Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan batu, besi, dan air." Mereka bertanya, "Besi yang manakah?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Panci kalian yang terbuat dari tembaga, kapak yang terbuat dari besi yang kamu gunakan sebagai sarana bekerjamu."Mereka bertanya, "Lalu apakah yang dimaksud dengan batu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kendil kalian yang terbuat dari batu."

Hadis ini garib sekali dan predikat marfu '-nya munkar, dan di dalam sanadnya terhadap nama perawi yang tidak dikenal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.Ibnul Asir di dalam kitab As-Sahabah telah menyebutkan dalam biografi Ali An-Numairi;

untuk itu ia mengatakan bahwa Ibnu Mani' telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Amir ibnu Rabi'ah ibnu Qais An-Numairi, dari Ali ibnu Fulan An-Nuamairi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:


«الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ إِذَا لَقِيَهُ حَيَّاهُ بِالسَّلَامِ وَيَرُدُّ عَلَيْهِ مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ لَا يَمْنَعُ الْمَاعُونَ»


Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya; apabila mangucapkan salam, maka yang disalami harus menjawabnya dengan salam yang lebih baik darinya, ia tidak boleh mencegah al-ma’un. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un?'' Rasulullah Saw. menjawab:


«الْحَجَرُ والحديد وأشباه ذلك»


(Perabotan yang terbuat dari) batu dan besi dan lain sebagainya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.'

Surat Al-Maun |107:2|

فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ

fa żaalikallażii yadu''ul-yatiim

Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,

For that is the one who drives away the orphan

Tafsir
Jalalain

(Maka dia itulah) sesudah huruf Fa ditetapkan adanya lafal Huwa, artinya maka dia itulah (orang yang menghardik anak yatim) yakni menolaknya dengan keras dan tidak mau memberikan hak yang seharusnya ia terima.

Alazhar

"Itulah orang yang menolakkan anak yatim." (ayat 2). Di dalam ayat tertulis yadu'u (dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Yaitu menolakkannya dengan tangan bila dia mendekat.

Dalam pemakaian bahasa Minangkabau menolakkan dengan tangan itu dikatakan manulakkan. Lain artinya daripada semata-mata menolak atau dalam langgam daerah manulak.

Sebab kalau kita tidak suka kepada sesuatu yang ditawarkan orang kepada kita, bisa saja kita tolak baik secara halus atau secara kasar

. Tetapi menolakkan, atau manulakkan berarti benar-benar badan orang itu yang ditolakkan. Ada orang yang ditolakkan masuk lobang sehingga jatuh ke dalam.

Pemakaian kata Yadu'u yang kita artikan dengan menolakkan itu adalah membayangkan kebencian yang sangat.

Rasa tidak senang rasa jijik dan tidak boleh mendekat. Kalau dia mencoba mendekat ditolakkan, biar dia jatuh tersungkur.

Nampaklah maksud ayat bahwa orang yang membenci anak yatim adalah orang yang mendustakan agama. Walaupun dia beribadat.

Karena rasa benci, rasa sombong dan bakhil tidak boleh ada di dalam jiwa seorang yang mengaku beragama.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:3|

وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

wa laa yaḥudhdhu 'alaa tho'aamil-miskiin

dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.

And does not encourage the feeding of the poor.

Tafsir
Jalalain

(Dan tidak menganjurkan) dirinya atau orang lain (memberi makan orang miskin) ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang bersikap demikian, yaitu Al-'Ash bin Wail atau Walid bin Mughirah.

Alazhar

“Dan tidak mengajak atas memberi makan orang miskin.” (ayat 3). Dalam bahasa Melayu yang terpakai di Malaysia disebut “menggalakkan”

. Dia tidak mau menggalakkan orang supaya memberi makan orang miskin. Dilahapnya sendiri saja,

dengan tidak memikirkan orang miskin. Atau tidak dididiknya anak isterinya supaya menyediakan makanan bagi orang miskin itu jika mereka datang meminta bantuan makanan.

Orang seperti ini pun termasuk yang mendustakan agama. Karena dia mengaku menyembah Tuhan, padahal hamba Tuhan tidak diberinya pertolongan dan tidak diperdulikannya.

Dengan ayat ini jelaslah bahwa kita sesama Muslim, terutama yang sekeluarga dan yang sejiran, ajak mengajak,

galak menggalakkan supaya menolong anak yatim dan fakir miskin itu menjadi perasaan bersama, menjadi budi pekerti yang umum.

Az-Zamakhsyari menulis dalam tafsirnya, tentang apa sebab orang-orang yang menolakkan anak yatim dan tidak mengajak memberi makan fakir miskin dikatakan mendustakan agama.

Kata beliau: “Orang ini nyata mendustakan agama. Karena dalam sikap dan laku perangainya dia mempertunjukkan bahwa dia tidak percaya inti agama yang sejati

, yaitu bahwa orang yang menolong sesamanya yang lemah akan diberi pahala dan ganjaran oleh Allah.

Sebab itu dia tidak mau berbuat ma’ruf dan sampai hati menyakiti orang yang lemah.Kalau dia percaya akan adanya pahala dari Tuhan dan yakin akan balasan Ilahi,

tentu dia takut akan Tuhan dan takut akan siksaan dan azab Tuhan, dan tidaklah dia akan berani berbuat begitu kepada anak yatim

dan si miskin. Kalau telah ditolakkannya anak yatim dan didiamkannya saja orang miskin minta makan,

jelaslah agama itu didustakannya. Sebab itu maka kata-kata Tuhan di ayat ini sangatlah tajamnya dan orang itu telah didudukkan Tuhan pada satu tempat yang dimurkai-Nya.

Ini adalah satu peringatan yang keras untuk menjauhi perbuatan yang dipandang Tuhan sudah mendurhaka.

Maka layaklah diambil kesimpulan bahwa orang yang berperangai begini lemahnya dan keyakinannya amat kendor.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:4|

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ

fa wailul lil-musholliin

Maka celakalah orang yang sholat, [sambung ke ayat 5, yaitu orang yang lalai terhadap sholat]

So woe to those who pray

Tafsir
Jalalain

(Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat.)

Alazhar

"Maka kecelakaan akan didapati oleh orang-orang yang sembahyang." (ayat 4).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:5|

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

allażiina hum 'an sholaatihim saahuun

(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya,

[But] who are heedless of their prayer -

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya) artinya mengakhirkan sholat dari waktunya.

Alazhar

"Yang mereka itu dari shalatnya, adalah lalai." (ayat 5).Dia telah melakukan sembahyang,

tetapi sembahyang itu hanya membawa celakanya saja; karena tidak dikerjakannya dengan sungguh-sungguh.Tidak timbul dari kesadarannya, bahwa sebagai seorang Hamba Allah,

sudah sewajarnya dia memperhambakan diri kepada Allah dan mengerjakan sembahyang sebagaimana yang diperintahkan Allah dengan perantaraan Nabi-Nya.

Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu,

sehingga meskipun dia mengerjakan sembahyang, namun sembahyangnya itu tidaklah dari kesadaran akan maksud dan hikmatnya.

Pernah Nabi kita SAW melihat seorang sahabatnya yang terlambat datang ke mesjid sehingga ketinggalan dari sembahyang berjamaah,

lalu dia pun sembahyang sendiri. Setelah dia selesai sembahyang, Nabi SAW menyuruhnya mengulang sembahyangnya kembali.

Karena yang tadi itu dia belum sembahyang. Dia belum mengerjakannya dengan sesungguhnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:6|

الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ

allażiina hum yurooo`uun

yang berbuat riya',

Those who make show [of their deeds]

Tafsir
Jalalain

(orang-orang yang berbuat ria) di dalam sholatnya atau dalam hal-hal lainnya.

Alazhar

"Orang-orang yang riya'." (ayat 6). Ini juga termasuk sifat-sifat orang yang demikian. Walaupun dia beramal,

kadang-kadang dia bermuka manis kepada anak yatim. Kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin,

kadang-kdang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya karena riya'. Yaitu karena ingin dilihat, dijadikan reklame.

Karena ingin dipuji orang. Lantaran riya'nya itu, kalau kurang pujian orang dia pun mengundurkan diri atau merajuk. Hidupnya penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Maun |107:7|

وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

wa yamna'uunal-maa'uun

dan enggan (memberikan) bantuan.

And withhold [simple] assistance.

Tafsir
Jalalain

(Dan enggan menolong dengan barang yang berguna) artinya tidak mau meminjamkan barang-barang miliknya yang diperlukan orang lain; apalagi memberikannya, seperti jarum, kapak, kuali, mangkok dan sebagainya.

Alazhar

"Dan menghalangi akan memberikan sebarang pertolongan." (ayat 7). Artinya: Jalan untuk menolong orang yang susah,

adalah amat banyak. Sejak dari yang berkecil-kecil sampai kepada yang besar, pokoknya asal ada perasaan yang halus,

kasih-sayang kepada sesama manusia, di dalam pertumbuhan Iman kepada Tuhan. Tetapi orang-orang yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong. Selalu menahan,

bahkan menghalang-halangi orang lain yang ada maksud menolong orang. Rasa cinta tidak ada dalam jiwa orang ini.

Yang ada hanyalah benci! Hatinya terlalu terpaut kepada benda yang fana. Insaf dan adil tak ada dalam hatinya.

Keutamaan tak ada bedanya, mukanya berkerut terus-terusan karena hatinya yang tertutup melihat orang lain.

Dia menyangka begitulah hidup yang baik. Padahal itulah yang akan membawanya celaka.

Surat yang pendek ini, 7 ayat diturunkan di Madinah, untuk menghardik orang-orang munafik yang ada pada masa itu,

yang sorak-sorainya keras, padahal sakunya dijahitnya. Tetapi Surat ini telah menjadi cemeti terus-menerus bagi Ummat Muhammad.

Sebab kian lama kian nampaklah orang yang seperti ini perangainya dalam pergaul masyarakat Islam.

Mereka mengakui Islam, tetapi dengan tidak disadari mereka telah menjadi orang munafik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya:

"Begitulah orang-orang munafik, kalau di hadapan banyak orang banyak sembahyanglah dia serupa sangat khusyu’,

tetapi kalau orang tak ada lagi, sembahyang itu pun tidak dikerjakannya lagi.

Tidak ada ingatan dalam hatinya buat menyambungkan budi dengan orang lain, yaitu memberikan pertolongan apa yang perlu bagi yang memerlukannya."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maun | 107 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kausar |108:1|

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

innaaa a'thoinaakal-kauṡar

Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.

Indeed, We have granted you, [O Muhammad], al-Kawthar.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu) hai Muhammad (Al-Kautsar) merupakan sebuah sungai di surga dan telaga milik Nabi saw.

kelak akan menjadi tempat minum bagi umatnya. Al-Kautsar juga berarti kebaikan yang banyak, yaitu berupa kenabian, Alquran, syafaat dan lain sebagainya.

Alazhar

"Sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu sangat banyak." (ayat 1).Sesungguhnya sangatlah banyaknya anugerah dan kurnia Tuhan kepada engkau, ya Utusan-Ku!

Tidaklah dapat dihitung berapa banyaknya kurnia itu, sejak dari Al-Qur'an yang diturunkan sebagai wahyu, nikmat yang diilhamkan sebagai hasil fikiran,

nubuwwat dan kerasulan, penutup dari segala Rasul, rahmat bagi seluruh alam, pemimpin bagi ummat manusia, memimpinkan agama yang benar,

untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semuanya itu, dengan cabang dan ranting dan ranggasnya, tidaklah dapat dihitung berapa banyaknya.

Selain dari itu ada juga tafsir yang lain dari Al-Kautsar itu. Dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Termidzi dan Abdullah bin Umar, Al-Kautsar adalah nama sebuah sungai di syurga.

Dan dalam sebuah Hadis lagi yang dirawikan oleh Muslim dan shahihnya, diterimanya dengan sanadnya daripada Anas bin Malik: "Al-Kautsar nama sebuah sungai

sebelum menjelang ke syurga, di sanalah ummat Muhammad akan minum bersama Nabi seketika akan meneruskan perjalanan ke dalam Syurga."

Ikrimah menafsirkan Al-Kautsar ialah Nubuwwat. Al-Hasan mengatakan: "Al-Qur'an." Al-Mughirah mengatakan: "Al-Islam." Husin bin Fadhal mengatakan: "Kemudahan syariat."

Abu Bakar bin ‘Iyyasy dan Yaman bin Ri-ab mengatakan: "Banyak sahabat, banyak ummat dan banyak pengikut." Al-Mawardi: "Tersebut namanya di mana-mana.

" Dan kata Al-Mawardi juga: "Cahaya bersinar dari dalam hatimu, menunjuk jalan menuju Aku dan memutuskan jalan yang selain Aku." Ibnu Kisan mentafsirkan:

"Kasih-sayangmu kepada orang lain." Al-Mawardi pula mengatakan: "Al-Kautsar ialah syafa'at yang dianugerahkan kepada engkau untuk melindungi ummatmu di akhirat

." Menurut Ats-Tsa'labi: "Suatu mu'jizat dari Tuhan, sehingga doa ummatmu yang shalih dikabulkan Tuhan jua."

Menurut Hilal bin Yasaf: "Al-Kautsar ialah dua kalimat syahadat: La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah."

Banyak lagi yang lain, sehingga ada yang mengatakan bahwa dapat memahamkan agama sampai mendalam, pun adalah Al-Kautsar.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa sembahyang lima waktu pun adalah Al-Kautsar.Dan semuanya itu bolehlah kita kumpulkan ke dalam Al-Kautsar,

karena arti Al-Kautsar adalah sangat banyak buat dihitung:"Dan jika kamu bilang-bilang nikmat Allah tidaklah kamu akan dapat menghitungnya."Ibrahim:34

"Sebab itu hendaklah engkau sembahyang karena Tuhanmu." (pangkal ayat 2). Sedemikian banyaknya nikmat anugerah Allah kepada engkau,

menyebabkan tempat engkau beribadat hanya Allah, tempat engkau bersembahyang hanya Dia, tiada yang lain. Karena nikmat tidak akan didapat dari yang lain: "Dan hendaklah engkau berkurban." (ujung ayat 2).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kausar | 108 : 1 |

Tafsir ayat 1-3

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari Al-Mukhtar ibnu Fulful, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menundukkan kepalanya sejenak,

lalu beliau mengangkat kepalanya seraya tersenyum. Beliau bersabda kepada mereka, atau mereka bertanya kepada beliau Saw., "Mengapa engkau tersenyum?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya

barusan telah diturunkan kepadaku suatu surat." Lalu beliau membaca firman-Nya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. (Al-Kautsar: l)

hingga akhir surat. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Tahukan kalian, apakah Al-Kautsar itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah bersabda:


«هُوَ نَهْرٌ أَعْطَانِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِي الْجَنَّةِ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ، تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدَ الْكَوَاكِبِ يُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ، فَأَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِي، فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ»


Al-Kautsar adalah sebuah sungai (telaga) yang diberikan kepadaku oleh Tuhanku di dalam surga, padanya terdapat kebaikan yang banyak, umatku kelak akan mendatanginya di hari kiamat; jumlah wadah-wadah

(bejana-bejana)nya sama dengan bilangan bintang-bintang. Diusir darinya seseorang hamba, maka aku berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya dia dari umatku.” Maka dikatakan, "Sesungguhnya kamu tidak mengetahui

apa yang telah dibuat-buatnya sesudahmu." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad Sulasi ini dan juga konteks yang sama dari Muhammad ibnu Fudail, dari Al-Mukhtar ibnu Fulfill, dari Anas ibnu

Malik.Telah disebutkan sehubungan dengan gambaran tentang telaga ini di hari kiamat, bahwa tercurahkan kepadanya air dari langit melalui dua talang, dan bahwa bejana-bejananya bilangannya sama dengan bintang-bintang di langit

Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui jalur Ali ibnu Mis-har dan Muhammad ibnu Fudail; keduanya dari Al-Mukhtar ibnu Fulfill, dari Anas.Menurut lafaz Imam Muslim,

disebutkan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di hadapan kami di masjid, tiba-tiba beliau menundukkan kepalanya sejenak, kemudian mengangkat kepalanya seraya tersenyum. Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah,

apakah yang menyebabkan engkau tertawa?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku barusan suatu surat. Maka beliau Saw. membaca firman-Nya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah

lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 1-3)

Kemudian beliau Saw. bersabda: "Tahukah kamu, apakah Al-Kautsar itu?” Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda,


فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كثير وهو حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عدد النجوم في السماء، فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِي، فَيَقُولُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثَ بَعْدَكَ


"Sesungguhnya Al-Kautsar adalah sebuah sungai (telaga) yang telah dijanjikan oleh Tuhanku untukku, padanya terdapat kebaikan yang banyak. Al-Kautsar merupakan telaga yang akan didatangi oleh umatku kelak di hari kiamat,

jumlah bejananya sama dengan bilangan bintang-bintang di langit, maka diusirlah darinya seorang hamba dari mereka, lalu aku berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya dia dari kalangan umatku.”

Maka Dia berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang telah dibuat-buatnya sesudahmu. sebagian besar ulama ahli qiraat mengatakan berdasarkan dalil ayat ini,

bahwa surat ini adalah surat Madaniyah. Dan kebanyakan ulama fiqih mengatakan bahwa Basmalahnya merupakan bagian dari surat dan diturunkan bersama-sama dengan surat ini. Adapun mengenai firman-Nya:


{إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ}


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. (Al-Kautsar: 1) Dalam hadis yang lalu telah disebutkan bahwa Al-Kautsar adalah nama sebuah sungai di dalam surga. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui

jalur lain dari Anas; untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas,

bahwa ia membaca firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. (Al-Kautsar: 1) Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أعطيتُ الْكَوْثَرَ، فَإِذَا هُوَ نَهَرٌ يَجْرِي، وَلَمْ يُشق شَقًّا، وَإِذَا حَافَّتَاهُ قِبَابُ اللُّؤْلُؤِ، فَضَرَبْتُ بِيَدِي فِي تُرْبَتِهِ، فَإِذَا مِسْكُهُ ذَفَرة، وَإِذَا حَصَاهُ اللُّؤْلُؤُ"


Aku diberi Al-Kautsar, dan ternyata ia adalah sebuah sungai yang mengalir, tetapi tidak dibedahkan sebagai mana sungai. Dan ternyata kedua tepinya adalah kubah-kubah dari mutiara;

lalu aku menyentuhkan tanganku ke tanahnya, dan ternyata ia seharum minyak kesturi yang sangat harum baunya, dan ternyata batu-batu kerikilnya dari mutiara.

Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Adiy, dari Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَإِذَا أَنَا بِنَهْرٍ حَافَّتَاهُ خِيَامُ اللُّؤْلُؤِ فَضَرَبْتُ بِيَدِي إِلَى مَا يَجْرِي فِيهِ الْمَاءُ فَإِذَا مِسْكٌ أَذْفَرُ قُلْتُ: مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي أَعْطَاكَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ»


Aku masuk ke dalam surga, dan tiba-tiba aku melihat sebuah sungai yang kedua tepinya dipenuhi oleh kemah-kemah dari mutiara, lalu aku sentuhkan tanganku ke tanah yang dialiri airnya,

tiba-tiba ia adalah minyak kesturi yang sangat harum baunya. Aku bertanya, "Hai Jibril, apakah ini?” Jibril menjawab, "Ini adalah Al-Kautsar yang diberikan oleh Allah Swt. kepadamu.” Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya

dan Imam Muslim telah meriwayatkan melalui hadis Syaiban ibnu Abdur Rahman, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa setelah Nabi Saw. dibawa naik ke langit, beliau menceritakan:


«أَتَيْتُ عَلَى نَهْرٍ حَافَّتَاهُ قِبَابُ اللُّؤْلُؤِ الْمُجَوَّفِ فَقُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَذَا الْكَوْثَرُ»


Aku datang ke sebuah sungai yang kedua tepinya dipenuhi oleh kemah-kemah dari mutiara yang dilubangi, lalu aku bertanya, "Apakah ini, hai Jibril?” Jibril berkata, "Ini adalah Sungai Al-Kautsar.” Demikianlah menurut lafaz

Imam Bukhari rahimahullah. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Syarik ibnu Abu Namir; ia pernah mendengar

Anas menceritakan hadis berikut kepadanya (dan teman-temannya), bahwa ketika Rasulullah Saw. melakukan Isra, Jibril membawanya naik ke langit terdekat, tiba-tiba Nabi Saw. melihat sebuah sungai yang padanya terdapat

sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Lalu Nabi Saw. mencium bau tanahnya, dan ternyata baunya harum seperti minyak kesturi, lalu beliau Saw. bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?"

Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Al-Kautsar yang disediakan oleh Tuhanmu untukmu." Hadis mengenai Isra ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Isra melalui jalur Syarik,

dari Anas, dari Nabi Saw.'yang hadisnya diketengahkan di dalam kitab Sahihain. Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«بينما أَنَا أَسِيرُ فِي الْجَنَّةِ إِذْ عَرَضَ لِي نهر حافتاه قباب اللؤلؤ المجوف، فَقَالَ الْمَلَكُ- الَّذِي مَعَهُ- أَتَدْرِي مَا هَذَا؟ هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي أَعْطَاكَ اللَّهُ، وَضَرَبَ بِيَدِهِ إِلَى أَرْضِهِ فَأَخْرَجَ مِنْ طِينِهِ الْمِسْكَ»


Ketika aku sedang berjalan di dalam sungai, tiba-tiba terbentang di hadapanku sebuah sungai yang kedua tepinya penuh dengan kemah-kemah mutiara yang berlubang. Maka berkatalah malaikat yang menemaninya,

"Tahukah kamu apakah sungai ini? Inilah Al-Kautsar yang akan diberikan Allah kepadamu.” Lalu Nabi Saw. memasukkan tangannya ke tanah dan mengeluarkan dari tanahnya minyak kesturi (yang harum baunya).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sulaiman ibnu Tarkhan dan Ma'mar serta Hammam dan lain-lainnya dari Qatadah dengan sanad yang sama.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي سُرَيج حَدَّثَنَا أَبُو أَيُّوبَ الْعَبَّاسِيُّ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، ابْنُ أَخِي ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَنَسٍ قال: سُئل رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَوْثَرِ، فَقَالَ: "هُوَ نَهْرٌ أَعْطَانِيهِ اللَّهُ فِي الْجَنَّةِ، تُرَابُهُ مِسْكٌ، [مَاؤُهُ] أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، تَرِدُهُ طَيْرٌ أَعْنَاقُهَا مِثْلُ أَعْنَاقِ الجُزُر". فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهَا لِنَاعِمَةٌ؟ قَالَ: "أَكْلُهَا أَنْعَمُ مِنْهَا".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Ayyub Al-Abbas, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan

kepadaku Muhammad ibnu Abdul Wahhab (keponakan Ibnu Syihab), dari ayahnya, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna Al-Kautsar, maka beliau Saw. menjawab:

Al-Kautsar adalah sebuah sungai yang diberikan Allah kepadaku di dalam surga, tanahnya adalah minyak kesturi (airnya) lebih putih daripada air susu dan rasanya lebih manis daripada madu; sungai itu didatangi oleh burung-burung yang lehernya seperti leher unta.

Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya burung itu benar-benar lezat dagingnya." Rasulullah Saw. menjawab: Aku akan memakan dagingnya dan merasakan kelezatan (kenikmatan)nya.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ الْخُزَاعِيُّ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْهَادِ، عَنْ عَبْدِ الْوَهَّابِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْكَوْثَرُ؟ قَالَ: "نَهْرٌ فِي الْجَنَّةِ أَعْطَانِيهِ رَبِّي، لَهُوَ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، فِيهِ طُيُورٌ أَعْنَاقُهَا كَأَعْنَاقِ الْجُزُرِ". قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهَا لَنَاعِمَةٌ؟ قَالَ: "أَكْلُهَا أَنْعَمُ مِنْهَا يَا عُمَرُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yazid ibnul Had, dari Abdul Wahhab, dari Abdullah ibnu Muslim ibnu Syihab, dari Anas,

bahwa seorang lelaki pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Al-Kautsar itu?" Rasulullah Saw. bersabda: "Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang diberikan oleh Tuhanku untukku. Airnya lebih putih

daripada air susu dan rasanya lebih manis daripada madu, padanya terdapat burimg-burung yang lehernya seperli leher unta.” Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, sudah tentu dagingnya amat lezat.” Rasulullah Saw.

bersabda, "Aku akan memakannya dan merasakan kelezatannya, hai Umar.” Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Az-Zuhri dari saudaranya (yaitu Abdullah), dari Anas, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.

tentang Al-Kautsar, maka disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid Al-Kahili, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq,

dari Abu Ubaidah, dari Aisyah r.a. Bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. (Al-Kautsar: 1) Maka Siti Aisyah r.a. menjawab, "'Al-Kautsar

adalah sebuah sungai yang diberikan kepada Nabi kalian, kedua tepinya berupa mutiara yang berlubang, jumlah bejana-bejananya sama dengan bilangan bintang-bintang di langit." Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa Zakaria,

Abul Ahwas dan Mutarrif telah meriwayatkannya dari Abu Ishaq; Imam Ahmad dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan. telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib

telah menceritakan kepada kami Wakr, dari Sufyan dan Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa. Al-Kautsar adalah nama sebuah sungai di dalam surga yang kedua tepinya mutiara yang berlubang

Israil mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang padanya terdapat bejana-bejana yang bilangannya sama dengan bintang-bintang di langit. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid,

telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Hafs ibnu Humaid, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Syaqiq atau Masruq yang mengatakan bahwaaku bertanya kepada Siti Aisyah, ''Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah

kepadaku tentang Al-Kautsar? Aisyah menjawab, "Sebuah sungai di lembah surga." Aku bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan lembah surga?" Aisyah menjawab, "Terletak dibagian tengahnya, kedua tepinya penuh

dengan gedung-gedung dari mutiara dan yaqut, dan tanahnya seharum minyak kesturi, sedangkan batu kerikilnya dari mutiara dan yaqut. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,

telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ibnu Abu Najih, dari Aisyah r.a. yang mengatakan, "Barang siapa yang ingin mendengarkan gemerciknya air Telaga Kautsar, hendaklah ia menutupkan

kedua jari telunjuknya ke kedua lubang telinganya. Riwayat ini terdapat mata rantai yang putus antara Ibnu Abu Najih dan Siti Aisyah r.a. Dan menurut sebagian riwayat dari seorang lelaki, dari Aisyah, disebutkan bahwa

makna yang dimaksud ialah suarayang semisal dengan itu, bukan berarti suaranya persis, seperti itu; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. As-Suhaili mengatakan bahwa Imam Daruqutni telah meriwayatkannya secara marfu'

melalui jalur Malik ibnu Magul, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, dari Aisyah, dari Nabi Saw.Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim

telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan Al-Kautsar, bahwa Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang diberikan oleh Allah kepada

Nabi Saw.Abu Bisyr mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Sa'id ibnu Jubair, bahwa sesungguhnya orang-orang mengira Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga. Maka Sa'id menjawab. bahwa sungai di dalam

surga termasuk kebaikan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Saw.Abu Bisyr telah meriwayatkannya pula melalui hadis Hasyim, dari Abu Bisyr dan Ata ibnus Sa’ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan

bahwa Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak.As-Sauri telah meriwayatkan dari Ata ibnus Sa’ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Al-Kautsar artinya kebaikan yang banyak. Dan tafsir ini

bersifat lebih umum mencakup sungai dan nikmat lainnya. Mengingat lafaz Al-Kautsar berasal dari Al-Ka'srah yang artinya kebaikan yang banyak, dan di antaranya ialah sungai tersebut di dalam surga.

Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Muharib ibnu Disar, dan Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri, sehingga Mujahid mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak di dunia

dan akhirat.Ikrimah mengatakan bahwa. Al-Kautsar adalah kenabian, Al-Qur'an, dan pahala di akhirat. Tetapi telah terbuktikan kesahihan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa dia menakwilkannya

pula dengan makna sebuah sungai di dalam surga. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ubaid, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang

mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang kedua tepinya dari emas dan perak, mengalir di atas yaqut dan mutiara, airnya lebih putih daripada salju, dan rasanya lebih manis daripada madu.

Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Sa’ib dari

Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Umar, dia mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang kedua tepinya dari emas dan perak, mengalir di atas mutiara dan yaqut, airnya lebih putih daripada susu,

dan rasanya lebih manis daripada madu. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi dari ibnu Humaid, dari Jarir, dari Ata ibnu Sa’ib dengan sanad dan lafaz yang semisal secara mauqufhanya sampai pada Ibnu Abbas

Tetapi telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara marfu', Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami

Warqa yang mengatakan bahwa Ata telah meriwayatkan dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"الْكَوْثَرُ نَهْرٌ فِي الْجَنَّةِ حَافَّتَاهُ مِنْ ذَهَبٍ، وَالْمَاءُ يَجْرِي عَلَى اللُّؤْلُؤِ، وَمَاؤُهُ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ"


Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang kedua tepinya dari emas, airnya mengalir di atas mutiara, dan warnanya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu. Hal yang semisal telah

diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Ibnu Majah, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Jarir melalui jalur Muhammad ibnu Fudail, dari Ata ibnus Sa’ib secara inarfu', Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Sa’ib yang mengatakan bahwa Muharib ibnu Disar telah menceritakan kepadanya

apa yang telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair tentang Al-Kautsar. Muharib ibnu Disar mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak.

Lalu Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa benar, sesungguhnya Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak. Akan.tetapi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Umar,

bahwa seketika diturunkan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah rnemberikan kepadamu Al-Kautsar (kebaikan yang banyak). (Al-Kautsar: 1) Maka Rasulullah Saw. bersabda:


«الْكَوْثَرُ نَهْرٌ فِي الْجَنَّةِ حَافَّتَاهُ مِنْ ذَهَبٍ يَجْرِي عَلَى الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ»


Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga yang kedua tepinya emas, (airnya) mengalir di atas mutiara dan yaqut. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Burqi, telah menceritakan kepada kami

Ibnu Maiyam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far ibnu Abu Kasir, telah menceritakan kepadaku Haram ibnu USman, dari Abdur Rahman Al-A'raj, dari Usamah ibnu Zaid, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari

berkunjung ke rumah Hamzah ibnu Abdul Muttalib, dan ternyata beliau tidak menjumpainya, lalu beliau menanyakannya kepada istrinya yang berasal dari Bani Najjar. Istri Hamzah menjawab, "Hai Nabi Allah, dia baru

saja keluar menuju ke rumahmu, kalau begitu barangkali dia sesat jalan di sebagian lorong-lorong Bani Najjar. Tidakkah engkau masuk lebih dahulu, wahai Rasulullah?" Maka Rasulullah Saw. masuk, dan istri Hamzah menyuguhkan

kepadanya makanan hais (makanan yang terbuat dari buah kurma, minyak samin, dan tepung sawiq), maka Nabi Saw. memakan sebagian darinya. Dan istri Hamzah bertanya, "Wahai Rasulullah, kuucapkan selamat kepada engkau,

sebenarnya aku ingin datang kepadamu untuk mengucapkan selamat, karena Abu Imarah pernah menceritakan kepadaku bahwa engkau telah diberi sebuah sungai di dalam surga yang dikenal dengan nama Al-Kautsar." Nabi Saw. menjawab:


«أَجَلْ وَعَرَضُهُ- يَعْنِي أَرْضَهُ- يَاقُوتٌ وَمَرْجَانٌ وَزَبَرْجَدٌ وَلُؤْلُؤٌ»


Benar, dan luasnya yakni tanahnya adalah yaqut, marjan, zabarjad, dan mutiara. Haram ibnu Usman adalah orang yang berpredikat daif, tetapi konteks hadis ini hasan, dan asal hadis ini berpredikat sahih, bahkan dapat dibilang

mutawatir yang diriwayatkan melalui berbagai jalur hingga memberikan pengertian kepastian di kalangan para imam ahli hadis, demikian pula hadis-hadis yang menceritakan tentang telaga (Kautsar). Hal yang sama telah diriwayatkan dari Anas,

Abul Aliyah dan Mujahid serta bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. bahwa Al-Kautsar adalah nama sebuah sungai di dalam surga. Ata mengatakan bahwa Al-Kautsar yaitu nama sebuah telaga di dalam surga. Firman Allah Swt.:


{فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ}


Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (Al-Kautsar: 2) Yakni sebagaimana Kami telah memberimu kebaikan yang banyak di duni adan akhirat, antara lain ialah sebuah sungai

yang sifat-sifatnya telah disebutkan di atas; maka kerjakanlah salat fardu dan salat sunatmu dengan ikhlas karena Allah dan juga dalam semua gerakmu. Sembahlah Dia semata,

tiada sekutu bagi-Nya; dan sembelihlah korbanmu dengan menyebut nama-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Hal yang senada disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيايَ وَمَماتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ


Katakanlah, "Sesungguhnya salatku, ibadahku. hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama

menyerahkan diri (kepada Allah).”(Al-An'am: 162-163) Ibnu Abbas, Ata, Mujahid, Ikrimah, dan Al-Hasan telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wanhar ialah menyembelih unta dan ternak lainnya sebagai korban.

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Qatadah, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dahhak, Ar-Rabi', Ata Al-Khurrasani, Al-Hakam, Sa'id ibnu Abu Khalid, dan lain-lainnya yang

bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. Hal ini berbeda keadaannya dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang menyebut nama-Nya, Allah Swt. telah berfirman:


وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ


Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121), sampai akhir ayat.

Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan wanhar ialah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah tenggorokan. Hal ini diriwayatkan dari Ali, tetapi sanadnya tidak sahih. Dan hal yang semisal telah diriwayatkan

dari Abu Ja'far Al-Baqir. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa wanhar artinya mengangkat kedua tangan di saat membuka salat. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, wanhar artinya hadapkanlah lehermu ke arah kiblat.

Ketiga pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadis yang mungkar. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْفَامِيُّ -سَنَةَ خَمْسٍ وَخَمْسِينَ وَمِائَتَيْنِ-حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ بْنُ حَاتِمٍ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ، عَنِ الْأَصْبَغِ بْنِ نَبَاتَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "يَا جِبْرِيلُ، مَا هَذِهِ النَّحِيرَةُ الَّتِي أَمَرَنِي بِهَا رَبِّي؟ " فَقَالَ: لَيْسَتْ بِنَحِيرَةٍ، وَلَكِنَّهُ يَأْمُرُكَ إِذَا تَحَرَّمْتَ لِلصَّلَاةِ، ارْفَعْ يَدَيْكَ إِذَا كَبَّرْتَ وَإِذَا رَكَعْتَ، وَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ، وَإِذَا سَجَدْتَ، فَإِنَّهَا صَلَاتُنَا وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ الَّذِينَ فِي السَّمَوَاتِ السَّبْعِ، وَإِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ زِينَةً، وَزِينَةُ الصَّلَاةِ رَفَعُ الْيَدَيْنِ عِنْدَ كُلِّ تَكْبِيرَةٍ.


telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Ibrahim Al-Qadi pada tahun dua ratus lima puluh lima Hijriah, telah menceritakan kepada kami Israil ibnu Hatim Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Muqatil ibnu Hayyan,

dari Al-Asbagh ibnu Nabtah, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa ketika diturunkan kepada Nabi Saw. surat ini, yaitu: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak Maka dirikanlah salat karena

Tuhanmu dan berkorbanlah. (Al-Kautsar: 1-2) Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah yang dimaksud dengan nahirah yang diperintahkan kepadaku oleh Tuhanku agar aku melakukannya?" Jibril menjawab,

"Bukan nahirah, tetapi Dia memerintahkan kepadamu apabila berihram untuk salat, angkatlah kedua tanganmu saat mengucapkan takbir, dan saat engkau rukuk, dan saat engkau angkat kepalamu dari rukuk, dan apabila engkau

akan sujud. Karena sesungguhnya itulah salat kita dan salat para malaikat yang ada di tujuh langit. Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu itu mempunyai perhiasan, dan perhiasan salat ialah mengangkat kedua tangan di saat takbir."'

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Israil ibnu Hatim dengan sanad yang sama.Telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani sehubungan dengan makna firman-Nya, "wanhar"

artinya angkatlah tulang punggungmu sesudah rukuk dan tegakkanlah ia serta tampakkanlah tenggorokanmu. Makna yang dimaksud ialah i'tidal. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim;semua pendapat ini berpredikat garib sekali.

Pendapat yang sahih adalah yang pertama, yaitu yang mengatakan, bahwa makna yang dimaksud dengan nahr ialah menyembelih hewan kurban. Karena itulah maka Rasulullah Saw. seusai salat Idul Adha segera menyembelih kurbannya, lalu bersabda:


"مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا، وَنَسَكَ نُسُكَنَا، فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ. وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلَا نُسُكَ لَهُ". فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نَيَّارٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي نَسكتُ شَاتِي قَبْلَ الصَّلَاةِ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمٌ يُشْتَهَى فِيهِ اللَّحْمُ. قَالَ: "شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ". قَالَ: فَإِنَّ عِنْدِي عِنَاقًا هِيَ أَحَبُّ إليَّ مِنْ شَاتَيْنِ، أَفَتُجْزِئُ عَنِّي؟ قَالَ: "تُجْزِئُكَ، وَلَا تُجَزِئُ أَحَدًا بَعْدَكَ".


Barang siapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih kurban seperti kami menyembelih kurban, maka sesungguhnya dia telah menunaikan kurbannya. Dan barang siapa yang menyembelih kurban sebelum salat (hari raya)

maka tiada kurban baginya. Maka Abu Burdah Nayyar bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menyembelih kambingku sebelum salat, dan aku mengetahui bahwa hari ini adalah hari yang semua orang menyukai

daging padanya" Rasulullah Saw. menjawab: Kambingmu itu adalah daging kambing biasa (bukan kurban). Abu Burdah berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai seekor anak kambing kacang yang

lebih aku sukai daripada dua ekor kambing biasa, apakah itu cukup untuk kurbanku?" Rasulullah Saw. menjawab: Cukup untukmu, tetapi tidak cukup untuk orang lain sesudahmu.Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa

pendapat yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ialah jadikanlah salatmu semuanya tulus ikhlas hanya untuk Tuhanmu, bukan untuk berhala atau sembahan selain-Nya.

Demikian pula kurbanmu, jadikanlah hanya untuk Dia, bukan untuk berhala-berhala. sebagai ungkapan rasa syukurmu terhadap-Nya atas kemuliaan dan kebaikan tiada taranya yang dikhususkan-Nya buatmu sebagai anugerah dari-Nya.

Pendapat yang dikemukakan oieh orang yang mengatakan ini amatlah baik. Dan pendapat ini telah dikatakan sebelumnya oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Ata dengan ungkapan yang semakna.Firman Allah Swt.:


{إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ}


Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 3) Yakni sesungguhnya orang yang membencimu, hai Muhammad, dan benci kepada petunjuk, kebenaran, bukti yang jelas, dan cahaya terang

yang kamu sampaikan; dialah yang terputus lagi terhina, direndahkan dan terputus sebutannya. Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari yazid ibnu Ruman yang mengatakan bahwa dahulu Al-As ibnu Wa-il apabila disebutkan nama Rasulullah Saw., ia mengatakan, "Biarkanlah dia, karena sesungguhnya dia

adalah seorang lelaki yang terputus, tidak mempunyai keturunan. Apabila dia mati, maka terputuslah sebutannya." Maka Allah menurunkan surat ini. Syamir ibnu Atiyyah mengatakan bahwa surat ini diturunkan berkenaan

dengan Uqbah ibnu Abu Mu'it. Ibnu Abbas mengatakan pula, dan juga ikrimah, bahwa surat ini diturunkan berkenaan dengan Ka'b ibnul Asyraf dan sejumlah orang-orang kafir Quraisy. Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Ziyad ibnu Yahya Al-Hassani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Ka'b ibnul Asyraf datang ke Mekah, maka orang-orang Quraisy berkata

kepadanya, "Engkau adalah pemimpin mereka. Tidakkah engkau melihat kepada lelaki yang terusir lagi terputus dari kaumnya itu (maksudnyaNabi Saw.)? Dia mengira bahwa dirinya lebih baik daripada kami, padahal kami

adalah ahli (pelayan) jemaah haji, ahli sadanah (pelayan Ka'bah) dan ahli Siqayah (pelayan minuman air zamzam)," Maka Ka'b Ibnul Asyraf berkata, "Kalian lebih baik daripadanya." Maka turunlah firman Allah Swt.:

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 3) Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Bazzar, dan hadis ini sahih sanadnya. Diriwayatkan pula dari Ata, bahwa surat ini diturunkan berkenaan

dengan Abu Lahab. Demikian itu terjadi ketika putra Rasulullah Saw. meninggal dunia, maka Abu Lahab pergi menemui orang-orang musyrik dan berkata kepada mereka, "Tadi malam Muhammad terputus (keturunannya)."

Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya sehubungan dengan peristiwa tersebut: Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus (Al-Kautsar: 3) Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini diturunkan

berkenaan dengan Abu Jahal. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa makna: sesungguhnya orang-orang yang membencimu. (Al-Kautsar: 3) Yakni musuhmu. Pendapat ini lebih mencakup dan meliputi semua orang yang bersifat

dan berkarakter demikian, baik dari kalangan mereka yang telah disebutkan di atas maupun yang lainnya.ikrimah mengatakan bahwa al-abtar artinya sebatang kara. As-Saddi mengatakan bahwa dahulu mereka apabila meninggal dunia

keturunannya laki-laki mereka, maka mereka mengatakannya abtar (terputus keturunannya). Dan ketika putra-putra Nabi Saw. semuanya meninggal dunia, maka mereka mengatakan, "Muhammad telah terputus."

Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 3) Pendapat ini senada dengan apa yang telah kami sebutkan di atas yang mengatakan bahwa

abtar ialah orang yang tidak mempunyai keturunan laki-laki. Maka orang-orang kafir Quraisy itu mengira bahwa seseorang itu apabila anak-anak lelakinya mati, maka terputuslah sebutannya.

Padalah tidaklah demikianlah kenyataannyabahkan sebenarnya Allah mengekalkan sebutan Nabi Saw. di hadapan para saksi dan mewajibkan syariat yang dibawanya

di atas pundak hamba-hamba-Nya, yang akan terus berlangsung selamanya sampai hari mereka dihimpunkan untuk mendapat pembalasan. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpah-kan kepadanya selama-lamanya sampai hari kiamat.

Surat Al-Kausar |108:2|

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

fa sholli lirobbika wan-ḥar

Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).

So pray to your Lord and sacrifice [to Him alone].

Tafsir
Jalalain

(Maka dirikanlah sholat karena Rabbmu) yaitu sholat Hari Raya Kurban (dan berkurbanlah) untuk manasik hajimu.

Alazhar

"Dan hendaklah engkau berkurban." (ujung ayat 2).Menurut Adh-Dhahhak yang diterimanya dari Ibnu Abbas, perintah sembahyang di sini ialah sembahyang fardhu yang lima waktu.

Berkata Ibnu 'Arabi: "Sembahyang lima waktu. Sebab dialah rukun ibadat seluruhnya dan itulah lantai Islam dan termasuk tonggak agama.

" Tetapi oleh karena ujung ayat ini memerintahkan berkurban, maka menurut tafsir Said bin Jubair: "Sembahyang Subuhlah berjamaah,

kemudian itu sehabis sembahyang sunnat 'Idul-Adhha sembelihlah kurban."Ada lagi penafsiran lain, menurut Al-Qurthubi diterima dari Ali bin Abu Thalib dan Muhammad bin Ka'ab

: "Bersembahyanglah untuk Tuhanmu dan hadapkanlah dada." Sebab An-Nahr itu boleh diartikan menyembelih binatang ternak sebagai kurban di hari kesepuluh Dzul Hijjah

yang dinamai juga Yaumun-Nahr, dan berarti pula dada! Maka mereka artikan: "Sembahyanglah karena Tuhanmu

dan hadapkan dada ke kiblat dengan meletakkan tangan kanan atas tangan kiri di atas dada."Di mana kedua tangan itu diletakkan?

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, bahwa beliau meletakkan kedua tangan atas dadanya. Dan menurut Said bin Jubair dan Imam Ahmad bin Hanbal: di sebelah atas pusat.

Dan beliau berkata: : "Tidaklah salah kalau di sebelah bawah dari pusat." – Ada pula riwayat lain dari Ali bin Abu Thalib,

Abu Hurairah, An-Nakha'i dan Abu Mijlaz: "Di bawah dari pusat." Demikian juga Ats-Tsauri dan Ishaq. (Semua terdapat dalam Tafsir Al-Qurthubi).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kausar | 108 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kausar |108:3|

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

inna syaani`aka huwal-abtar

Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).

Indeed, your enemy is the one cut off.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu) yakni orang-orang yang tidak menyukai kamu (dialah yang terputus) terputus dari semua kebaikan; atau putus keturunannya.

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang bersikap demikian, dia adalah 'Ash bin Wail, sewaktu Nabi saw. ditinggal wafat putranya yang bernama Qasim, lalu 'Ash menjuluki Nabi sebagai Abtar yakni orang yang terputus keturunannya.

Alazhar

"Sesungguhnya orang yang membenci engkau itulah yang akan putus." (ayat 3).Menurut bahasa yang dipakai orang Arab kalau ada seseorang yang banyak anaknya,

laki-laki dan perempuan, tiba-tiba anak-anaknya yang laki-laki meninggal semuanya di waktu kecil, orang itu dinamai Abtar. Yang kita artikan putus! Yaitu putus turunan.

Nabi kita Muhammad SAW mempunyai banyak putera dengan Khadijah, empat anak perempuan (Zainab, Ruqaiyah, Ummi Kultsum dan Fatimah).

Dan anak-anak laki-laki beliau beri nama Abdullah dan Qasim dan Thaher. Dan setelah tinggal di Madinah beliau mendapat anak laki-laki pula,

beliau beri nama Ibrahim. Tetapi anak laki-laki ini semuanya mati di waktu kecil, tidak ada yang sampai dewasa.

Menurut suatu riwayat dari Ibnu Ishaq, dari Yazid bin Rauman: "Al-'Ash bin Wail selalu berkata mencemuhkan Nabi SAW:

'Biarkan saja dia bercakap sesukanya. Diakan putus turunan! Kalau dia sudah mati nanti habislah sebutannya.’"

Menurut riwayat dari 'Atha’, paman Nabi sendri, Abu Lahab yang sangat memusuhi Nabi, setelah mendengar bahwa anak laki-laki Nabi telah meninggal,

dia pergi menemui kawan-kawannya sesama musyrikin dan berkata: "Sudah putus turunan Muhammad malam ini!"

Menurut suatu riwayat pula dari Syamr bin 'Athiyyah: "Uqbah bin Abu Mu’ith pun setelah mendengar anak laki-laki Rasulullah meninggal, dengan gembira berkata: "Putuslah dia!"

Rupanya ratalah menjadi penghinaan pada waktu itu atau pelepaskan sakit hati bagi musuh-musuh beliau kaum musyrik, termasuk paman

beliau sendiri Abu Lahab. Karena anak laki-laki beliau telah mati, habislah putus dan pupus turunan Muhammad dan tidak akan ada sebutannya lagi.

Maka turunlah ayat ini: "Sesungguhnya orang-orang yang membenci engkau itulah yang akan putus." Sedang engkau sendiri tidaklah akan putus.

Mereka telah mencampur-adukkan kebenaran agama dengan kekayaan dan keturunan. Mentang-mentang Muhammad SAW tidak mempunyai keturunan laki-laki,

akan putuslah sebutannya. Kalau dia mati, akan habislah sebutannya dan akan habislah agama yang dibawanya ini.

Niscaya tidak akan ada lagi orang yang menganggu gugat penyembahan berhala.Itulah persangkaan yang salah.

Di permulaan ayat telah difirmankan Tuhan bahwa pemberian-Nya kepada Rasul-Nya sangatlah banyaknya. Satu di antara nikmat yang banyak (Al-Kautsar)

itu ialah sebagai yang ditafsirkan Abu Bakar bin 'Iyyasy dan Yaman bin Ri-ab: "Banyak sahabatnya, banyak ummatnya dan banyak pengikutnya." Beribu-ribu, berjuta.

Sedang orang-orang yang membencinya itu sebahagian besar dan mati dalam peperangan Badar, karena kalah berperang dengan Nabi Muhammad SAW

dan ummat pengikutnya itu. Abu Lahab sendiri, seorang di antara anak laki-lakinya mati diterkam singa. Dan dia sendiri mati karena sakit hati setelah teman-temannya kalah di perang Badar.

Abul Fadhi Al-'Arudhiy mentafsirkan pula bahwa Al-Kautsar, pemberian yang sangat banyak itu dianugerahkan Allah juga bagi Muhammad

dengan keturunan dari pihak anak perempuan, yaitu keturunan Fatimah. Yang sampai sekarang sudah 14 abad masih bertebaran di muka bumi ini.

Ada yang menjadi raja-raja besar di negeri-negeri besar, ada yang menjadi Ulama

dan penganjur politik. Sedang orang-orang yang membencinya itu putuslah berita mereka, tidak ada khabarnya lagi. Marilah kita camkan kebenaran firman Tuhan ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kausar | 108 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kafirun |109:1|

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

qul yaaa ayyuhal-kaafiruun

Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir!

Say, "O disbelievers,

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Hai orang-orang kafir!)

Alazhar

Sudah jelas, Surat ini diturunkan di Makkah dan yang dituju ialah kaum musyrikin, yang kafir, artinya tidak mau menerima seruan dan petunjuk kebenaran yang dibawakan Nabi kepada mereka.

"Katakanlah," – olehmu hai Utusan-Ku – kepada orang-orang yang tidak mau percaya itu: "Hai orang-orang kafir!" (ayat 1).

Hai orang-orang yang tidak mau percaya. Menurut Ibnu Jarir panggilan seperti ini disuruh sampaikan Tuhan oleh Nabi-Nya kepada orang-orang kafir itu,

yang sejak semula berkeras menentang Rasul dan sudah diketahui dalam ilmu Allah Ta’ala bahwa sampai saat terakhir pun mereka tidaklah akan mau menerima kebenaran.

Mereka menantang, dan Nabi SAW pun tegas pula dalam sikapnya menantang penyembahan mereka kepada berhala,

sehingga timbullah suatu pertandingan siapakah yang lebih kuat semangatnya mempertahankan pendirian masing-masing.

Maka pada satu waktu terasalah oleh mereka sakitnya pukulan-pukulan itu, mencela berhala mereka, menyalahkan kepercayaan mereka.

Maka bermufakatlah pemuka-pemuka Quraisy musyrikin itu hendak menemui Nabi. Mereka bermaksud hendak mencari, "damai".

Yang mendatangi Nabi itu menurut riwayat Ibnu Ishaq dari Said bin Mina – ialah Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad bin Al-Muthalib dan Umaiyah bin Khalaf.

Mereka kemukakan suatu usul damaki: "Ya Muhammad! Mari kita berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah,

dan di dalam segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami.Kalau seruan yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami, supaya turutlah kami merasakannya dengan engkau.

Dan jika kami yang lebih benar daripada apa yang engkau serukan itu maka engkau pun telah bersama merasakannya dengan kami,

sama mengambil bahagian padanya." – Inilah usul yang mereka kemukakan. Tidak berapa lama setelah mereka mengemukakan usul ini, turunlah ayat ini:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 1 |

Tafsir ayat 1-6

Surat ini adalah surat yang menyatakan pembebasan diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan surat ini memerintahkan untuk membersihkan diri dengan sebersih-bersihnya dari segala bentuk kemusyrikan. Maka firman Allah Swt.:


{قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ}


Katakanlah, "Hai orang-orang kafir.” (Al-Kafirun: 1) mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi, tetapi lawan bicara dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy. Menurut suatu pendapat, di antara

kebodohan mereka ialah, mereka pernah mengajak Rasulullah Saw. untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka pun akan menyembah sembahannya selama satu tahun.

Maka Allah Swt. menurunkan surat ini dan memerintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat ini agar memutuskan hubungan dengan agama mereka secara keseluruhan; untuk itu Allah Swt. berfirman:


{لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ}


Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun: 2) Yakni berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan.


{وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ}


Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 3)Yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Lafaz ma di sini bermakna man. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ}


Dan aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5) Yakni aku tidak akan melakukan penyembahan seperti kalian.

Dengan kata lain, aku tidak akan menempuh cara itu dan tidak pula mengikutinya. Sesungguhnya yang aku sembah hanyalah Allah sesuai dengan apa yang disukai dan diridai-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ}


dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 5) Artinya, kalian tidak mau menuruti perintah-perintah Allah dan syariat-Nya dalam beribadah kepada-Nya,

melainkan kalian telah membuat-buat sesuatu dari diri kalian sendiri sesuai hawa nafsu kalian. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَما تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدى


Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An-Najm: 23)

Maka Rasulullah Saw. berlepas diri dari mereka dalam semua yang mereka kerjakan; karena sesungguhnya seorang hamba itu harus mempunyai Tuhan yang disembahnya dan cara ibadah yang ditempuhnya.

Rasul dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Untuk itulah maka kalimah Islam ialah 'Tidak ada Tuhan selain Allah,

Muhammad adalah utusan Allah.' Dengan kata lain, tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tiada jalan yang menuju kepada-Nya selain dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

Sedangkan orang-orang musyrik menyembah selain Allah dengan cara penyembahan yang tidak diizinkan oleh Allah. Karena itulah maka Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, sesuai dengan perintah Allah Swt.:


{لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ}


Untuk kalianlah agama kalian dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ


Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (Yunus: 41) Dan firman Allah Swt.:


لَنا أَعْمالُنا وَلَكُمْ أَعْمالُكُمْ


bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (Al-Baqarah: 139) Imam Bukhari mengatakan bahwa dikatakan: Untukmulah agamamu. (Al-Kafirun: 6) Yakni kekafiran. dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6)

Yaitu agama Islam, dan tidak disebutkan dini, karena akhir semua ayat memakai huruf nun, maka huruf ya-nya dibuang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain:


{فَهُوَ يَهْدِينِ}


maka Dialah yang menunjuki aku. (Asy-Syu'ara: 78) Dan firman Allah Swt.:


{يَشْفِينِ}


Dialah Yang menyembuhkan aku. (Asy-Syu'ara: 80) Selain Imam Bukhari mengatakan bahwa sekarang aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah,

dan aku tidak akan pula memenuhi ajakan kalian.dalam sisa usiaku, dan kalian tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam firman-Nya:


وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيراً مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْياناً وَكُفْراً


Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. (Al-Maidah: 64)

Ibnu Jarir telah menukil dari sebagian ahli bahasa Arab bahwa ungkapan seperti ini termasuk ke dalam Bab "Taukid (Pengukuhan)" sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya:


فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ilu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alain Nasyrah: 5-6) Dan firman Allah Swt.:


لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّها عَيْنَ الْيَقِينِ


niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (At-Takatsur: 6-7) Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka

seperti Ibnul Juzi dan lain-lainnya— dari Ibnu Qutaibah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kesimpulan dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa ada tiga pendapat sehubungan dengan makna ayat-ayat surat ini.

Pendapat yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas. Pendapat yang kedua adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya dari ulama tafsir, bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya:

aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 2-3) Ini berkaitan dengan masa lalu, sedangkan firman-Nya: Dan aku bukan penyembah apa

yang kalian sembah, dan kalian bukanpulapenyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5) Ini berkaitan dengan masa mendatang. Dan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan taukid (pengukuhan kata) semata.

Masih ada pendapat lainnya, yaitu pendapat keempat; pendapat ini didukung oleh Abu Abbas ibnu Taimiyah dalam salah satu karya tulisnya. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: aku tidak akan menyembah

apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun:2) menafikan perbuatan karena kalimatnya adalah jumlah fi'liyyah, sedangkan firman-Nya: Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun: 4) menafikan

penerimaan tawaran tersebut secara keseluruhan, karena makna jumlah ismiyah yang dinafikan pengertiannya lebih kuat daripada jumlah fi 'liyah yang dinafikan. Jadi, seakan-akan yang dinafikan bukannya hanya

perbuatannya saja, tetapi juga kejadiannya dan pembolehan dari hukurn syara'. Pendapat ini dinilai cukup baik pula; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Abu Abdullah Asy-Syafii dan lain-lainnya telah menyimpulkan

dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) sebagai suatu dalil yang menunjukkan bahwa kufur itu semuanya sama saja, oleh karenanya orang Yahudi dapat mewaris

dari orang Nasrani; begitu pula sebaliknya, jika di antara keduanya terdapat hubungan nasab atau penyebab yang menjadikan keduanya bisa saling mewaris. Karena sesungguhnya semua agama selain Islam bagaikan sesuatu

yang tunggal dalam hal kebatilannya.Imam Ahmad ibnu Hambal dan ulama lainnya yang sependapat dengannya mengatakan bahwa orang Nasrani tidak dapat mewaris dari orang Yahudi,

demikian pula sebaliknya. Karena ada hadis yang diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


«لَا يَتَوَارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ شَتَّى»


Dua orang pemeluk agama yang berbeda tidak dapat saling mewaris di antara keduanya.

Surat Al-Kafirun |109:2|

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

laaa a'budu maa ta'buduun

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,

I do not worship what you worship.

Tafsir
Jalalain

(Aku tidak akan menyembah) maksudnya sekarang aku tidak akan menyembah (apa yang kalian sembah) yakni berhala-berhala yang kalian sembah itu.

Alazhar

"Katakanlah, hai orang-orang yang kafir!" Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah." (ayat 2).

Menurut tafsiran Ibnu Katsir yang disalinkannya dari Ibnu Taimiyah arti ayat yang kedua: "Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah,"

ialah menafikan perbuatan (nafyul fi'li). Artinya bahwa perbuatan begitu tidaklah pernah aku kerjakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kafirun |109:3|

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

wa laaa antum 'aabiduuna maaa a'bud

dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,

Nor are you worshippers of what I worship.

Tafsir
Jalalain

(Dan kalian bukan penyembah) dalam waktu sekarang (Tuhan yang aku sembah) yaitu Allah swt. semata.

Alazhar

"Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah." (ayat 3). Artinya persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau digabungkan.

Karena yang aku sembah hanya Allah dan kalian menyembah kepada benda; yaitu kayu atau batu yang kamu perbuat sendiri dan kamu besarkan sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kafirun |109:4|

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

wa laaa ana 'aabidum maa 'abattum

dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

Nor will I be a worshipper of what you worship.

Tafsir
Jalalain

(Dan aku tidak mau menyembah) di masa mendatang (apa yang kalian sembah.)

Alazhar

"Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah." (ayat 4).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kafirun |109:5|

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

wa laaa antum 'aabiduuna maaa a'bud

dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.

Nor will you be worshippers of what I worship.

Tafsir
Jalalain

(Dan kalian tidak mau pula menyembah) di masa mendatang (Tuhan yang aku sembah) Allah swt. telah mengetahui melalui ilmu-Nya, bahwasanya mereka di masa mendatang pun tidak akan mau beriman.

Disebutkannya lafal Maa dengan maksud Allah adalah hanya meninjau dari segi Muqabalahnya. Dengan kata lain, bahwa Maa yang pertama tidaklah sama dengan Maa yang kedua.

Alazhar

"Dan kamu bukanlah penyembah sebagaimana aku menyembah" Maka selain dari yang kita sembah itu berlain; kamu menyembah berhala aku menyembah Allah Yang Maha Esa, maka cara kita menyembah pun lain pula.

Kalau aku menyembah Allah maka aku melakukan shalat di dalam syarat rukun yang telah ditentukan.

Sedang kamu menyembah berhala itu sangatlah berbeda dengan cara aku menyembah Allah. Oleh sebab itu tidaklah dapat pegangan kita masing-masing ini didamaikan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kafirun |109:6|

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

lakum diinukum wa liya diin

Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

For you is your religion, and for me is my religion."

Tafsir
Jalalain

(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi saw.

diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.

Alazhar

"Untuk kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku." (ayat 6). Soal akidah, di antara Tauhid Mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampur-adukkan dengan syirik.

Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik. Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan perbedaan ini di dalam tafsirnya: "Dua jumlah suku kata yang pertama (ayat 2 dan 3)

adalah menjelaskan perbedaan yang disembah. Dan isi dua ayat berikutnya (ayat 4 dan 5) ialah menjelaskan perbedaan cara beribadat.

Tegasnya yang disembah lain dan cara menyembah pun lain. Tidak satu dan tidak sama. Yang aku sembah ialah Tuhan Yang Maha Esa,

yang bersih daripada segala macam persekutuan dan perkongsian dan mustahil menyatakan diri-Nya pada diri seseorang atau sesuatu benda.

Allah, yang meratakan kurnia-Nya kepada siapa jua pun yang tulus ikhlas beribadat kepada-Nya.

Dan Maha Kuasa menarik ubun-ubun orang yang menolak kebenaran-Nya dan menghukum orang yang menyembah kepada yang lain. Sedang yang kamu sembah bukan itu, bukan Allah,

melainkan benda. Aku menyembah Allah sahaja, kamu menyembah sesuatu selain Allah dan kamu persekutukan yang lain itu dengan Allah.

Sebab itu maka menurut aku, ibadatmu itu bukan ibadat dan tuhanmu itu pun bukan Tuhan. Untuk kamulah agama kamu,

pakailah agama itu sendiri, jangan pula aku diajak menyembah yang bukan Tuhan itu. Dan untuk akulah agamaku,

jangan sampai hendak kamu campur-adukkan dengan apa yang kamu sebut agama itu."

Al-Qurthubi meringkaskan tafsir seluruh ayat ini begini:"Katakanlah olehmu wahai Utusan-Ku, kepada orang-orang kafir itu,

bahwasanya aku tidaklah mau diajak menyembah berhala-berhala yang kamu sembah dan puja itu,

kamu pun rupanya tidaklah mau menyembah kepada Allah saja sebagaimana yang aku lakukan dan serukan.

Malahan kamu persekutukan berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakan bahwa kamu pun menyembah Allah jua,

perkataanmu itu bohong, karena kamu adalah musyrik. Sedang Allah itu tidak dapat dipersyarikatkan dengan yang lain.

Dan ibadat kita pun berlain. Aku tidak menyembah kepada Tuhanku sebagaimana kamu menyembah berhala.

Oleh sebab itu agama kita tidaklah dapat diperdamaikan atau dipersatukan: "Bagi kamu agama kamu,

bagiku adalah agamaku pula." Tinggilah dinding yang membatas, dalamlah jurang di antara kita."

Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Nabi Muhammad bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan.

Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil jualah yang menang.

Oleh sebab itu maka Akidah Tauhid itu tidaklah mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-nyesuaikan.

Misalnya di antara animisme dengan Tauhid, penyembahan berhala dengan sembahyang, menyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin dengan membaca Bissmillah.Dan lain-lain sebagainya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kafirun | 109 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Nasr |110:1|

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

iżaa jaaa`a nashrullohi wal-fat-ḥ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,

When the victory of Allah has come and the conquest,

Tafsir
Jalalain

(Apabila telah datang pertolongan Allah) kepada Nabi-Nya atas musuh-musuhnya (dan kemenangan) yakni kemenangan atas kota Mekah.

Alazhar

"Apabila telah datang pertolongan Allah." (pangkal ayat 1). Terhadap kepada agama-Nya yang benar itu, dan kian lama kian terbuka mata manusia akan kebenarannya:

"Dan kemenangan." (ujung ayat 1). Yaitu telah terbuka negeri Makkah yang selama ini tertutup. Dan menang Nabi SAW ketika memasuki kota itu bersama 10.000 tentara Muslimin,

sehingga penduduknya takluk tidak dapat melawan lagi. Kedaulatan berhala yang selama ini mereka pertahankan dengan sebab masuknya tentara Islam itu

dengan sendirinya telah runtuh. Berhala-berhala itu telah dipecahi dan dihancurkan. Ka’bah dan sekelilingnya telah bersih daripada berhala.

Dan yang berkuasa ialah Islam: "Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong." (ayat 2).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nasr | 110 : 1 |

Tafsir ayat 1-3

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Khalifah Umar

memasukkan diriku ke dalam kelompok orang-orang tua yang pernah ikut dalam Perang Badar. Maka seseorang dari mereka merasa kurang enak dengan keberadaanku bersama dengan mereka, akhirnya ia berkata,

"Mengapa orang seusia dia dimasukkan ke dalam golongan kita, padahal kita mempunyai anak-anak yang seusia dengannya."Maka Umar menjawab, "Sesungguhnya dia termasuk seseorang yang telah kalian ketahui."

Pada suatu hari Umar memanggil mereka, dan ia memasukkan diriku ke dalam golongan mereka. Dan aku mengerti bahwa tidaklah dia memanggilku dan menggabungkan diriku bersama mereka di hari itu melainkan dengan

tujuan hendak memperlihatkan kadar ilmuku kepada mereka. Lalu Umar membuka pembicaraan, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang makna firman Allah Saw.: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1)

Maka sebagian dari mereka menjawab.”Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya, apabila kita peroleh kemenangan dan pertolongan." Dan sebagian dari mereka hanya diam

tidak mengatakan sepatah kata pun. Maka Umar berkata kepadaku, "Apakah demikian pula menurutmu, hai Ibnu Abbas?" Aku menjawab, "Tidak." Umar berkata, "Bagaimanakah menurutmu?" Maka aku menjawab bahwa itu

merupakan pertanda dekatnya ajal Rasulullah Saw. Yang diberitahukan kepadanya. Allah Swt. berfirman: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Maka itulah alamat dekatnya ajalmu.

maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat. (An-Nasr: 3) Maka Umar ibnu Khattab berkata, "Aku pun sependapat denganmu." Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.

Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Humaid, dari Mahran, dari As-Sauri, dari Asim, dari Abu Razin, dari Ibnu Abbas, lalu ia menyebutkan kisah yang semisal dengan kisah di atas.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيل، حَدَّثَنَا عَطَاءٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نُعِيَت إِلَيَّ نَفْسِي"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Apabila

telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Rasulullah Saw. bersabda: Ini adalah ucapan belasungkawa terhadapku. Karena sesungguhnya beliau Saw. wafat pada tahun itu juga; Imam Ahmad meriwayatkan

secara munfarid. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisalnya dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Mujahid, Abul Aliyah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya bahwa hal ini merupakan berita dekatnya ajal Rasulullah Saw.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عِيسَى الْحَنَفِيُّ عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَدِينَةِ إِذْ قَالَ: "اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ! جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، جَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: "قَوْمٌ رَقِيقَةٌ قُلُوبُهُمْ، لَيِّنَةٌ طِبَاعُهُمْ، الْإِيمَانُ يَمَانٍ، وَالْفِقْهُ يَمَانٍ، وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Isa Al-Hanafi, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Hazim, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika

Rasulullah Saw. berada di Madinah, tiba-tiba beliau Saw. bersabda: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, telah datang pertolongan Allaah dan kemenangan, telah datang penduduk Yaman.” Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?”

Rasulullah Saw. menjawab, "Kaum yang lembut hatinya dan lunak wataknya. Iman adalah Yaman dan fiqih adalah Yaman, dan hikmah adalah Yaman.”Kemudian Ibnu Abdul A’la meriwayatkannya dari Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Ikrimah secara mursal.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الجَحْدَريّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ هِلَالُ بْنُ خَبَّاب، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ} حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، قَالَ: نُعِيت لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفْسُهُ حِينَ نَزَلَتْ، قَالَ: فَأَخَذَ بِأَشَدِّ مَا كَانَ قَطُّ اجْتِهَادًا فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ. وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ ذَلِكَ: "جَاءَ الفتحُ وَنَصْرُ اللَّهِ، وَجَاءَ أَهْلُ اليَمن". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: "قَوْمٌ رَقِيقَةٌ قُلُوبُهُمْ، لَيِّنَةٌ قلوبهم، الإيمان يمان، والفقه يَمان"


Imam Tabrani mengatakan. telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al-Juhdari, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Hilal ibnu Kliabbab

dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) hingga akhir surat, ini merupakan berita dekatnya ajal Rasulullah Saw.

saat surat ini diturunkan. Maka kelihatan Rasulullah Saw. lebih mempergiat kesungguhannya lebih dari sebelumnya dalam masalah akhirat. Dan Rasulullah Saw. sesudah itu bersabda: "Telah datang pertolongan Allah dan

kemenangan, dan telah datang penduduk Yaman.” Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?” Rasulullah Saw. bersabda, "Kaum yang memiliki hati yang lembut dan watak yang lunak.

Iman adalah Yaman, dan fiqih adalah Yaman.” Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Asim ibnu Abu Razin, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika diturunkan

firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Nabi Saw. mengetahui bahwa sesungguhnya ini merupakan berita dekatnya ajal dirinya Saw. Menurut satu pendapat mengatakan bahwa

ketika diturunkan surat ini (An-Nasr). Waqi telah menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Asim, dari Abu Razim bahwa Umar pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. tentang makna firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan

Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Maka Ibnu Abbas menjawab, bahwa surat ini diturunkan sebagai pertanda dekatnya kewafatan Rasulullah Saw. Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu

Ahmad ibnu Umar Al-Waki'i, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, dari Abul Umais, dari Abu Bakar ibnu Abul Jahm, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah. dari

Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa surat Al-Qur'an yang paling akhir penurunannya adalah yang diawali dengan firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Imam Ahmad

mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi At-Ta-i, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan

bahwa ketika diturunkan surat ini yang diawali dengan firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) Rasulullah Saw. inembacanya hingga selesai, lalu bersabda:


«النَّاسُ حَيِّزٌ وَأَنَا وَأَصْحَابِي حَيِّزٌّ- وَقَالَ- لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ»


Manusia itu (orang-orang mukmin) baik dan aku beserta para sahabatku baik. Tiada hijrah sesadah kemenangan (atas kota Mekah), tetapi (yang masih ada ialah) jihad dan niat. Maka Marwan (yang saat itu menjadi khalifah)

berkata kepada Abu Sa’id, ''Kamu dusta," sedangkan di hadapannya terdapat Rafi' ibnu Khadij dan Zaid ibnu Sabit sedang duduk bersamanya di atas dipan. Maka Abu Sa'id menjawab, "Seandainya dua orang ini menghendaki,

tentulah mereka berdua menceritakan hadis ini kepadamu. Akan tetapi, yang ini merasa takut kepadamu bila kamu cabut dia dari kepemimpinan kaumnya, dan orang ini merasa takut bila kamu tidak memberinya sedekah (zakat).

Maka Marwan mengangkat cemetinya dengan maksud akan memukul Abu Sa'id; dan ketika kedua teman duduknya itu melihat situasi memanas, maka keduanya berkata mendukung Abu Sa'id, "Dia benar." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.

Dan hadis yang diingkari oleh Marwan ini terhadap orang yang mengatakannya (yaitu Abu Sa'id) bukanlah hadis yang munkar. Karena sesungguhnya telah terbuktikan melalui riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. bersabda di hari kemenangan:


«لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَلَكِنْ إِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»


Tiada hijrah lagi (sesudah ini), tetapi jihad dan niat;dan apabila kalian diperintahkan untuk berangkat berperang, maka berangkatlah. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing.

Dan pendapat yang dikemukakan oleh sebagian sahabat dari kalangan orang-orang yang ada di dalam majelis Umar saat itu mempunyai alasan yang benar dan baik. Mereka mengatakan bahwa Allah telah memerintahkan kepada kita

bila Dia telah memenangkan kita atas kota-kota besar dan benteng-benteng musuh, hendaknya kita memuji kepada Allah, bersyukur, dan bertasbih kepada-Nya. Yakni mengerjakan salat dan memohon ampun kepada-Nya. Hal ini telah

terbukti kebenarannya dengan adanya salat yang dilakukan oleh Nabi Saw. di Mekah pada hari penaklukannya, yaitu diwaktu duha sebanyak delapan rakaat. Maka sebagian orang mengatakan bahwa salat itu adalah salat duha. Tetapi

disanggah bahwa Rasulullah Saw. belum pernah membiasakan salat tersebut, lalu mengapa beliau melakukan salat itu, padahal beliau dalam keadaan musafir dan tidak berniat untuk mukim di Mekah? Karena itulah maka beliau tinggal di

Mekah hanya sampai akhir Ramadan, yang lamanya kurang lebih sembilan belas hari; dan selama itu beliau mengqasar salatnya. Lalu beliau berbuka bersama semua tentara kaum muslim. yang saat itu jumlahnya kurang lebih sepuluh ribu

personel. Mereka yang menyanggah pendapat pertama mengatakan bahwa salat yang dilakukan oleh mereka tiada lain adalah salat Al-Fat-h. Mereka mengatakan bahwa untuk itu maka dianjurkan bagi pemimpin pasukan apabila mendapat

kemenangan atas suatu negeri, hendaknya ia melakukan salat di dalam negeri itu saat pertama kali dia memasukinya sebanyak delapan rakaat. Hal yang semisal telah dilakukan oleh Sa'd ibnu Abu Waqqas di hari kemenangan atas kota-kota

besar (negeri Persia). Kemudian sebagian dari ulama mengatakan bahwa Nabi Saw. mengerjakan salat yang delapan rakaat itu dengan sekali salam. Tetapi menurut pendapat yang sahih, Nabi Saw. melakukan salam pada setiap dua

rakaatnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sunan Abu Daud, bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat pada tiap dua rakaat di hari kemenangan atas kota Mekah. Adapun menurut penafsiran Ibnu Abbas dan Umar r.a.

yang menyatakan bahwa surat ini merupakan pemberitahuan akan dekatnya kewafatan Rasulullah Saw., maka seperti berikut: Ketahuilah bahwa apabila Aku taklukkan Mekah untukmu karena ia adalah kota yang telah mengusirmu,

dan manusia mulai memasuki agama Allah secara berbondong-bondong, maka sesungguhnya akan Kami selesaikan tugasmu di dunia. Karena itu bersiap-siaplah kamu untuk datang menghadap kepada Kami,

maka negeri akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia. Dan sesungguhnya'Tuhanmu akan memberimu pahala yang membuatmu merasa puas dengannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (An-Nasr: 3)


قَالَ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَحْبُوبٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ هِلَالِ ابن خَبَّابٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ} إِلَى آخِرِ السُّورَةِ، قَالَ: نُعيت لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نفسُه حِينَ أُنْزِلَتْ، فَأَخَذَ فِي أَشَدِّ مَا كَانَ اجْتِهَادًا فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ، وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ ذَلِكَ: "جَاءَ الْفَتْحُ، وَجَاءَ نَصْرُ اللَّهِ، وَجَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: "قوم رقيقة قلوبهم، لَيِّنة قلوبهم، الإيمان يَمانٍ، وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ، وَالْفِقْهُ يَمَانٍ"


Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahbub, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Hilal ibnu Khabbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa ketika turun firman Allah Swt.: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1) sampai akhir surat. Menurut Ibnu Abbas, ini merupakan berita tentang dekatnya masa kewafatan Rasulullah Saw.

Sesudah itu beliau Saw. kelihatan lebih meningkatkan kesungguhannya dalam urusan akhirat. Dan sesudah itu Rasulullah Saw. bersabda: "Telah datang kemenangan dan telah datang pertolongan Allah, dan telah datang penduduk Yaman.”

Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?” Rasulullah Saw. menjawab, "Mereka adalah kaum yang berhati lunak dan berwatak lemah lembut. Iman adalah Yaman, hikmah adalah Yaman, dan fiqih adalah Yaman.”


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا جَرير، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي الضحَى، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ: "سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي" يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ.


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

dalam rukuk dan sujudnya memperbanyak bacaan: Mahasuci Engkau, ya Allah, Tuhan Kami; dan dengan memuji kepada Engkau, ya Allah, ampunilah aku. Nabi Saw.

melakukan demikian sebagai pengamalannya terhadap makna surat ini.Dan Jamaah lainnya telah mengetengahkannya selain Imam Turmuzi melalui hadis Mansur dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ دَاوُدَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: قَالَتْ عَائِشَةُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ فِي آخِرِ أَمْرِهِ مِنْ قَوْلِ: "سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ". وَقَالَ: "إِنَّ رَبِّي كَانَ أَخْبَرَنِي أَنِّي سَأَرَى عَلَامَةً فِي أُمَّتِي، وَأَمَرَنِي إِذَا رَأَيْتُهَا أَنْ أُسَبِّحَ بِحَمْدِهِ وَأَسْتَغْفِرَهُ، إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا، فَقَدْ رَأَيْتُهَا: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Adiy, dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Aisyah telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. di akhir usianya

memperbanyak bacaan: Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Tuhanku telah memberitahuku bahwa aku akan melihat

suatu tanda (dekatnya ajalku) di kalangan umatku, dan Dia memerintahkan kepadaku apabila telah melihatnya untuk (memperbanyak) bacaan tasbih, tahmid, dan istigfar kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat

Dan sesungguhnya aku telah melihatnya, yaitu melalu ifirman-Nya, "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan

memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (An-Nasr: 1-3) Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو السَّائِبِ، حَدَّثَنَا حَفْصٌ، حَدَّثَنَا عَاصِمٌ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي آخِرِ أَمْرِهِ لَا يَقُومُ وَلَا يَقْعُدُ، وَلَا يَذْهَبُ وَلَا يَجِيءُ، إِلَّا قَالَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُكْثِرُ مِنْ سُبْحَانِ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، لَا تَذْهَبُ وَلَا تَجِيءُ، وَلَا تَقُومُ وَلَا تَقْعُدُ إِلَّا قُلْتَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وبحمده؟ قال: "إني أمرت بها"، فقال: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ} إِلَى آخِرِ السُّورَةِ


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa'ib, telah menceritakan kepada kami Hafs, telah menceritakan kepada kami Asim, dari Asy-Sya'bi, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

di penghujung usianya, tidak sekali-kali beliau berdiri, duduk, pergi, dan datang melainkan membaca: Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya. Maka aku bertanya, "Wahai Rasulullah, aku telah melihatmu memperbanyak bacaan

tasbih dan tahmid kepada Allah, tidak sekali-kali engkau pergi, datang, berdiri, atau duduk melainkan engkau membaca, "Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya." Maka beliau Saw. menjawab, bahwa sesungguhnya beliau

diperintahkan untuk melakukannya, lalu beliau membaca firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1), hingga akhir surat.

Hadis ini berpredikat garib. Kami telah menulis hadis tentang kifarat majelis dengan berbagai macam jalur periwayatan dan lafaznya dalam suatu pembahasan yang terpisah, maka tidak perlu dikemukakan di sini.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكيع، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي عُبَيدة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ} كَانَ يُكْثِرُ إِذَا قَرَأَهَا -ورَكَعَ-أَنْ يَقُولَ: "سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ" ثَلَاثًا


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah Saw. firman Allah Swt. yang mengatakan:

Apabila telah datang per tolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1), hingga akhir surat. Maka beliau memperbanyak bacaan berikut bila sedang rukuk, yaitu: Mahasuci Engkau, ya Allah, Tuhan kami;dan dengan memuji kepada

Engkau, ya Tuhan kami, ampunilah daku; sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Sebanyak tiga kali.Imam Ahmad meriwayatkan hadis mi secara munfarid. Ibnu Abu Hatim

meriwayatkannya dari ayahnya, dari Amr ibnu Murrah, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.Yang dimaksud dengan al-fath di sini ialah kemenangan atas kota Mekah, menurut kesepakatan semuanya. Karena

sesungguhnya kabilah-kabilah Arab pada mulanya menggantungkan keislaman mereka dengan kemenangan atas kota Mekah. Mereka mengatakan, "Jika dia (Nabi Saw.) beroleh kemenangan atas kaumnya, berarti dia benar seorang nabi."

Dan ketika Allah Swt. memenangkannya atas kota Mekah, maka masuklah mereka ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong.Belum lagi berlalu masa dua tahun, seluruh penduduk Jazirah Arabia telah beriman, dan tiada suatu

kabilah Arabpun melainkan mereka menampakkan keislamannya. Segala puji dan harapan hanyalah dipanjatkan bagi Allah Swt. Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan dari Amr ibnu Salamah, bahwa ketika kemenangan

atas kota Mekah diraih oleh kaum muslim, maka semua kaum berlomba-lomba menyatakan keislamannya kepada Rasulullah Saw. Dan sebelumnya semua kaum menggantungkan keislaman mereka dengan kemenangan atas kota Mekah.

Mereka mengatakan, "Biarkanlah dia dan kaumnya; jika dia dapat menang atas mereka, berarti dia adalah seorang nabi yang baru."Kami telah menulis kisah tentang perang kemenangan atas kota Mekah di dalam kitab kami yang berjudul As-Sirah.

Untuk itu bagi siapa yang ingin memperoleh keterangan yang lebih detail, hendaklah ia merujuk kepada kitab tersebut; segala puji bagi Allah atas karunia-Nya.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah

ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Abu Ammar, telah menceritakan kepadaku seorang tetangga, dari Jabir ibnu Abdullah.

Dia menceritakan bahwa ketika ia baru datang dari suatu perjalanan, tiba-tiba Jabir ibnu Abdullah datang berkunjung ke rumahnya. Jabir mengucapkan salam kepadanya, kemudian aku ceritakan

kepadanya tentang terpecah belahnya manusia dan hal ikhwal kebid'ahan yang mereka buat-buat. Maka Jabir saat itu juga menangis. Kemudian Jabir r.a. berkata bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:


«إِنَّ النَّاسَ دَخَلُوا فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا وَسَيَخْرُجُونَ مِنْهُ أَفْوَاجًا»


Sesungguhnya manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong, dan kelak mereka akan keluar darinya secara berbondong-bondong (pula).

Surat An-Nasr |110:2|

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

wa ro`aitan-naasa yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa

dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,

And you see the people entering into the religion of Allah in multitudes,

Tafsir
Jalalain

(Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah) yaitu agama Islam (dengan berbondong-bondong) atau secara berkelompok, yang pada sebelumnya hanya secara satu persatu.

Hal tersebut terjadi sesudah kemenangan atas kota Mekah, lalu orang-orang Arab dari semua kawasan datang kepada Nabi saw. dalam keadaan taat untuk masuk Islam.

Alazhar

"Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong." (ayat 2). Artinya bahwa manusia pun datanglah berduyun-duyun, berbondong-bondong dari seluruh penjuru Tanah Arab,

dari berbagai persukuan dan kabilah. Mereka datang menghadap Nabi SAW menyatakan diri mereka mulai saat itu mengakui Agama Islam,

mengucapkan bahwa memang: "Tidak ada Tuhan, melainkan Allah, Muhammad adalah Rasul Allah." Dengan demikian bertukar keadaan.

Agama yang dahulu berjalan dengan sempit, menghadapi berbagai rintangan dan sikap permusuhan, sejak kemenangan menaklukkan Makkah itu

orang datang berbondong menyatakan diri menjadi penganutnya.Kalau sudah demikian halnya: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu." (pangkal ayat 3).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nasr | 110 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Nasr |110:3|

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

fa sabbiḥ biḥamdi robbika wastaghfir-h, innahuu kaana tawwaabaa

maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat.

Then exalt [Him] with praise of your Lord and ask forgiveness of Him. Indeed, He is ever Accepting of repentance.

Tafsir
Jalalain

(Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu) artinya bertasbihlah seraya memuji-Nya (dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat) sesungguhnya Nabi saw.

sesudah surah ini diturunkan, beliau selalu memperbanyak bacaan: Subhaanallaah Wa Bihamdihi, Astaghfirullaaha Wa Atuubu Ilaihi, yang artinya:

"Maha Suci Allah dengan segala pujian-Nya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya." Dengan turunnya surah ini dapat diketahui bahwa saat ajalnya telah dekat.

Peristiwa penaklukan kota Mekah itu terjadi pada bulan Ramadan tahun delapan Hijriah, dan beliau wafat pada bulan Rabiulawal, tahun sepuluh Hijriah.

Alazhar

"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu." (pangkal ayat 3). Arti bertasbih ialah mengakui kebesaran dan kesucian Tuhan,

dan bahwa semuanya itu tidaklah akan terjadi kalau bukan kurnia Tuhan. Dan tidaklah semuanya itu karena tenaga manusia atau tenaga siapa pun di dalam alam ini,

melainkan semata-mata kurnia Allah. Sebab itu hendaklah iringi ucapan tasbih itu dengan ucapan puji-pujian yang tiada putus-putus terhadap-Nya,

bahkan: "Dan mohon ampunlah kepada-Nya." Ini penting sekali. Karena selama berjuang, baik 13 tahun masa di Makkah sebelum hijrah,

ataupun yang 8 tahun di Madinah sebelum menaklullan, kerapkalilah engkau atau pengikut-pengikut engkau yang setia itu berkecil hati,

ragu-ragu, kurang yakin, meskipun tidak dinyatakan, karena sudah begitu hebatnya penderitaan, namun pertolongan Tuhan belum juga datang.

Hal ini pernah juga dibayangkan Tuhan di dalam janjinya (Surat 2, Al-Baqarah : 214): "Atau apakah kamu sangka bahwa kamu akan masuk ke syurga, padahal belum datang kepada kamu seperti yang datang kepada yang sebelum kamu,

mereka itu dikenai oleh kesusahan (harta-benda) dan kecelakaan (pada badan diri) dan digoncangkan mereka (oleh ancaman-ancaman musuh),

sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman besertanya, 'Bilakah akan datang pertolongan Allah itu?, ‘Ketahuilah bahwa pertolongan Allah itu telah dekat.'"

Sampai Rasul sendiri dan sampai orang-orang yang beriman yang mengelilinginya telah bertanya bila lagi kami akan ditolong, padahal kesengsaraan telah sampai puncak, tidak terderitakan lagi.

Mohon ampunlah kepada Allah atas perasaan-perasaan yang demikian, agar rasa hati itu bersih kembali, dan kasih dengan Tuhan bertaut lebih mesra daripada yang dahulu.

Dan taubat daripada kegoncangan fikiran dan keragu-raguan yang mendatang dalam hati ialah dengan menyempurnakan kepercayaan kepada Tuhan;

"Sesungguhnya Dia adalah sangat Pemberi Taubat." (ujung ayat 3). Karena Dia adalah Tuhan, Dia adalah Kasih dan Sayang akan hamba-hamba-Nya,

dan Dia adalah mendidik, melatih jiwa-raga hamba-Nya agar kuat menghadapi warna-warni percobaan hidup di dalam mendekati-Nya.

Seakan-akan berfirmanlah Tuhan: "Bila pertolongan telah datang dan kemenangan telah dicapai, dan orang telah menerima agama ini dengan tangan dan hati terbuka,

maka rasa sedih telah sirna dan rasa takut telah habis. Yang ada setelah itu adalah rasa gembira, sukacita dan syukur.

Hendaklah diisi kegembiraan itu dengan tasbih dan tahmid puji dan syukur, tabah kuatkan hati mendekatinya. Jangan takabbur dan jangan lupa diri.

Oleh sebab itu maka tersebutlah di dalam siirah (sejarah) hidup Nabi SAW bahwa seketika beliau masuk dengan kemenangan gemilang itu ke dalam kota Makkah,

demi melihat orang-orang yang dahulu memusuhinya telah tegak meminggir ke tepi jalan, melapangkan jalan buat dilaluinya,

beliau tundukkan kepalanya ke tanah, merendahkan diri kepada Tuhan, sehingga hampir terkulai ke bawah kendaraannya,

unta tua yang bernama Qashwaa, yang dengan itu pula dia masuk ke sana kembali sebagai penakluk delapan tahun kemudian.

Menurut catatan Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Al-Fathul-Bari, dalam Hadis yang dirawikan oleh Abu Ya'la dari Abdullah bin Umar,

Surat ini diturunkan ialah ketika beliau berhenti di Mina di hari Tasyriq, pada waktu beliau melakukan Haji Wada'. Maka mafhumlah beliau bahwa Surat ini pun adalah menjadi isyarat

juga baginya bahwa tugasnya sudah hampir selesai di dunia ini dan tidak lama lagi dia pun akan dipanggil ke hadhrat Tuhan.

Ada juga kemusykilan orang tentang riwayat itu. Sebab Haji Wada' terjadi dua tahun setelah Makkah takluk.

Tetapi yang mempertahankan riwayat itu mengatakan bahwa orang berbondong masuk ke dalam Agama Allah itu tidaklah putus-putus sampai pun ketika Haji Wada' itu,

bahkan sampai setelah beliau kembali ke Madinah selesai Haji Wada'. Dan tersebut juga dalam catatang riwayat bahwa beberapa orang sahabat yang utama,

sebagai Abu Bakar, Umar dan Abbas mengerti juga akan qiyas isyarat Surat ini. Karena mereka mengerti bahasa Arab, bahasa mereka sendiri,

tahulah bayangan kata, kalau pertolongan telah datang dan kemenangan telah tercapai, artinya tugas telah selesai.

Sebab itu ada riwayat dari Muqatil, bahwa seketika ayat dibaca Nabi di hadapan sahabat-sahabat, banyak yang bergembira, namun ada yang menangis, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib.

"Mengapa menangis, paman?" Tanya Nabi SAW kepada beliau.Abbas menjawab: "Ada isyarat pemberitahuan waktumu telah dekat!" "Tepat apa yang paman sangka itu," kata beliau.

Dan hanya 60 hari saja, menurut keterangan Muqatil, sesudah beliau bercakap-cakap hal itu dengan Nabi, memang berpulanglah Nabi ke hadhrat Tuhan.

Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya memanggil orang-orang tua hadir dalam Perang Badar

untuk pertemuan Shilatur-rahmi. Di sana hadir Ibnu Abbas yang masih muda. Beliau tanyakan pendapatnya tentang "Idzaa Jaa-a Nashrullaahi",

ini. Dia pun menyatakan bahwa Surat ini pun isyarat bahwa ajal Nabi telah dekat.Dan sejak ayat itu turun, selalu Rasulullah membaca dalam sujud dan ruku'nya:

"Amat Suci Engkau, ya Tuhan kami, dan dengan puji-pujian kepada Engkau. Ya Tuhanku, ampunilah kiranya aku ini."

Berkata Ibnu Umar: "Surat Idzaa Jaa-a ini turun di Mina ketika Haji Wada' (Haji Rasulullah yang terakhir, atau Haji Selamat Tinggal).

Kemudian itu turunlah ayat "Al-Yauma Akmaltu Lakum Diinakum." (Surat 5, ayat 3). Setelah ayat itu turun, 80 hari di belakangnya Rasulullah SAW pun wafat.

Sesudah itu turun pulalah ayat Al-Kalalah (Suray 4, An-Nisa', ayat 175 penutup Surat), maka 50 hari sesudah ayat itu turun,

Rasulullah SAW pun kembalilah ke hadhrat Tuhan. Kemudian turunlah ayat "Laqad Jaa-akum Rasuulun Min Anfusikum." (Surat 9, At-Taubah, ayat 128),

maka 35 hari setelah ayat itu turun beliau pun meninggal. Akhir sekali turunlah ayat "Wattaqquu Yauman Turja'uu-na Fiihi Ilallaah." (Surat 2, Al-Baqarah ayat 281). Maka 21 hati setelah ayat itu turun, beliau pun meninggal.

Akhirnya sekali, turunlah ayat "wattaqqu yauman turja'uuna fihi ilallaah'' (surat al baqarah ayat 281).maka 21 hari setelah ayat itu turun, beliau pun meninggal.''inilah ayat-ayat terakhir turun. Sampai nabi muhammad saw. Akhirnya wafat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nasr | 110 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Lahab |111:1|

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

tabbat yadaaa abii lahabiw wa tabb

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!

May the hands of Abu Lahab be ruined, and ruined is he.

Tafsir
Jalalain

(Binasalah) atau merugilah (kedua tangan Abu Lahab) maksudnya diri Abu Lahab; di sini diungkapkan dengan memakai kata-kata kedua tangan sebagai ungkapan Majaz,

karena sesungguhnya kebanyakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia itu dikerjakan dengan kedua tangannya;

Jumlah kalimat ini mengandung makna doa (dan sesungguhnya dia binasa) artinya dia benar-benar merugi.

Kalimat ayat ini adalah kalimat berita; perihalnya sama dengan perkataan mereka: Ahlakahullaahu Waqad Halaka, yang artinya: "Semoga Allah membinasakannya; dan sungguh dia benar-benar binasa."

Ketika Nabi saw. menakut-nakutinya dengan azab, ia berkata, "Jika apa yang telah dikatakan oleh anak saudaraku itu benar, maka sesungguhnya aku akan menebus diriku dari azab itu dengan harta benda dan anak-anakku." Lalu turunlah ayat selanjutnya, yaitu:

Alazhar

Abu Lahab adalah paman dari Nabi SAW sendiri, saudara dari ayah beliau. Nama kecilnya Abdul 'Uzza. Sebagai kita tahu, 'Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang Quraisy, Abdul 'Uzza bin Abdul Muthalib. Nama isterinya ialah Arwa,

saudara perempuan dari Abu Sufyan Sakhar bin Harb, khalah dari Mu'awiyah. Dia dipanggilkan Abu Lahab,

yang dapat diartikan ke dalam bahasa kita dengan "Pak Menyala", karena mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Gelar panggilan itu sudah dikenal orang buat dirinya.

Dalam kekeluargaan sejak zaman sebelum Islam, hubungan Muhammad SAW sebelum menjadi Rasul amat baik dengan pamannya ini,

sebagai dengan pamannya yang lain-lain juga. Tersebut di dalam riwayat seketika Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia,

Abu Lahab menyatakan sukacitanya, karena kelahiran Muhammad dipandangnya akan ganti adiknya yang meninggal dunia di waktu muda, ayah Muhammad,

yaitu Abdullah. Sampai Abu Lahab mengirimkan seorang jariahnya yang muda, bernama Tsuaibah untuk menyusukan Nabi sebelum datang Halimatus-Sa'diyah dari desa Rani Sa'ad.

Dan setelah anak-anak pada dewasa, salah seorang puteri Rasulullah SAW kawin dengan anak laki-laki Abu Lahab. Tetapi setelah Rasulullah SAW menyatakan da'wahnya menjadi Utusan Allah,

mulailah Abu Lahab menyatakan tantangannya yang amat keras, sehingga melebihi dari yang lain-lain. Bahkan melebihi dari sikap Abu Jahal sendiri.

Seketika datang ayat yang tersebut di dalam Surat 26, Asy-Syu'ara, ayat 214: "Dan beri peringatanlah kepada kaum kerabatmu yang terdekat," keluarlah Nabi SAW dari rumahnya menuju bukit Shafa.

Dia berdiri dan mulai menyeru: "Ya Shabahah!" (Berkumpullah pagi-pagi!). Orang-orang yang mendengar tanya bertanya, siapa yang menyeru ini.

Ada yang menjawab: "Muhammad rupanya." Lalu orang pun berkumpul.Maka mulailah beliau mengeluarkan ucapannya: "Hai Bani Fulan, Hai Bani Fulan, Hai Bani Abdi Manaf, Hai Bani Abdul Muthalib!"

Semua Bani yang dipanggilnya itu pun datanglah berkumpul. Lalu beliau berkata:

"Kalau aku katakan kepada kamu semua bahwa musuh dengan kuda peperangannya telah keluar dari balik bukit ini, adakah di antara kamu yang percaya?"

Semua menjawab: "Kami belum pernah mengalami engkau berdusta." Maka beliau teruskanlah perkataannya: "Sekarang aku beri peringatan kepadamu semuanya,

bahwasanya di hadapan saya azab Tuhan yang besar sedang mengancam kamu." Tiba-tiba sedang orang lain terdiam

mempertimbangkan perkataannya yang terakhir itu bersoraklah Abu Lahab:"Apa hanya untuk mengatakan itu engkau kumpulkan kami ke mari?" "Tubbanlaka!" Anak celaka!.

Tidak berapa saat kemudian turunlah Surat ini, sebagai sambutan keinginan Abu Lahab agar Nabi Muhammad SAW anaknya itu dapat kebinasaan:

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab." (pangkal ayat 1). Diambil kata ungkapan kedua tangan di dalam bahasa Arab,

yang berarti bahwa kedua tangannya yang bekerja dan berusaha akan binasa. Orang berusaha dengan kedua tangan,

maka kedua tangan itu akan binasa, artinya usahanya akan gagal: "Watabb!" – "Dan binasalah dia." (ujung ayat 1).

Bukan saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan jasmaninya pun akan binasa.

Apa yang direncanakan di dalam menghalangi da'wah Nabi SAW tidaklah ada yang akan berhasil, malahan gagal!

Menurut riwayat tambahan dari Al-Humaidi: "Setelah isteri Abu Lahab mendengar ayat Al-Qur'an yang turun menyebut nama mesjid.

Beliau SAW di waktu itu memang ada di dalam mesjid di dekat Ka'bah dan di sisinya duduk Abu Bakar r.a.

Dan di tangan perempuan itu ada sebuah batu sebesar segenggaman tangannya. Maka berhentilah dia di hadapan Nabi yang sedang duduk bersama Abu Bakar itu.

Tetapi kelihatan olehnya hanya Abu Bakar saja. Nabi SAW sendiri yang duduk di situ tidak kelihatan olehnya.

Lalu dia berkata kepada Abu Bakar: "Hai Abu Bakar, telah sampai kepada saya beritanya bahwa kawanmu itu mengejekkan saya.

Demi Allah! Kalau saya bertemu dia, akan saya tampar mulutnya dengan batu ini."Sesudah berkata begitu dia pun pergi dengan marahnya.Maka berkatalah Abu Bakar kepada Nabi SAW

"Apakah tidak engkau lihat bahwa dia melihat engkau?" Nabi menjawab: "Dia ada menghadapkan matanya kepadaku, tetapi dia tidak melihatku. Allah menutupkan penglihatannya atasku.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Lahab | 111 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرّة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ، فَصَعِدَ الْجَبَلَ فَنَادَى: "يَا صَبَاحَاهَ". فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ، فَقَالَ: "أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدثتكم أَنَّ الْعَدُوَّ مُصبحكم أَوْ مُمْسيكم، أَكَنْتُمْ تُصَدِّقُونِي؟ ". قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِنِّي نذيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٌ شَدِيدٍ". فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ تَبًّا لَكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ} إِلَى آخِرِهَا


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. keluar menuju ke Lembah Batha, lalu menaiki bukit yang ada padanya dan berseru, "Awas ada musuh di pagi hari ini!" Maka orang-orang Quraisy berkumpul kepadanya dan beliau bersabda:

"Bagaimanakah pendapat kalian jika aku sampaikan berita kepada kalian bahwa musuh akan datang menyerang kalian di pagi atau petang hari, apakah kalian akan percaya kepadaku?” Mereka menjawab, "Ya.” Nabi Saw. bersabda

"Maka sesungguhnya aku memperingatkan kepada kalian akan datangnya azab yang keras.” Maka Abu Lahab berkata, "Celakalah kamu ini, karena inikah engkau mengumpulkan kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. (Al-Lahab: 1), hingga akhir surat Menurut riwayat yang lain, disebutkan bahwa lalu Abu Lahab menepiskan kedua tangannya seraya berkata, "Celakalah kamu

sepanjang hari ini, karena inikah engkau mengumpulkan kami?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. (Al-Lahab: 1) Konteks riwayat pertama

menunjukkan pengertian kutukan terhadap Abu Lahab, sedangkan konteks riwayat kedua menunjukkan pengertian pemberitaan tentang sikap Abu Lahab. Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah Saw., nama aslinya ialah

Abdul Uzza ibnu Abdul Muttalib, dan nama kunyahnya (gelarnya) ialah Abu Utaibah. Sesungguhnya dia diberi julukan Abu Lahab tiada lain karena wajahnya yang cerah. Dia adalah seorang yang banyak menyakiti Rasulullah Saw

sangat membenci dan meremehkannya serta selalu memojokkannya dan juga memojokkan agamanya.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur

Rahman ibnu Abu Zanad, dari ayahnya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang dikenal dengan nama Rabi'ah ibnu Abbad, dari Banid Dail,

pada mulanya dia adalah seorang jahiliah, lalu masuk Islam. Dia mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. bersabda di masa Jahiliah di pasar Zul Majaz:


«يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوا»


Hai manusia, ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, " niscaya kamu beruntung. Sedangkan orang-orang berkumpul mengerumuninya. Dan di belakangnya terdapat seorang yang berwajah cerah,

bermata juling, dan rambutnya berkepang. Orang itu mengatakan, "Sesungguhnya dia adalah orang pemeluk agama baru lagi pendusta." Orang yang berwajah cerah itu selalu mengikuti Nabi Saw. ke mana pun beliau pergi.

Aku bertanya mengenainya, maka dijawab bahwa orang itu adalah pamannya sendiri, bernama Abu Lahab. Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Syuraih, dari Ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, kemudian disebutkan hal

yang semisal. Abu Zanad bertanya kepada Rabi'ah, "Apakah saat itu engkau masih anak-anak?" Rabi'ah menjawab, "Tidak, bahkan demi Allah, sesungguhnya aku di hari itu telah 'aqil lagi dapat mengangkat qirbah." Hadis

ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Husain ibnu Abdullah ibnu Ubaidillah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

Rabi'ah ibnu Abbas Ad-Daili mengatakan, "Sesungguhnya saat ia bersama ayahnya —telah berusia remaja— melihat Rasulullah Saw. mendatangi tiap kabilah,

sedangkan di belakang beliau terdapat seorang lelaki yang bermata juling, berwajah cerah, dan berambut lebat. Rasulullah Saw. berdiri di hadapan kabilah, lalu bersabda:


«يَا بَنِي فُلَانٍ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ آمُرُكُمْ أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ لَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تُصَدِّقُونِي وَتَمْنَعُونِي حَتَّى أُنَفِّذَ عَنِ اللَّهِ مَا بَعَثَنِي بِهِ»


Hai Bani Fulan, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian aku memerintahkan kepada kalian untuk menyembah Allah dan janganlah kalian persekutukan Dia dengan sesuatu pun; benarkanlah aku dan belalah

aku hingga aku dapat melaksanakan semua yang diutuskan oleh Allah kepadaku. Apabila Rasulullah Saw. selesai dari ucapannya, maka lelaki itu berkata dari belakangnya, "Hai Bani Fulan, orang ini menginginkan agar kalian

memecat Lata dan 'Uzza serta jin teman-teman kalian dari kalangan Bani Malik ibnu Aqyasy dan mengikuti bid'ah dan kesesatan yang disampaikannya. Maka janganlah kalian dengar dan jangan pula kalian ikuti." Aku bertanya

kepada ayahku, "Siapakah orang ini?" Ayahku menjawab, bahwa dia adalah pamannya yang dikenal dengan nama Abu Lahab. Imam Ahmad dan Imam Tabrani telah meriwayatkan pula dengan lafaz yang sama. Firman Allah Swt:


{تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ}


Binasalah kedua tangan Abu Lahab. (Al-Lahab: 1) Yakni merugi, kecewa, dan sesatlah (sia-sialah) amal perbuatan dan usahanya.


{وَتَبَّ}


dan sesungguhnya dia akan binasa. (Al-Lahab: 1) Yaitu sesungguhnya dia celaka dan telah nyata merugi dan binasa. Firman Allah Swt.:


{مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ}


Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. (Al-Lahab: 2) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan apa yang ia usahakan. (Al-Lahab: 2)

Maksudnya, anaknya. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Aisyah, Mujahid, Ata, Al-Hasan, dan Ibnu Sirin. Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ketika Rasulullah Saw. menyeru kaumnya kepada iman.

Abu Lahab berkata, "Jika apa yang dikatakan oleh keponakanku ini benar, maka sesungguhnya aku akan menebus diriku kelak di hari kiamat dari azab dengan harta dan anak-anakku."

Maka turunlah firman Allah Swt.: Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan". (Al-Lahab: 2) Adapun firman Allah Swt.:


{سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ}


Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. (Al-Lahab: 3) Yakni neraka yang apinya berbunga, menyala dengan hebatnya, dan sangat membakar.


{وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ}


Dan (begitu pula) istrinya pembawa kayu bakar. (Al-Lahab: 4) Istri Abu Lahab dari kalangan wanita Quraisy yang terhormat dan termasuk pemimpin kaum wanitanya bernama Ummu Jamil, nama aslinya ialah

Arwah binti Harb ibnu Umayyah, saudara perempuan Abu Sufyan. Dia membantu suaminya dalam kekufuran dan keingkarannya terhadap perkara hak yang dibawa oleh Nabi Saw.

Karena itulah maka kelak di hari kiamat ia menjadi pembantu yang mengazabnya dalam di neraka Jahanam. Di dalam firman berikutnya disebutkan:


{حَمَّالَةَ الْحَطَبِ فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ}


pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut. (Al-Lahab: 4-5) Yaitu memanggul kayu bakar, lalu melemparkannya kepada suaminya agar api yang membakarnya bertambah besar; istrinya memang diciptakan untuk itu dan disediakan untuk membantu mengazabnya.


{فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ}


Yang di lehernya ada tali dari sabut. (Al-Lahab: 5) Menurut Mujahid dan Urwah, makna yang dimaksud ialah berupa api neraka. Diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Sauri, dan As-Saddi

sehubungan dengan makna firman-Nya: pembawa kayu bakar. (Al-Lahab: 4) Bahwa istri Abu Lahab gemar berjalan menghamburkan fitnah (hasutan). Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Al-Aufi telah

meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Atiyyah Al-Jadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid, bahwa istri Abu Lahab meletakkan ranting-ranting berduri di jalan-jalan yang dilalui oleh Rasulullah Saw. Ibnu Jarir mengatakan bahwa istri

Abu Lahab mengejek Nabi Saw. sebagai orang yang fakir, dan dia pernah mencari kayu bakar, oleh karena itulah maka ia dijuluki dengan sebutan 'Hammalatal Hatab' sebagai cemoohan terhadapnya. Demikianlah menurut apa

yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, tetapi dia tidak menisbatkannya kepada siapa pun. Pendapat yang benar adalah yang pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa dahulu istri Abu

Lahab mempunyai sebuah kalung yang mewah, lalu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku akan membelanjakan kalung ini (menjualnya) untuk biaya memusuhi Muhammad Saw." Maka Allah menghukumnya dengan tali dari api

neraka yang dikalungkan di lehernya (kelak di hari kemudian).Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sulaim maula Asy-Sya'bi, dari Asy-Sya'bi yang

mengatakan bahwa al-masadd artinya sabut. Urwah ibnuz Zubair mengatakan bahwa al-masadd artinya rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Telah diriwayatkan pula dari As-Sauri bahwa makna yang dimaksud ialah sebuah

kalung api yang panjangnya tujuh puluh hasta. Al-Jauhari mengatakan bahwa al-masadd adalah sabut, dan al-masadd juga berarti tali yang terbuat dari sabut atau kulit pohon, dan adakalanya terbuat dari kulit unta atau bulunya. Dalam

bahasa Arab disebutkan masadtul habla atau amsuduhu masdan, artinya ialah engkau pintal tali itu dengan pintalan yang baik. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang di lehernya ada tali dari sabut. (Al-Lahab: 5)

Yakni pasung leher yang terbuat dari besi, tidakkah engkau perhatikan bahwa orang-orang Arab menyebut anak unta yang pertama masad? Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zar'ah,

keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu KaSir, dari Abu Badras, dari Asma

binti Abu Bakar yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman Allah Swt.: Binasalah kedua tangan Abu Lahab. (Al-Lahab: 1) Maka datanglah wanita yang bermata juling (yaitu Ummu Jamil binti Harb) seraya menyumpah-nyumpah

sedangkan tangannya memegang batu seraya mengucapkan kata-kata bersyair, "Dia telah mencela agama nenek moyang kami, agamanya kutolak dan perintahnya kutentang."Saat itu Rasulullah Saw. sedang duduk di masjid

ditemani sahabat Abu Bakar. Ketika sahabat Abu Bakar melihat Ummu Jamil, ia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, Ummu Jamil datang, dan aku mengkhawatirkan keselamatanmu bila dia melihatmu."

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia tidak akan dapat melihatku.Dan Nabi Saw. membaca suatu ayat Al-Qur'an sebagai perlindungan buat dirinya, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَإِذا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ حِجاباً مَسْتُوراً


Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. (Al-Isra: 45) Maka Ummu Jamil datang dan berdiri di hadapan

Abu Bakar tanpa melihat Rasulullah Saw., lalu berkata, "Hai Abu Bakar, sesungguhnya aku mendapat berita bahwa temanmu mengejekku." Abu Bakar menjawab, "Tidak, demi Tuhan Penguasa Ka'bah ini, dia tidak mengejekmu."

Maka Ummu Jamil pergi seraya mengatakan, "Orang-orang Quraisy telah mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah anak perempuan pemimpin mereka." Sufyan mengatakan bahwa Al-Walid di dalam hadisnya—atau selain

Al-Walid— menyebutkan bahwa Ummu Jamil terjatuh karena kainnya tersangkut, saat itu ia sedang melakukan tawaf di Ka'bah, maka Ummu Jamil mengatakan, "Celakalah si pencela itu." Maka Ummu Hakim binti Abdul Muttalib mengatakan,

"Sesungguhnya aku benar-benar wanita yang menjaga kehormatannya, maka aku tidak berbicara; dan aku adalah seorang wanita pingitan, maka aku tidak mengetahui banyak hal; dan kita berdua dari kalangan anak-anak sepaman (sepupu),

dan orang-orang Quraisy lebih mengetahuinya."Sebagian ahli ilmu mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang di lehernya ada tali dari sabut (Al-Lahab: 5) Yakni di lehernya ada tali dari api neraka Jahanam

yang mengangkatnya sampai ke pinggir neraka Jahanam, lalu ia dilemparkan ke dasarnya. Kemudian dilakukan hal yang semisal terhadapnya selama-lamanya.Abu Khattab ibnu Dihyah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tanwir

mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dan al-masad diartikan dengan tali timba.Para ulama mengatakan bahwa surat ini merupakan mukjizat dan bukti terang yang menunjukkan kenabian. Karena sesungguhnya sejak

diturunkan firman-Nya: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar, Yang di lehernya ada tali dari sabut. (Al-Lahab: 3-5) Yang memberitakan bahwa keduanya adalah orang

yang celaka dan tidak akan mau beriman. Kemudian kenyataanya memang demikian selama hidupnya, keduanya tidak beriman dan tidak pula salah seorangnya, baik lahir maupun batinnya, dan baik menyembunyikannya

ataupun melahirkannya. Keduanya sama sekali tidak mau beriman Dan hal ini merupakan bukti paling kuat yang menunjukkan kebenaran kenabian Nabi Muhammad Saw.

Surat Al-Lahab |111:2|

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

maaa aghnaa 'an-hu maaluhuu wa maa kasab

Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.

His wealth will not avail him or that which he gained.

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan) maksudnya apa yang telah diusahakannya itu, yakni anak-anaknya.

Lafal Aghnaa di sini bermakna Yughnii, artinya tidak akan berfaedah kepadanya harta dan anak-anaknya.

Alazhar

"Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang diusahakannya." (ayat 2).

Dia akan berusaha menghabiskan harta-bendanya buat menghalangi perjalanan anak saudaranya, hartanyalah yang akan licin tandas,

namun hartanya itu tidaklah akan menolongnya. Perbuatannya itu adalah percuma belaka. Segala usahanya akan gagal. Menurut riwayat dari Rabi'ah bin 'Ubbad Ad-Dailiy, yang dirawikan oleh Al-Imam Ahmad:

"Aku pernah melihat Rasulullah SAW di zaman masih jahiliyah itu berseru-seru di Pasar Dzil Majaz: 'Hai sekalian manusia!

Katakanlah 'Laa Ilaha Illallah,' (Tidak ada Tuhan melainkan Allah), niscaya kamu sekalian akan beroleh kemenangan.'"

Orang banyak berkumpul mendengarkan dia berseru-seru itu. Tetapi di belakangnya datang pula seorang laki-laki, mukanya cukup pantas.

Dan dia berkata pula dengan kerasnya: "Jangan kalian dengarkan dia. Dia telah khianat kepada agama nenek-moyangnya,

dia adalah seorang pendusta!" Ke mana Nabi SAW pergi, ke sana pula diturutkannya. Orang itu ialah pamannya sendiri, Abu Lahab.

Menurut riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada utusan dari kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah SAW di Makkah hendak minta keterangan tentang Islam,

mereka pun, ditemui oleh Abu Lahab. Kalau orang itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu,

sebab dia tentu lebih tahu, dibusukkannyalah Nabi SAW dan dikatakannya: "Kadzdzab, Sahir." (Penipu, tukang sihir).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Lahab | 111 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Lahab |111:3|

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

sayashlaa naaron żaata lahab

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).

He will [enter to] burn in a Fire of [blazing] flame

Tafsir
Jalalain

(Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak) yang besar nyalanya; kata-kata ini pun dijadikan pula sebagai julukan namanya, karena ia mempunyai muka yang berbinar-binar memancarkan sinar merah api.

Alazhar

Namun segala usahanya membusuk-busukkan Nabi itu gagal jua!"Akan masuklah dia ke dalam api yang bernyala-nyala." (ayat 3). Dia tidak akan terlepas dari siksaan dan azab Allah. Dia akan masuk api neraka.

Dia kemudiannya mati sengsara karena terlalu sakit hati mendengar kekalahan kaum Quraisy dalam peperangan Badar.

Dia sendiri tidak turut dalam peperangan itu. Dia hanya memberi belanja orang lain buat menggantikannya.

Dengan gelisah dia menunggu berita hasil perang Badar. Dia sudah yakin Quraisy pasti menang dan kawan-kawannya akan pulang dari peperangan itu dengan gembira.

Tetapi yang terjadi ialah sebaliknya. Utusan-utusan yang kembali ke Makkah lebih dahulu mengatakan mereka kalah.

Tujuh puluh yang mati dan tujuh puluh pula yang tertawan. Sangatlah sakit hatinya mendengar berita itu, dia pun mati. Kekesalan dan kecewa terbayang di wajah jenazahnya.

Anak-anaknya ada yang masuk Islam seketika dia hidup dan sesudah dia mati. Tetapi seorang di antara anaknya itu bernama Utaibah adalah menantu Nabi,

kawin dengan Ruqaiyah. Karena disuruh oleh ayahnya menceraikan isterinya, maka puteri Nabi itu diceraikannya.

Nabi mengawinkan anaknya itu kemudiannya dengan Usman bin Affan. Nabi mengatakan bahwa bekas menantunya itu akan binasa dimakan "anjing hutan".

Maka dalam perjalanan membawa perniagaan ayahnya ke negeri Syam, di sebuah tempat bermalam di jalan dia diterkam singa hingga mati.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Lahab | 111 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Lahab |111:4|

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

wamro`atuh, ḥammaalatal-ḥathob

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).

And his wife [as well] - the carrier of firewood.

Tafsir
Jalalain

(Dan begitu pula istrinya) lafal ini di'athafkan kepada Dhamir yang terkandung di dalam lafal Yashlaa, hal ini diperbolehkan karena di antara keduanya terdapat pemisah,

yaitu Maf'ul dan sifatnya; yang dimaksud adalah Umu Jamil (pembawa) dapat dibaca Hammalaatun dan Hammaalatan (kayu bakar)

yaitu duri dan kayu Sa'dan yang banyak durinya, kemudian kayu dan duri itu ia taruh di tengah jalan tempat Nabi saw. lewat.

Alazhar

"Dan isterinya." (pangkal ayat 4). Dan isterinya akan disiksa Tuhan seperti dia juga. Tidak juga akan memberi faedah baginya hartanya,

dan tidak juga akan memberi faedah baginya segala usahanya: "Pembawa kayu bakar." (ujung ayat 4).

Sebagai dikatakan tadi nama isterinya ini Arwa, gelar panggilan kehormatannya sepadan dengan gelar kehormatan suaminya.

Dia bergelar Ummu Jamil: Ibu dari kecantikan! Dia saudara perempuan dari Abu Sufyan.

Sebab itu dia adalah 'ammah (saudara perempuan ayah) dari Mu'awiyah dan dari Ummul Mu'minin Ummu Habibah.

Tetapi meskipun suaminya di waktu dulu seorang yang tampan dan ganteng, dan dia ibu dari kecantikan,

karena sikapnya yang buruk terhadap Agama Allah kehinaan yang menimpa diri mereka berdua.

Si isteri menjadi pembawa "kayu api", kayu bakar, menyebarkan api fitnah ke sana sini buat membusuk-busukkan Utusan Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Lahab | 111 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Lahab |111:5|

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ

fii jiidihaa ḥablum mim masad

Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.

Around her neck is a rope of [twisted] fiber.

Tafsir
Jalalain

(Yang di lehernya) atau pada lehernya (ada tali dari sabut) yakni pintalan dari sabut; Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Haal atau kata keterangan dari lafal Hammaalatal Hathab yang merupakan sifat dari istri Abu Lahab. Atau kalimat ayat ini dapat dianggap sebagai Khabar dari Mubtada yang tidak disebutkan.

Alazhar

"Yang di lehernya ada tali dari sabut."(ayat 5).Ayat ini mengandung dua maksud. Membawa tali dari sabut,

artinya, karena bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah korma, sehingga berkesan kalau dia bawanya berjalan.

Tafsir yang kedua ialah membawa kayu api ke mana-mana, atau membawa kayu bakar.Membakar perasaan kebencian

terhadap Rasulullah mengada-adakan yang tidak ada. Tali dari sabut pengikat kayu api fitnah, artinya bisa menjerat lehernya sendiri.

Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Tuhan menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi pengajaran

dan i'tibar bagi manusia yang mencoa berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya,

karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut.

Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil.

Apatah lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan,

karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Tuhan,

dan harta-bendanya yang telah dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah

dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka. Demikian Ibnu Katsir.

Dan kita pun menampak di sini bahwa meskipun ada pertalian keluarga di antara Rasulullah SAW dengan dia,

namun sikapnya menolak kebenaran Ilahi, tidaklah akan menolong menyelamatkan dia hubungan darahnya itu.

*** Selain bernama "Al-Lahab"(nyala) Surat ini pun bernama "Al-Masadd”,yang berarti tali yang terbuat dari sabut itu. Beberapa faedah dan kesan kita perdapat dari Surat ini.

Pertama: Meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi SAW saudara kandung dari ayahnya,

namun oleh karena sikapnya yang menantang Islam itu, namanya tersebut terang sekali di dalam wahyu,

sehingga samalah kedudukannya dengan Fir'aun, Haman dan Qarun, sama disebut namanya dalam kehinaan.

Kedua: Surat Al-Lahab ini pun menjadi i'tibar bagi kita bagaimana hinanya dalam pandangan agama seseorang yang kerjanya "membawa kayu api”,

yaitu menghasut dan memfitnah ke sana ke mari dan membusuk-busukkan orang lain.

Dan dapat pula dipelajari di sini bahwasanya orang yang hidup dengan sakit hati,

dengan rasa kebencian kerapkalilah bernasib sebagai Abu Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba-tiba bilamana menerima suatu berita

yang tidak diharap-harapkannya. Mungkin juga Abu Lahab itu ditimpa oleh penyakit darah tinggi, atau sakit jantung.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Lahab | 111 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Ikhlas |112:1|

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

qul huwallohu aḥad

Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa.

Say, "He is Allah, [who is] One,

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa") lafal Allah adalah Khabar dari lafal Huwa, sedangkan lafal Ahadun adalah Badal dari lafal Allah, atau Khabar kedua dari lafal Huwa.

Alazhar

"Katakanlah" – Hai Utusan-Ku- "Dia adalah Allah, Maha Esa." (ayat 1). Inilah pokok pangkal akidah, puncak dari kepercayaan.

Mengakui bahwa yang dipertuhan itu ALLAH nama-Nya. Dan itu adalah nama dari Satu saja. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.

Pengakuan atas Kesatuan, atau Keesaan, atau tunggal-Nya Tuhan dan nama-Nya ialah Allah, kepercayaan itulah yang dinamai TAUHID.

Berarti menyusun fikiran yang suci murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Sebab Pusat Kepercayaan di dalam pertimbangan akal yang sihat dan berfikir teratur hanya sampai kepada SATU.

Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak pula ada teman hidup-Nya. Karena mustahillah kalau Dia lebih dari satu.

Karena kalau Dia berbilang, terbahagilah kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ikhlas | 112 : 1 |

Tafsir ayat 1-4

Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan latar belakang penurunannya. Ikrimah mengatakan bahwa ketika orang-orang Yahudi berkata, "Kami menyembah Uzair anak Allah."

Dan orang-orang Nasrani mengatakan, "Kami menyembah Al-Masih putra Allah." Dan orang-orang Majusi mengatakan,

"Kami menyembah matahari dan bulan." Dan orang-orang musyrik mengatakan.”Kami menyembah berhala." Maka Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:


{قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ}


Katakanlah.”Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1) Yakni Dialah Tuhan Yang Satu, Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada pembantu-Nya, tiada lawan-Nya, tiada yang serupa dengan-Nya, dan tiada yang setara dengan-Nya.

Lafaz ini tidak boleh dikatakan secara i'sbat terhadap seseorang kecuali hanya Allah Swt. Karena Dia Mahasempurna dalam segala sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah Swt:


{اللَّهُ الصَّمَدُ}


Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Ikrimah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam kebutuhan dan sarana mereka.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah Tuhan Yang Mahasempurna dalam perilaku-Nya, Mahamulia yang Mahasempurna dalam kemuliaan-Nya, Mahabesar yang Mahasempurna

dalam kebesaran-Nya, Maha Penyantun yang Mahasempurna dalam sifat penyantun-Nya, Maha Mengetahui yang Mahasempurna dalam pengetahuan-Nya, dan Mahabijaksana yang Mahasempurna dalam kebijaksanaan-Nya.

Dialah Allah Yang Mahasempurna dalam kemuliaan dan akhlak-Nya. Dan hanya Dialah Allah Swt. yang berhak memiliki sifat ini yang tidak layak bagi selain-Nya. Tiada yang dapat menyamai-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya,

Mahasuci Allah Yang Maha Esa lagi Mahamenang. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Syaqiq, dari Abu Wa'il sehubungan dengan makna firman-Nya: yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Tuhan Yang

akhlak-Nya tiada yang menandingi-Nya. Asim telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-

Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yakni As-Sayyid alias penguasa. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Yang Kekal sesudah makhluknya. Al-Hasan telah mengatakan pula sehubungan dengan

makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Artinya Yang Hidup, Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, Yang tiada kematian bagi-Nya. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna

firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya dan tidak makan. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Seakan-akan pendapat ini menjadikan firman berikutnya merupakan tafsirnya, yaitu firman-Nya:


{لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ}


Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (Al-Ikhlas: 3) Pendapat ini merupakan pendapat yang jayyid. Dalam hadis terdahulu telah disebutkan melalui riwayat Ibnu Jarir, dari Ubay ibnu Ka'b sebuah hadis mengenainya yang

menerangkannya dengan jelas. Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Abdullah ibnu BuraidaJi dan Ikrimah juga, serta Sa'id ibnu Jubair, Ata ibnu Abu Rabah, Atiyyah Al-Aufi, Ad-Dahhak, dan As-Saddi telah mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yakni tiada berongga. Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung

kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Maksudnya, yang padat dan tiada berongga. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang tidak makan dan tidak minum. Abdullah ibnu Buraidah mengatakan pula sehubungan

dengan makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yaitu cahaya yang berkilauan. Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, Al-Baihaqi, dan At-Tabrani, demikian pula Abu Ja'far

ibnu Jarir telah mengetengahkan sebagian besar darinya berikut sanad-sanadnya.Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Abbas ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr

ibnu Rumi, dari Ubaidillah ibnu Sa'id penuntun Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Hayyan, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia merasa yakin bahwa Buraidah telah me-rafa '-kan

hadis berikut; ia mengatakan bahwa As-Samad artinya yang tiada berongga. Ini garib sekali, tetapi yang sahih hal ini mauquf hanya sampai pada Abdullah ibnu Buraidah.Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani dalam kitab sunahnya mengatakan

sesudah mengetengahkan banyak pendapat tentang tafsir As-Samad. Bahwa semuanya itu benartermasuk sifat Rabb kita; yaitu yang menjadi tempat bergantung bagi segala keperluan.

Dia adalah menjadi tujuan semuanya. Dia tidak berongga, tidak makan, dan tidak minum. Dan Dia kekal sesudah semua makhluk fana. Hal yang semisal dikatakan oleh Baihaqi.Firman Allah Swt.:


{لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ}


Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 3-4) Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak mempunyai istri.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 4) Yakni tiada beristri; hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


بَدِيعُ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ


Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak mempunyai istri, Dia menciptakan segala sesuatu. (Al-An'am: 101)Yaitu Dialah Yang memiliki segala sesuatu dan Yang Menciptakannya, maka mana

mungkin Dia mempunyai tandingan dari kalangan makhluk-Nya yang menyamai-Nya atau mendekati-Nya, Mahatinggi lagi Mahasuci Allah dari semuanya itu. Allah Swt. telah berfirman:


وَقالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئاً إِدًّا تَكادُ السَّماواتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمنِ وَلَداً وَما يَنْبَغِي لِلرَّحْمنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَداً إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّماواتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمنِ عَبْداً لَقَدْ أَحْصاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ فَرْداً


Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah

dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi,

kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 88-95) Dan firman Allah Swt.:


وَقالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً سُبْحانَهُ بَلْ عِبادٌ مُكْرَمُونَ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ


Dan mereka berkata, " Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak, " Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba

Allah yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al-Anbiya: 26-27) Dan firman Allah Swt.:


{وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ}


Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka). Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. (Ash-Shaffat: 158-159) Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:


«لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ»


Tiada seorangpun yang lebih sabar daripada Allah terhadap perlakuan yang menyakitkan: sesungguhnya mereka menganggap Allah beranak, padahal Dialahy ang memberi mereka rezeki dan kesejahteraan.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعيدَني كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلِيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا. وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ".


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Yang telah bersabda:

Allah Swt. berfirman, "Anak Adam telah mendustakan Aku — padahal Allah tidak pernah berdusta— dan anak Adam mencaci maki Aku —padahal tidak layak baginya mencaci maki Dia—. Adapun pendustaannya terhadap-Ku ialah

ucapannya yang mengatakan bahwa Dia tidak akan mengembalikanku hidup kembali. Sebagaimana Dia menciptakanku pada permulaan —padahal penciptaan pertama itu tidaklah lebih mudah bagi-Ku dari pada

mengembalikannya—. Dan adapun caci makinya kepada-Ku ialah ucapannya yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Padahal Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa,

yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku tidak beranak dan tidak diperanakan, dan tidak ada yang setara dengan-Ku. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar,

dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz yang semisal; Imam Bukhari meriwayatkan keduanya secara munfarid melalui dua jalur tersebut.